Extra 2: 6 Months After The Wedding

4.8K 282 9
                                    

Aku mendesah malas ketika melihat Emma sudah tertidur dengan nyenyak ketika aku masuk kamar. Enam bulan setelah pernikahan tetapi entah kenapa bukannya terasa hangat tetapi malah terasa ada jarak di antara kami. Contoh kecilnya seperti malam ini. Ini bukan pertama kali Emma sudah tertidur ketika aku pulang dan terkadang dia yang pulang terlalu malam dan aku sudah tertidur menunggunya. Jika diingat-ingat, Emma yang terlalu sering pulang malam dan berangkat terlalu pagi. Belum lagi jika weekend dia gunakan untuk menemani penulisnya book tour. Aku hanya pulang malam jika memang pekerjaanku tidak bisa ditunda dan biasanya keesokannya aku akan berangkat ke kantor lebih siang. Harapannya agar bisa menghabiskan waktu lebih lama bersama Emma meskipun tidak pernah berhasil karena Emma sebagai karyawan yang sangat berdedikasi, akan berangkat pagi. Kami berada di satu gedung tapi susah bertemu. Menyebalkan. Keluhanku juga hanya ditanggapi Emma dengan janji-janji yang tidak terealisasi.

Aku kesal tetapi tidak bisa mengeluh banyak. Aku yang dengan kesadaran penuh memberikannya ijin untuk bekerja dan aku juga bisa melihat bahwa dia semakin merasa enjoy dengan posisinya saat ini.

Setelah membersihkan badan dan mengganti baju, aku berbaring di sebelah Emma. Kasur yang bergerak ketika aku berbaring, berhasil membangunkan Emma. Wajahnya terlihat sangat mengantuk tetapi dia masih berusaha menyunggingkan senyumnya. Rasa lelah dan kesal yang tadi sempat muncul seketika menguap.

"Kamu udah pulang?" katanya dan aku membalas senyumannya.

"Maaf aku ketiduran. Tadi sibuk banget di kantor," ucapnya lagi dan aku segera menariknya ke pelukannya.

"Gak apa-apa. Tidur lagi aja," ucapku dan Emma membalas pelukanku. Dia merebahkan kepalanya di dadaku dan aku mengusap-usap rambutnya. Posisi ini selalu jadi posisi ternyaman buat kami berdua.

"Gimana tadi di kantor?" tanya Emma lagi setelah beberapa menit kami berdua hening. Aku kira dia sudah kembali tertidur tadi.

"Kamu gak tidur?"

Kurasakan Emma menggeleng.

"Aku kangen sama kamu. Kita kayak udah lama gak ngobrol."

Bagus, ternyata Emma juga menyadari keadaan di antara kami.

"Kamu sih sibuk banget bahkan lebih sibuk daripada aku. Emang di kantor sesibuk apa sih?"

"Maaf," lirih Emma.

"Kamu kan udah senior, yang. Tapi kerjaan kamu kok gak ada bedanya sama waktu kamu masih junior sih. Malah makin sering keluar kota."

Kesal yang tadi sempat menguap kembali muncul. Mumpung Emma menyinggung permasalahan ini, jadi sekalian saja aku sampaikan keluhanku.

"Ya gimana. Ini yang direkrut masih fresh-graduate dan belum bisa dikasi tanggung jawab buat pegang penulis besar. Jadi, aku masih harus handle beberapa."

"Ya tapi mau sampai kapan kayak gini? Kamu masih ingat kan syaratnya aku ijinin kamu kerja?"

"Ingat. Aku gak boleh lupa sama tanggungjawab sebagai istri. Sabar sebentar ya, babe."

Aku mendengus. Aku tidak mau percaya lagi dengan kata sebentar yang diucapkan Emma.

"Kasih aku kisaran waktu yang pasti. Kamu selalu bilang sebentar tapi gini-gini aja. Kamu mau kita bakalan gini terus? Pulang ke rumah hanya buat berpapasan. Buat apa menikah kalau ternyata hubungan kita malah lebih renggang dari sebelumnya? Waktu pulang malah udah ditinggal tidur."

Emma bangkit dari pelukanku dan duduk sambil menatapku.

"Kamu jangan ngomong gitu dong, El. Kamu marah karena tadi aku ketiduran dan gak nungguin kamu? Ya maaf. Aku bener-bener kecapekan tadi."

Camaraderie [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang