Sudah dua hari ini aku sibuk memikirkan cara bagaimana mendekati El. Bahkan photoshoot yang aku jalani hari ini harus berlangsung lebih lama, karena aku sulit fokus. Sang fotografer beberapa kali menaikkan nada suaranya, karena tidak puas dengan pekerjaanku yang lebih banyak kuisi dengan lamunan. Aku tidak ambil pusing dengan itu sebenarnya. Yang lebih membuat aku pusing adalah kenapa aku bisa sepenasaran ini dengan Elnathan dan juga perempuan yang bersamanya dua hari yang lalu.
Ketika membereskan peralatanku dan bersiap-siap untuk pulang, ponselku berdering dan muncul nama papa di layar. Aku menghela napas sebelum mengangkat telepon itu.
"Alin, kamu malam ini pulang ke rumah. Dan jangan coba-coba gak datang!"
Aku hanya bisa ternganga mendengar suara kencang papa. Aku bahkan baru mau mengucapkan halo, dan sekarang telepon itu sudah terputus. Aku menghembuskan napas kencang. Aku tahu apa penyebab papanya marah seperti ini. Apalagi kalau bukan aku yang bolos kerja dua hari ini. Photoshoot yang aku kerjakan dua hari ini, sangat penting untuk portofolioku jika ingin menjadi model profesional dan juga, pekerjaan di kantor sepertinya tidak terlalu membutuhkan aku. Yah, meskipun hari ini photoshoot ku juga kacau. Tetapi setidaknya, ada beberapa foto yang layak digunakan, begitu kata fotografernya tadi.
Aku sampai di rumah orangtuaku sudah lewat tengah malam. Aku hanya berharap, papa yang cerewet itu sudah tidur. Demi Tuhan, aku sangat lelah hari ini. Photoshoot dan rasa penasaranku pada Elnathan benar-benar menguras tenaga dan pikiran. Tetapi harapanku sepertinya tidak berniat dikabulkan oleh Tuhan. Yang Mulia Baginda Raja Arjuna Tanuwijaya sudah menungguku di ruang tamu dan aku sudah terlanjur masuk ke dalam rumah. Tidak ada jalan mundur dan aku hanya bisa mempersiapkan telinga saja.
Meskipun ceramah papa hanya tentang sesuatu yang sudah kuhapal di dalam kepalaku -tentang takdirku sebagai penerus papa tentu saja-, aku tetap saja merasa pusing. Aku segera berbaring di tempat tidur selesai bersih-bersih dan kembali lagi memikirkan tentang orang yang sama yaitu, Elnathan. Aku sedang tidak mau memusingkan omelan papa karena besok pasti papa sudah kembali bersikap biasa saja seolah-olah tidak memarahiku malam ini.
Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Papa pernah bilang kalau Elnathan dan aku cukup akrab di masa kecil kami dan tidak menutup kemungkinan ada foto yang bisa membantuku mengingat bagaimana hubungan kami di masa kecil. Aku segera mengambil dan membuka kotak di atas lemari, tempatku menyimpan foto-foto kenangan. Dan aku menemukan foto itu.
Foto ini cukup banyak membantu memanggil kembali memoriku tentang Elnathan yang sudah lama hilang. Tidak hanya satu foto, tetapi ada banyak. Aku sekarang ingat anak laki-laki yang berusia dua tahun lebih tua dariku itu. Kalau diperhatikan, wajah Elnathan memang cukup banyak berubah, tetapi tidak berubah total. Aku tidak mengerti ada apa dengan otakku sehingga tidak bisa mengingat dan mengenali dia. Padahal dulu aku selalu mengekor Elnathan kemana saja dia pergi ketika kami ikut dalam pertemuan orangtua kami.
Aku bisa mengingat bagaimana seorang Alina kecil bisa menjadi ekor dari seorang Elnathan. Saat itu, aku ikut kedua orangtuaku dalam acara gathering kumpulan pengusaha-pengusaha. Sialnya, hanya aku satu-satunya anak perempuan di antara beberapa anak yang hadir di sana. Aku yang pendiam dan mudah menangis dulu, tentu saja menjadi incaran empuk para anak laki-laki nakal itu. Aku diganggu ketika berusaha bergabung untuk bermain dengan mereka. Ada yang menarik rambutku, ada yang mengatai pita yang aku gunakan jelek, dan kalimat-kalimat lain. Aku hanya bisa menangis tanpa mampu melawan, dan kemudian Elnathan datang menolongku.
Pertemuan pertama kami itu terjadi ketika aku masih berumur empat tahun dan Elnathan berumur enam tahun. Aku dan dia menjadi teman bermain ketika ada acara gathering yang dilakukan sekali dalam enam bulan itu. Kami juga pernah sekali melakukan liburan keluarga secara bersama-sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Camaraderie [COMPLETED]
Romans~Meeting you was fate, becoming your friend was a choice, but falling in love with you was beyond my control~