Rasanya baru kemarin aku berangkat dari Jakarta menuju negara ini dan tinggal hitungan bulan lagi, aku akan kembali pulang. Jangan ditanya betapa beratnya kehidupan di sini karena jawabannya adalah sangat berat. Aku paling kesulitan karena harus mencocokkan lidah dengan rasa makanan di sini dan juga suhu udara ketika musim dingin yang sangat ekstrem. Hubunganku dengan Elnathan juga tidak selamanya mulus, karena dia yang terkadang bersikap sangat menyebalkan. Dia pernah marah seharian hanya karena aku yang tidak sengaja menghabiskan waktu dengan Revan. Dia juga selalu mengomel ketika aku terlambat memberinya kabar.
Aku mengerti bahwa LDR ini selalu meningkatkan kecurigaan berlebih, tetapi bukankah seharusnya aku yang lebih cocok menaruh curiga padanya? Laki-laki cenderung mudah bosan dan gampang tergoda kan?
Tetapi, di satu sisi aku berusaha memakluminya. Aku juga terkadang merasakan kecemburuan yang sama terutama ketika dia meeting dengan perampuan-perempuan cantik atau ketika dia berkumpul dengan teman-teman sepergaulannya. Bedanya, aku masih belum bisa mengekpresikannya secara blak-blakan seperti Elnathan. Aku juga ingin cepat-cepat menyelesaikan pendidikanku di sini dan kembali bersama dengannya. Itu juga yang membuat aku lebih banyak menghabiskan waktu di kampus dan terkadang terlalu lelah untuk meneleponnya atau saling berkirim pesan.
Selain itu, perbedaan waktu juga sangat menyiksa. Aku harus bangun pagi-pagi sekali agar bisa berbicara dengan puas ketika Elnathan sedang di jam makan siang, atau Elnathan harus terjaga hingga larut malam agar bisa meneleponku di waktu senggang. Dan syukurlah jika sesuai rencana, dalam hitungan bulan semuanya akan perlahan-lahan normal.
***
Rasanya baru lima menit aku tertidur, ketika bel pintu berbunyi dan juga bunyi panggilan masuk di ponselku. Dengan malas-malasan aku mengangkatnya.
'Sayang..kamu di unit kan? Aku udah bunyiin bel dari tadi kok gak dibuka?'
Aku segera terlonjak dari tempat tidur ketika mendengar suara Elnathan di telepon. Astaga, kenapa dia bisa berada di sini? Aku segera membuka pintu karena dia sudah mengeluh kedinginan.
"Kamu baru bangun?" tanyanya ketika melihatku masih menguap.
Aku hanya mengangguk karena sekarang mataku rasanya sudah ditarik lagi. Dia tertawa kecil dan mengusap keningku.
"Tidur lagi sana," katanya sambil mendorongku masuk ke dalam dan menutup pintu.
"Kemarin aku harus selesaiin revisi buat dikumpul nanti sore. Jadinya lembur," jelasku sambil kembali merebahkan diri di kasur. Elnathan yang sedang sibuk merapikan barang-barangnya hanya bergumam.
"Nanti sore aku anter kamu ke kampus, Em. Tapi sebelum itu temenin aku cari hotel buat naruh barang." Aku hanya memberikan gumaman sebagai jawaban dan menarik selimutku. Untungnya aku tinggal di flat bertipe studio sehingga tidak perlu berteriak untuk menjawab pertanyaan El.
Sebelum benar-benar nyenyak, aku masih bisa mendengar Elnathan yang sedang mandi. Mungkin hanya Elnathan yang dengan sukarela mandi di cuaca sedingin ini.
Tetapi meskipun sedang mengantuk berat, aku memaksakan diri untuj mengambil selimut tebal dari lemari dan juga sprei cadangan dan menyiapkannya di sofa. Elnathan pasti membutuhkan istirahat sehabis dia mandi nanti.
"El...selimutnya udah aku sediaiin di sofa ya. Nanti kamu bisa langsung istirahat dulu. Kalau lapar masih ada makanan di kulkas, tinggal panasin aja," teriakku berusaha mengalahkan suara air di kamar mandi. Elnathan hanya mengatakan iya dan aku segera melanjutkan tidurku yang tertunda tadi.
***
Pukul dua belas siang, aku terbangun karena perutku mulai protes kelaparan. Seandainya aku tidak ingat kalau Elnathan datang tadi pagi, mungkin aku sudah berteriak melihat ada orang yang tertutup selimut sepenuhnya di sofa. Aku tertawa melihatnya terbungkus seperti kepompong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Camaraderie [COMPLETED]
Romance~Meeting you was fate, becoming your friend was a choice, but falling in love with you was beyond my control~