Aku tidak bisa menahan air mataku lagi ketika terlebih dahulu meninggalkan Alina di tempat kami makan. Aku marah dan merasa sangat terkhianati. Tidak sampai sebulan yang lalu, Elnathan memperkenalkanku kepada mamanya dan setelah beberapa waktu tidak bertemu aku malah mendapatkan kabar ini. Pikiranku sekarang dipenuhi kecurigaan kalau sebenarnya dalam rentang waktu ini dia tidak sibuk, melainkan mempersiapkan perjodohan.
Aku mengerti bahwa tidak seharusnya aku marah karena aku yang menolak ketika dia mengajak menjalin hubungan denganku. Mungkin ini kesalahanku karena selalu merasa tidak pantas dan akhirnya dia juga bosan berusaha meyakinkanku. Atau memang Elnathan sudah sadar kalau memang aku benar-benar tidak pantas dan akhirnya memilih Alina.
Aku mengusap air mataku kasar ketika sudah tiba di lobi kantor. Aku tidak mau menjadi pusat perhatian karena menangis, apalagi karena laki-laki. Aku memang bersedih tetapi aku akan berjuang agar kesedihan ini tidak lama. Sudah seharusnya aku bahagia untuk mereka berdua. Bagaimanapun mereka adalah temanku dan rasanya hanya mereka berdua yang tidak terlalu memedulikan status sosialku, meskipun mereka dari kalangan atas. Elnathan memang pantas bersanding dengan Alina. Alina yang cantik, yang baik, yang percaya diri, dari kalangan atas, dan banyak kebaikan lainnya.
"Emma..Em..." Aku menghentikan langkahku ketika merasa ada yang memanggiku. Ketika membalikkan badan, aku melihat Revan yang setengah berlari ke arahku.
"Kamu baru balik makan siang?" tanyanya.
Aku hanya mengangguk. Aku sebenarnya cukup heran kenapa dia bisa berada di sini. Setelah pertemuan tidak disengaja kami beberapa hari yang lalu, harusnya sekarang dia sudah kembali ke Scotland. Tetapi aku terlalu malas menanyakannya sekarang."Aku tadi mau ajak kamu makan siang. Kelihatannya udah terlambat ya?"
"Iya..maaf, Van," kataku menyetujui ucapannya.
"Niatannya aku mau ngasih tau kamu tentang beasiswa yang kita omongin kemarin, dua bulan lagi sudah dibuka. Kamu mungkin bisa persiapkan berkas-berkasnya mulai sekarang, Em. Dan aku sepertinya bisa bantuin kamu mumpung aku masih disini."
"Bukannya kamu harus udah balik ke sana minggu ini?"
Revan menggeleng. "Liburan aku masih panjang sebenarnya. Tadinya memang aku mau balik cepet-cepet ke sana, tapi setelah ketemu kamu aku pikir gak ada salahnya aku perpanjang liburan aku lebih lama di Jakarta."
Mataku memicing dan pikiranku sudah mulai curiga kemana-mana. Kata-kata Revan mengandung banyak makna kan? Tetapi aku terlalu malas untuk berpikir sekarang.
"Jadi gimana? Kamu mau kalau kita ngobrol sekarang?"
"Van...sorry, jam makan siang aku udah habis dan aku harus balik ke atas. Nanti aku hubungi kamu tentang beasiswanya, gak apa-apa kan?" jawabku. Aku tidak sedang dalam mood ingin mengobrol dengan orang lain. Aku hanya ingin kembali ke kos sekarang. Bukan tidak mungkin juga aku akan bertemu Elnathan di lobi ini atau bahkan dia bersama Alina. Dan keduanya adalah yang sangat ingin aku hindari sekarang.
"Oh...oke," kata Revan dan setelah mengangguk singkat, aku segera berlari ke arah lift. Setelah berdiam sekitar setengah jam di ruanganku, yang sebenarnya ingin menunggu sampai Revan tidak ada di lobi, aku segera meninggalkan kantor.
***
Sejak kemarin sore hingga siang hari ini aku sama sekali belum beranjak keluar dari kamarku. Beruntung sekali hari ini adalah hari Sabtu dan aku sudah bertekad akan memanfaatkannya untuk menikmati kegalauan, kemarahan, dan kesedihanku sebelum akhirnya perutku berbunyi karena belum diisi. Mau tidak mau aku segera beranjak bangun. Orang galau ternyata masih membutuhkan makanan.
Ketika membuka ponsel untuk memesan makanan, aku melihat banyak pesan masuk dari Elnathan. Elnathan juga beberapa kali menghubungiku. Ketika membaca pesannya ternyata dia berniat mengajakku bertemu hari ini. Aku tentu saja tidak akan mau. Bisa saja dia menemuiku hanya untuk memberitahukan tentang perjodohan itu dan aku belum menyiapkan hatiku untuk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Camaraderie [COMPLETED]
Romance~Meeting you was fate, becoming your friend was a choice, but falling in love with you was beyond my control~