1. Murid Baru

113 28 16
                                    

Seperti hari sebelumnya, hari ini penuh dengan segerombol manusia yang hilir mudik menjadi pembuka hari ini. Wajar saja orang terlihat sibuk dipagi hari apalagi di kota besar. Diantara manusia yang sibuk dengan ego mereka, Shana murid kelas 11 itu tampak santai. Tak menghiraukan murid lain yang tergesa-gesa memasuki gerbang sekolah SMA Garuda, karena sebentar lagi bel sekolah berbunyi.

Helaan napas berkali-kali keluar dari bibir pemilik nama Shanaya Putri Lesmana. Mata bulat itu terus memandang aspal jalan seolah jalan itu lebih indah dari pemandangan sekolah yang hijau dan asri. Hari ini bukan hari Senin yang mengharuskan seluruh penduduk sekolah melaksanakan upacara, tapi Shana terlihat malas memasuki sekolah yang selama dua minggu ini menjadi tempatnya menuntut ilmu.

Bel tanda masuk akan berbunyi. Tapi langkah itu terasa berat ketika akan memasuki kelas 11 IPA 3. Tali ranselnya dipegangnya kuat-kuat. Baru saja akan memasuki kelas suara seseorang menghentikan langkahnya

"Oh udah datang? Sengaja ya, dateng jam segini biar bisa lolos dari kita?" Shana langsung membalikan badannya dan melihat Sandra dan temannya sedang menatapnya marah.

"Beruntung sebentar lagi bel, lo lolos kali ini," ucapnya memasuki kelas sembari menyenggol bahu Shana.

Shana hanya diam tak berani melawan karena dia murid baru. Teman sekelasnya tidak ada yang berani membantu Shana. Jika mereka ikut campur maka mereka juga akan bernasib sama seperti Shana.

Shana mendudukan dirinya di bangku belakang. Karena dia murid pindahan alhasil dia duduk di belakang sendiri. Shana sudah terbiasa sendiri karena dia kerap kali pindah sekolah sebab pekerjaan ayahnya yang kerap berpindah-pindah.

Ketika pelajaran pertama di mulai seseorang melempar kertas kepada Shana. Di situ tertulis

"jam istirahat ketaman belakang"

Shana tau siapa yg mengirim ini siapa lagi kalau bukan Sandra. Selama ini Sandra selalu mengganggu Shana menyuruh Shana membeli makanan, mengerjakan tugas mereka. Jika tidak dituruti Sandra tidak segan melukai Shana,  menjambak, menampar, bahkan memukulnya.

***

"Kemana sih, tuh anak udah sepuluh menit belum keliatan?" sudah sepuluh menit bel istirahat berbunyi Sandra dan temannya sedang menunggu Shana yang tak kunjung menampakan diri.

"Awas aja kalau telat kita kasih hukuman!" geram Bella teman Sandra karena Shana membuat mereka menunggu. Tak berapa lama Shana datang dengan membawa banyak makanan ditangannya.

"Kemana aja lo? Udah sepuluh menit kita disini dan lo baru dateng? Jangan belagu," sembari mendorong bahu Shana hingga jatuh.

"Maaf, tadi dikantin penuh jadi antri lama," ucapnya sembari memberikan makanan itu kepada mereka dengan kepala tertunduk tak berani menatap mereka.

"Maaf kata lo? Hei lo buang waktu kita tau ga?!" sentak Sandra sembari memegang erat rahangnya.

Shana meringis merasakan sakit pada rahangnya. Belum lagi luka pada tangannya karena tak sengaja terkena kuah bakso saat mengantri. Karena suasana kanti yang ramai sehingga Shana harus berdesakan dikantin dan tidak melihat Mang Boim yang membawa bakso.

"Hukum aja San, udah mulai belagu tuh anak," usul Bella yang sedang memindahkan makanan yang Shana beli.

"Enaknya dihukum apa ya?"

"Gimana kalo pulang sekolah nanti suruh dia bersihin kelas aja dan ga boleh ada yang bantuin," Sandra mengangguk tanda setuju. Dilepaslah cengkraman di wajah Shana.

"Sekarang lo pergi dari sini, jangan pernah bilang ke guru atau siapa pun."

Shana segera pergi dengan air mata yang menggenang di kelopak matanya. Shana selalu bertanya mengapa Sandra selalu mengusik dirinya. Shana merasa dirinya tidak pernah berbuat salah pada Sandra.

***

Protes semua murid kepada Pak Wahyudi ketika beliau mengumumkan akan mengadakan ulangan. Seperti biasa beliau selalu mengadakan ulangan mendadak agar muridnya tidak ada yang menyiapkan contekan untuk ulangan.

"Cepat siapkan selembar kertas dan pulpen kalian, selain yang disebutkan silahkan kumpulkan di depan kelas," Pak Wahyudi memang guru yang tegas dan disiplin apalagi ketika ulangan.

Tiba-tiba Sandra duduk di sebelah Shana. Kerutan di dahinya menandakan kebingungan dalam benaknya. Baru saja akan bertanya.

"Di kertas lo, tulis nama gue dan gue tulis nama lo!" Sandra sudah menjawab pertanyaan Shana.

Hembusan nafas keluar dari bibirnya. Tak bisakah dia mengerjakan ulangan ini dengan tenang. Ini ulangan pertamanya di sekolah dia bahkan belum memahami apa yang di ajarkan Pak Wahyudi. Bisakah dia menjawab dengan benar.

"Awas sampai nilai gue jelek, lo yang bakal kena imbasnya," ancam Sandra yang membuat Shana semakin gugup mengerjakan soal. Ayolah dia bukan murid pintar yang mengerjakan soal dalam waktu singkat dengan jawaban yang akurat. Sudah dipastikan setelah hasil ulangan ini dibagikan dia akan mendapatkan hukuman.

***

Sendiri hanya ditemani earphone di telinganya sudah cukup baginya menemani perjalanannya menuju sekolah. Hari ini langit cerah bersih berwarna biru tanpa awan membuat siapa pun yang melihatnya merasa tenang. Tapi tak berlaku bagi Shana, mendung atau cerah hari ini sama saja baginya. Karena selama dua minggu ini sekolah adalah neraka baginya. Shana bisa saja pindah dari sekolah ini tapi ia masih memikirkan biaya sekolah yang mahal. Ayahnya selama ini banting tulang mencari uang untuk dirinya dan Bundanya. Tak mungkin ia menghamburkan uang hanya untuk pindah sekolah lagi.

Shana melihat jam di ponselnya sudah menunjukan pukul tujuh lewat lima puluh lima menit. Lima menit lagi bel masuk berbunyi Shana mempercepat langkahnya melamun membuatnya lupa jika ia harus segera pergi sekolah. Tapi sayang secepat apapun Shana berlari gerbang sekolah sudah tertutup.

"Pak! Pak! Tolong bukain gerbangnya Pak!" teriak Shana kepada penjaga sekolah.

"Saya akan buka tapi nanti setelah jam pertama selesai, jadi tunggu saja diluar," elas penjaga itu kepadanya.

Shana mendengus menendang abu dijalan. Pertama kali ia terlambat masuk sekolah. Kesal yang ia rasakan sekarang tapi tak dipungkiri ada rasa senang karena dia tak harus bertemu dengan Sandra dan teman-temannya.

Shana menengok ke kanan dan ke kiri berharap ada orang lain yang terlambat sepertinya. Dan benar saja dia tak sendirian di luar gerbang ada satu murid yang sepertinya ia kenal. Perlahan dihampirinya dan ternyata benar dia adalah teman sekelasnya, yang Shana tau gadis itu bernama Naya. Rambut panjang berwarna hitam yang selalu di ikat dengan baju yang berantakan menjadi kesan pertama ketika melihat Naya.

Naya duduk di seberang Shana dipojok belakang. Dia selalu sendiri seperti Shana namun bedanya dia ini bukan anak perundungan seperti dirinya. Naya ini jarang berbicara tak ada yang berani mendekatinya. Hawa dingin seakan menusuk orang yang akan mendekatinya yang membuat orang enggan untuk sekedar menyapanya. Bahkan guru pun abai padanya walaupun dia tak pernah memperhatikan guru ketika mengajar tak pernah ada yang menegurnya. Sebesar itu kah pengaruh Naya?

"Apa lo lihat-lihat?" seakan disiram seember es yang membuat badan menggigil. Hanya dengan kalimat singkat mampu membuat Shana tegang setengah mati. Apalagi dengan tatapan yang mengintimidasi dari mata berbentuk kecil namun tegas itu. "Ngga kok, bukan apa-apa" Ucapnya gugup tak berani menatap matanya.

Suasana canggung meliputi mereka, Shana harus bertahan selama 45 menit bersama Naya yang dingin ini. Andai waktu bisa dipercepat rasanya ia ingin segera masuk ke kelas agar bisa menjauh dari Naya. Shana terus berfikir apa yang harus ia lakukan agar bisa memecah suasana. Apa sebaiknya ia bertanya mengapa Naya terlambat. Tidak, itu bukan ide bagus bisa jadi Naya malah menatapnya tajam. Kenapa ia harus terjebak dengan Naya si pendiam yang menyeramkan?

"Lo..." Tiba-tiba suara itu membuyarkan lamunan Shana. Suara itu berasal dari orang disebelah kanan Shana hingga membuatnya gugup hanya dengan mendengar suara itu.

***

Ini karya pertamaku semoga kalian suka

Silahkan tinggalkan kritik dan saran

Terimakasih:)

IneffableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang