Hari ini, hari terakhir ujian. Segala upaya sudah dikerahkan dengan maksimal. Dari mengikuti bimbel dan belajar hingga larut. Ketika semua telah usai mereka tampak senang karena pertempuran mereka telah usai. Kini mereka tinggal menunggu hasil kerja keras mereka.
Shana, Naya dan Meru keluar dari kelas mereka. Selama ujian mereka mendapat ruangan yang sama. Sehingga mereka bisa pulang bersama.
"Gila, mentang-mentang ulangan terakhir soalnya susah semua," keluh Meru.
"Emang lo aja yang bodoh. Gak mau belajar." Naya menanggapi.
"Sombong banget mentang-mentang juara kelas. Asal lo tahu, gue ini sebenarnya pinter cuma malas aja belajar." Meru tak terima dirinya diolok-olok Naya. Memang dirinya tak sepintar Naya, namun ia masih punya harga diri yang tak boleh diinjak-injak terutama oleh Naya.
"Emang udah dari sananya bodoh, ya tetep bodoh," ejek Naya.
"Lo kalo ngomong emang gak pernah di saring, ya. Keruh banget." Meru kesal dengan Naya. Ia selalu diolok-olok bahkan dideoan umum.
Ketika mereka sedang berseteru tiba-tiba ada seseorang memanggil Shana. "Shana!"
Mereka bertiga serempak menoleh kebelakang. Naya terkejut bagaimana mungkin orang itu mengenali Shana.
"Hai, Shana, Meru, Naya," sapanya ketika sampai didepan mereka bertiga.
"Lo mau apalagi disini?" ketus Meru.
"Gue gak ada urusan sama kalian, gue cuma ada urusan sama Shana," jawab Revan.
"Sejak kapan lo kenal Shana?" Pertanyaan ini keliar dari mulut Naya.
"Udah lama, dan gak penting juga kalian tahu." Revan lalu menggenggam tangan Shana hendak menbawanya pergi, namun langkahnya tercegat.
"Lo mau bawa dia kemana?" Naya mencekal Revan pergi. "Bukan urusan kamu." Revan tetap menggenggam tangan Shana.
"Tapi dia temen gue, gue juga harus tahu dia kemana. Gue gak mau temen gue kenapa-napa."
"Kenapa lo jadi ikut campur. Ini bukan urusan lo, lagipula Shana juga gak nolak."
"Udah Nay, aku gak pa-pa kok. Emang aku ada janji sama Revan kamu gak usah khawatir." Shana menjelaskan agar tidak ada kesalah pahaman.
"Kenapa lo jadi milih dia! Lo udah lupa sama kita?" Naya tiba-tiba berteriak.
"Bukan gitu, tapi emang aku udah ada janji sama Revan."
"Alasan kalo emang lo pilih dia silahkan, tapi jangan pernah deketin gue lagi." Setelah mengatakan itu Naya pergi. Meru tak pun menyusul Naya.
"Gimana ini? Kenapa Naya marah sama aku?" Shana tak menyangka jika Naya akan semarah itu dengannya.
"Udah gak usah dipikirin, nanti juga dia balik lagi. Sekarang kita pergi saja."
Shana menurut ia pergi meninggalkan sekolah bersama Revan.
Kini Revan dan Shana sedang berada di sebuah Mall untuk membeli hadiah. Shana pun tak tahu, apa yang akan di beli Revan dan untuk siapa.
"Kita mau beli apa sih? Dari tadi muter-muter gak ketemu." Shana mulai lelah, jika berbelanja dengan bundanya tidak akan selama ini.
"Barangnya gak ada di sini. Ayo kita ke atas siapa tahu ada." Shana hanya memutar kedua bola matanya. Ia sudah berjanji akan menemani pria ini jika memintanya untuk pergi.
Kini keduanya sudah berada di sebuah toko boneka. Banyak sekali boneka beejejer di sini. Berbagai macam boneka tersedia dari yang kecil hingga yang berukuran sama seperti manusia ada di toko ini.
Ternyata boneka yang di cari adalah bonek beruang berwarna kuning dengan baju merah dan memegang guci berisi madu. Shana tak menyangka Revan mengetahui boneka favoritnya.
"Tolong binteka ini di bungkus dan diberi ucapan selamat ulang tahun," ujar Revan kepada pelayan toko tersebut.
Shana di buat salah tingkah mendengarnya. Mungkinkah Revan memberikan hadiah itu untuk dirinya karena sebentar lagi ia berulang tahun. Shana langsung menatap Revan dengan malu-malu. Bagaimana mungkin Revan mengajaknya membeli kado untuk dirinya.
"Aku harus pura-pura gak tahu biar jadi kejutan." Shana terkikik di dalam hati.
***
"Lo apaan sih, Nay?" Meru mencekal lengan Naya. "Lo gak liat tadi Shana lebih milih dia daripada kita."
"Apa salahnya Shana pergi sama dia. Shana pernah bilang kalau mereka gak ada hubungan apa-apa."
"Itu cuma alasan aja. Gue takut Shana mengalami apa yang pernah gue alami juga." Naya menundukan kepalanya. "Lo cemburu?"
Naya mengangkat kepalanya menatap Meru. Bagaimana mungkin ia cemburu. Ayolah itu sudah berlalu mana mungkin dirinya cemburu.
"Gila aja gue cemburu. Gue gak cemburu sama Shana." Tapi Meru tahu jika Naya memang cemburu wajah Naya berubah memerah tanda ia sedang malu.
"Ya udah, kalo gak cemburu mending lo telpon Shana minta maaf udah marah-marah tadi."
Naya menghela nafas, ia harus meminta maaf kepada Shana karena perbuatannya tadi. Dia sudah keterlaluan hingga membentak Shana.
***
Sesampainya di rumah ia segera mengistirahatkan dirinya di tempat favoritnya, yaitu kasur bergambar karakter beruang kuning. Shana menatap langit-langit kamarnya. Sudah hampir 3 bulan ia bersekolah di SMA Garuda. Banyak pula yang terjadi dengan dirinya. Mendapatkan teman baru bahkan ia bisa merasakan apa yang namanya jatuh cinta.
Jatuh cinta itu sederhana kita hanya akan terjatuh pada pesona seseorang dan sulit untuk bangkit kembali. Sekarang Shana sedang terjebak oleh pesona seseorang. Ketika melihatnya Shana merasakan debaran keras di dalam dirinya. Seindah ini kah jatuh cinta.
Ia mengambil cermin dan melihat dirinya. Shana takut cermin mungkin akan mengungkapkan perasaannya. Wajahnya sudah berubah merah seperti ini.
Ponsel Shana bergetar ia segera memeriksa pesan itu.
'Kamu sudah lupa denganku? Aku harap kamu bisa melihatku kembali. Aku merindukanmu.'
Lagi-lagi pesan seperti ini yang ia terima. Sudah beberapa kali ia mendapatkan pesan omong kosong seperti ini. Ketika ia menelepon nomor ini, nomor itu tidak bisa dihubungi.
'Kamu kelihatan senang ya jalan berdua sama dia sampai lupa sama aku.'
Lagi, Shana mendapat pesan seperti ini. Bisa jadi ada penguntit yang mengikutinya.
Shana segera membuang pikiran tak masuk akal itu. Ia hanya perlu mengabaikannya jangan pedulikan semua pesan itu. Mungkin hanya orang yang iseng mengirim pesan seperti ini.
***
Next
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
Teen Fiction(TAMAT) Shana selalu di tindas Sandra ketika dirinya pertama kali masuk sekolah ini. Padahal dia tak pernah mengenal Sandra. Hingga dirinya bertemu dengan Naya dan Meru yang membantunya. Siapa sangka pertemuan mereka mengungkap sebuah rahasia di ant...