16. Pelepas Rindu

20 5 1
                                    

Kini mereka sedang berada di taksi. Setelah acara tangis Naya, Meru mengajaknya bolos sekolah. Bagaimana mereka bisa keluar dari sekolah sedangkan ada penjaga disana? Mudah sekali. Meru memegang kunci gerbang belakang sekolah sehingga mereka bisa kabur dari sekolah. Meru mendapatkan kunci itu dari penjaga sekolah yang menjatuhkannya. Tak ingin membuang kesempatan Meru menyimpan kunci ini siapa tahu suatu saat ia membutuhkannya.

Mereka tengah berada di mall besar. Sudah lama ia tidak mengunjungi mall. Ia sangat antusias menuju time zone. Meru hanya mengikuti Naya di belakangnya.

Mereka bermain semua permainan hingga puas. Tak terasa mereka menghabiskan waktu hingga sore. Perut mereka perlu di isi mereka memutuskan untuk ke restoran.

Setelah memesan, mereka menunggu makanan mereka di antar.

Hari ini Meru melihat dua sisi dalam diri Naya yang sudah lama ia tak lihat. Naya yang menangis tersedu-sedu dan Naya yang tertawa lepas. Bahkan sekarang pun Naya masih tersenyum manis.

"Kenapa sih lo, lihatin gue segitunya. Gue tahu gue cantik tapi gak usah sampe terpesona kaya gitu." Suara Naya menyadarkan Meru.

"Dih, ke-pe-de-an gue bukannya terpesona liatin lo. Gue lagi liatin tuh di mulut lo ada sisa cokelat." Meru berdalih, sebenarnya tidak ada apa-apa di mulut Naya. Ia hanya malu ketahuan mengagumi Naya.

"Kenapa lo gak bilang dari tadi." Segera diusap mulutnya. Tapi tak ada apa-apa disana.

"Lo bohong ya, gak ada apa-apa juga"

"Terserah kalo gak percaya," tukasnya.

Makanan mereka telah datang. Mata makanan yang menggugah membuat Naya menenggak air liurnya sendiri.

"Cepetan makan, tuh mata awas jatoh ngeliatinnya segitu amat." Meru tertawa melihat mimik muka Naya yang seperti orang kelaparan. Memang mereka kelaparan mereka belum sempat makan siang tadi.

Naya segera melahap makanannya. Rasa gurih dan sedikit asam sangat pas dilidahnya. Ia menyukai makanan ini.

"Gue coba dong punya lo." Meru mengangkat sendoknya ingin mencicipi makanan Naya, namun Naya menghalanginya.

"Gak, lo beli aja sendiri."

"Dih, pelit banget sih lo. Gue cuma mau coba sedikit. Lagian itu gue yang beli."

"Itungan banget jadi orang."

"Lo yang gak modal."

"Laki-laki kok, perhitungan." Naya mencibir.

"Perempuan kok, gak tahu malu," ejek balik Meru.

"Dasar pelit."

"Lo yang pelit."

"Emang gue pelit, pelit pangkal kaya." Naya menjulurkan lidahnya mengejek.

"Cih, orang pelit kuburannya sempit."

"Daripada lo, perhitungan, kikir, gak ada yang mau jadi jodoh lo." Naya terus mengejek Meru.

"Sembarangan, gini-gini gue banyak penggemar. Cum gue yang milih-milih aja."

"Gak mungkin ada yang mau sama laki-laki pemaksa."

"Lo sendiri gak ngaca, lo sendiri jomblo."

"Bukan jomblo tapi single, lo yang jomblo. Kalo single pilihan kalo jomblo nasib."

"Nih, kalo mau coba cepet, gue lagi baik." Akhirnya Naya mengalah menyodorkan piringnya kepada Meru.

"Bener, nih? Lo ikhlas, kan?"

"Iya, cepet gue baik nih." Meru pun mencicipi makanan Naya.

"Lo mau?" tanya Meru menunjuk piringnya.

IneffableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang