36. Kembali

15 4 2
                                    

Lampu diatas pintu itu kembali padam menandakan operasi telah selesai. Semua orang berharap operasi berjalan  dengan lancar. Seorang dokter keluar dari ruangan itu

"Bagaimana keadaan anak saya?"

"Operasinya berhasil, setelah pasien siuman baru bisa di jenguk. Kalo begitu saya permisi," ujar dokter itu dan berlalu.

Lesmana memeluk Sarah ia merasa lega karena operasi Shana berhasil.

"Terima kasih Tuhan, Terima kasih," tak henti Lesmana mengucap syukur.

"Sebaiknya kita menemui Naya untuk yang terakhir kalinya," ujar Sarah.

***

Shana merasa tidurnya kali ini nyenyak. Ketika akan membuka matanya gelap melanda penglihatannya. Ia lupa jika dirinya tidak bisa melihat. Tapi ada sesuatu menutupi matanya. Ia meraba kain kasar di sekitar kepalanya.

"Bagaimana keadaanmu Shana?"

Shana menengok sumber suara itu. Ia tak mengenali suara itu, sepertinya mereka tidak pernah bertemu.

"Saya adalah Dokter Vian yang mengoperasi mata kamu."

Shana kini sadar bahwa dirinya baru saja menjalani operasi cangkok mata. Ia tersenyum karena sebentar lagi ia akan melihat warna dunia kembali.

"Kalo begitu sekarang saya akan membuka perbannya terlebih dahulu."

Perlahan perban yang melilit kepalanya mulai terlepas. Shana sangat gugup ketika perban itu sepenuhnya terlepas dari kepalanya.

"Sekarang buka matanya perlahan," instruksi Dokter Vian kepada Shana.

Shana menggerakan perlahan kelopak matanya. Sedikit demi sedikit cahaya mulai terlihat. Ketika mata itu sepenuhnya terbuka ia bisa melihat wajah Dokter yang ada di depannya.

"Bagaimana apa ada masalah?" tanya Dokter itu.

Shana menggeleng "Tidak, Dok saya bisa melihat kembali walaupun belum sejelas sebelumnya."

Shana sangat senang akhirnya ia bisa melihat kembali. Ia bisa melihat seluruh dunia dengan matanya.

"Itu wajar, butuh waktu untuk pemulihan seratus persen."

"Saya akan memberitahu orang tua anda, kalo begitu saya permisi," ujar Dokter itu dan pergi meninggalkan ruangan Shana.

Shana masih tidak menyangka jika ia bisa melihat kembali. Ia sadar jika dunia akan lebih indah jika berwarna. Ia akan menjaga mata ini dengan sepenuh hati.

"Shana, bagaimana keadaanmu?" ujar Sarah segera memeluk putrinya.

"Baik, Bun. Tapi masih ada pemeriksaan lebih lanjut lagi."

"Syukurlah," Sarah tak henti-hentinya memeluk Shana dengan erat.

"Kapan Shana bisa pulang, Yah?" tanya Shana.

"Besok pagi Shana bisa pulang," ujar Lesmana dengan membelai lembut kepala Shana.

"Besok Shana mau bertemu dengan Meru, Revan dan Naya. Boleh kan, Yah?"

Lesmana diam ketika mendengar permintaan sang putri. Ia tak bisa menjawab pertanyaan sederhana ini.

"Gimana Yah? Aku bisa bertemu mereka kan?" tanya Shana curiga.

Lesmana semakin gugup ketika nama itu di sebut. Apakah ia harus mengatakan yang sebenarnya?

"Kalo kamu sudah pulih, kamu bisa bertemu dengan mereka," ujar Sarah menyelamatkan Lesmana.

***

Entah sudah berapa kali Shana menghela nafas. Ia merasa jenuh selama tiga hari ini berada di kamarnya. Ia hanya makan, tidur, pergi ke toilet dan duduk menatap ke luar jendela. Ia hanya memperhatikan orang-orang yang sibuk membangun mimpinya.

Shana merasa seperti burung yang terkurung di sangkar. Ia tak di izinkan orang tuanya untuk keluar rumah. Mereka berkata jika Shana sudah pulih dia bisa pergi kamana pun ia mau. Tapi sampai kapan?

Bahkan Meru, Revan dan Naya tidak datang untuk menjenguk dirinya. Shana sudah mengirimkan pesan tapi tidak ada satu pun balasan dari mereka. Apa mereka sudah melupakan Shana? Shana rindu dengan teman-temannya itu.

"Adik Sam yang ganteng ini, kok gak keluar kamar sih?" ujar Sam membuka kamar adiknya.

"Di tanya, kok diem?"

Sam bertanya tapi tak ada respon dari adiknya.

"Kenapa? hmm... " Sam mendekati adiknya ia duduk di sebelah sang adik.

"Kamu lagi mikir apa, sih?" tanya Sam.

"Aku cuma kangen sama temen-temenku. Kenapa mereka gak pernah datang ke sini," jawab Shana dengan memandang wajah Kakaknya.

Raut wajah Sam terlihat bingung. Ia sedang mencari jawaban pertanyaan yang adiknya lontarkan.

"Apa mereka sudah lupa sama aku?" tanya Shana kembali.

"Kakak yakin mereka gak akan melupakan kamu. Mungkin mereka sedang ada urusan."

"Tapi mereka gak bisa aku hubungi, sebenarnya urusan apa yang membuat mereka sibuk seperti ini di saat bersamaan."

Sam diam ia tak bisa menjelaskan hal yang sebenarnya terjadi. Tapi ia juga tak bisa membuat adiknya sedih seperti ini.

"Mereka... "

"Mereka apa? Kakak pasti menyembunyikan sesuatu dariku kan?" ujar Shana dengan mata memicing menelisik raut wajah Sam.

"Pasti Kakak tahu kan kemana mereka?"

Sam dibuat gelagapan. Ia meneguk liurnya karena gugup. Apa yang harus ia katakan.

"Ayo jawab, Kak. Pasti ada sesuatu yang terjadi. Di saat operasiku mereka juga tidak ada. Bahkan hingga sekarang mereka pun gak pernah kelihatan," tutur Shana.

"Kakak juga gak tahu," jawab Sam.

"Gak mungkin."

"Pasti ada hal yang kalian sembunyikan dariku iya, kan?"

"Gak ada Shana. Lebih baik sekarang kamu istirahat, gak usah banyak pikiran," Sam mengalihkan pembicaraan.

"Kalo emang gak ada yang di sembunyikan, kenapa kalian semua sama saat aku tanya. Ayah dan Bunda juga bilang mereka lagi sibuk, sekarang Kakak," jelas Shana.

"Beneran gak ada apa-apa. Kita semua cuma khawatir dengan keadaan kamu, Shana," elak Sam.

"Aku sudah sembuh. Dokter juga bilang kalo aku sudah bisa beraktivitas lagi. Kenapa kalian seolah menjauhkan aku dari dunia ini?"

"Bukan begitu, dengar. Kita melakukan semua ini demi kamu bukan demi kita. Kamu bisa kembali bertemu dengan teman-teman kamu, tapi nanti setelah keadaan membaik," ujar Sam menenangkan Shana.

"Sebenarnya ada apa? Apa yang harus diperbaiki?"

Shana heran dengan tingkah orang tuanya bahkan Kakaknya. Ia tak boleh keluar kamar bahkan penggunaan ponsel pun di batasi seolah mereka sedang menjauhkan dirinya dari dunia luar. Dan sekarang Kakaknya bilang jika keadaan telah 'membaik' dia akan bertemu dengan teman-temannya.

"Kamu akan tahu, tapi bukan sekarang. Jadi Kakak mohon kamu jangan banyak berpikir dulu. Lebih baik kamu istirahat dan menenangkan pikiranmu," Sam memohon kepada Shana.

"Tapi Kak..." ucapan Shana terputus karena pintu kamarnya terbuka.

"Hai, Shana sudah lama, ya"

***

IneffableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang