Elnathan- Explanation

3.1K 286 6
                                    

Aku benar-benar tidak bisa mencerna dengan baik apa yang sedang terjadi di sini. Setelah meninggalkan kamar Emma, aku sekarang duduk diam di dalam mobilku mencoba mengurai apa yang terjadi. Pertunangan apa? Aku meraih ponselku dan segera menghubungi nomor Alina. Dia penyebab kekacauan ini dan aku harus menemuinya langsung. Bila perlu aku akan menyeretnya ke depan Emma untuk memperbaiki semuanya.

"Halo, El." Oh Tuhan, nada riang Alina benar-benar membuatku muak sekarang.

"Aku mau ketemu kamu."

"Oh ya? Kok mendadak? Aku belum siap-siap, harusnya kamu kasih tau dari sore dong, El....Ak.."

"Kamu kirimin aja alamat apartemen kamu. Kita ketemu disana aja," ucapku memotong basa-basi yang dia berikan dan segera memutus sambungan. Tidak sampai dua menit kemudian, Alina sudah mengirimkan alamat apartemennya.

Setibanya di sana, Alina sudah menungguku di lobi. Melihat suasana lobi yang ramai membuatku tidak mungkin mengajaknya bicara di sana dan aku juga tidak mau mengobrol di unitnya. Mau tidak mau aku mengajaknya keluar.

"Kamu kok tumbenan ngajak aku keluar weekend begini?" tanyanya dengan nada riang seperti biasa. Harus kuakui Alina memang tidak mudah terpengaruh suasana di sekitarnya. Dia tidak peduli walaupun dari tadi raut wajahku terlihat marah kepadanya.

Aku tidak menjawab dan memilih untuk fokus mencari tempat yang baik untuk berbicara di sepanjang jalan. Alina juga akhirnya ikut diam.
Setelah lima belas menit yang terasa panjang, aku akhirnya menemukan kafe yang tidak terlalu ramai dan segera memarkirkan mobil. Alina hanya mengikutiku saja. Proses memesan makanan kulakukan dengan cepat karena sesungguhnya aku lebih ingin mendengar klarifikasi dari Alina.

"Kamu ngomong apa sama Emma?" tembakku langsung.

Awalnya wajahnya terlihat terkejut dan kemudian dia kembali menampilkan senyum.

"Aku cuma ngobrol biasa sama dia. Gak ada yang lain," ucapnya santai sambil mengedikkan bahu yang membuatku semakin maradang.

"Lin, kamu gak seharusnya nyebar kebohongan kayak gitu apalagi sama Emma."

Alina yang sedang sibuk mengaduk makanannya langsung menghentikan kegiatannya dan menatapku intens.

"El, kamu harus perjelas kebohongan apa yang aku bilang ke dia. Aku gak ngerasa bohongin dia dan apa untungnya juga buat aku?"

"Tapi kamu udah bilang kalau kamu tunangan aku dan itu kebohongan yang gak bisa aku toleransi," nada suaraku naik tanpa bisa aku tahan. Alina terlihat tergagap di depanku.

"Aku gak bohong."

"Kamu bohong, karena faktanya aku sama sekali gak tau tentang perjodohan yang kamu bilang."

"Tapi papa kamu setuju buat jodohin kita." Alina masih bersikeras dan sekarang kulihat air matanya sudah membasahi pipi. Rasa bersalah mulai timbul di hatiku.

"Gak pernah ada pembicaraan tentang itu antara aku dan papa, Lin," suaraku sedikit melunak. Mungkin ini bukan sepenuhnya salah Alina. Dia bilang tadi bahwa papa setuju. Mungkin papa juga salah karena menyetujui tanpa menanyakan kesediaanku dan Alina hanya salah paham.

"Kita makan dulu," kataku akhirnya. Alina yang menangis membuatku sadar bahwa tidak mungkin memaksakan pembicaraan ini. Alina mengangguk dan kami mulai memakan makanan kami dalam diam.

"El..aku setuju dengan perjodohan itu. Aku gak akan malu buat bilang kalau aku benar-benar menyukai kamu."

Aku menoleh pada Alina dan melihat bahwa dia sudah menghentikan makannya dan sekarang sedang menatapku. Aku berdehem. Aku bukannya tidak tahu perasaan Alina tetapi sudah pasti aku juga tidak bisa membalas perasaannya itu.

Camaraderie [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang