32. Melepaskan

11 5 4
                                    

"Gue.." Meru sangat gugup sekarang, haruskah ia berkata yang sebenarnya?

"Yaelah, serius amat, bro. Gue cuma bercanda kali. Naya kan, bukan tipe lo," ujar Revan sembari tertawa.

"Ah iya, Naya bukan tipe gue," ujar Meru sembari meminun jus nya untuk meredakan kegugupannya.

Terkutuklah dirinya, bagaimana mungkin ia memiliki perasaan kepada mantan sahabatnya. "Bodoh kau Meru," rutuknya dalam hati. Sebaiknya ia tak memberi tahu yang sebenarnya kepada Revan biar ini menjadi rahasianya, Tuhan, dan Naya.

"Besok jadi, kan kita ke rumah Shana?" tanya Revan.

"Iya, tapi Naya gak bisa ikut. Dia masih harus di rawat sampai selesai operasi," jelas Meru.

***

Revan diam-diam memasuki ruangan itu. Ruangan ini sangat sunyi karena penghuninya sedang tertidur. Ia mendekati sang putri tidur itu. Melihatnya tertidur terlihat sangat damai dan tenang. Tak seharusnya ia membuat kekacauan.

"Maaf," sembari mengelus pipi tirus itu. "Aku minta maaf."

"Aku benci kamu. Aku bener-bener benci kamu karena aku bahkan gak bisa membenci kamu setelah tahu semua ini," Revan bermonolog disamping Naya.

"Apa yang harus aku lakukan? Kamu suruh aku bahagia tapi aku gak bisa kalo kamu suruh aku pergi. Aku mohon jangan buat aku semakin membencimu," Revan menggenggam tangan dingin itu.

"Aku mau kamu pergi dari pikiranku, tapi kamu tertanam indah di sini," Revan membawa tangan itu menyentuh dada kirinya.

"Aku juga mau membuang semua perasaan ini, tapi semakin besar rasa ini."

"Bohong kalau aku bilang gak sayang kamu, kalo ada kata yang bisa mencerminkan perasaanku selain cinta. Aku mau kamu denger itu."

"Aku minta maaf, selama ini aku membuatmu terluka. Jangan seperti ini, melihatmu sakit aku juga merasakan itu. Maaf," Revan menumpahkan semua perasaannya kepada Naya yang sedang tertidur.

"Vano," bibir indah itu terbuka. "Kamu gak seharusnya minta maaf, aku yang salah di sini."

"Seharusnya kamu benci aku, aku gak pantas mendapatkan semua perasaan itu," ujar Naya lirih.

"Gak Naya, kamu perempuan tak terlupakan dihidupku. Aku gak akan melepaskan tanganmu," Revan menggenggam tangan itu kuat seolah takut kehilangannya.

"Aku yakin suatu saat nanti kamu akan bertemu dengan orang yang lebih baik dariku," ujar Naya.

Revan menggeleng "Cuma kamu yang aku mau, jadi kamu harus bisa bertahan demi aku dan orang lain yang sayang kamu."

"Kita hadapi bersama."

Seandainya Revan tahu jika hidupnya tak akan lama lagi. Naya tak ingin membuat Revan terluka untuk yang kedua kalinya. Ia harus bisa bertahan.

***

Pagi ini Meru datang kembali menjenguk Naya. Hari ini Shana akan pulang dari rumah sakit, ia akan membantu-bantu sedikit. Tapi sebelum itu ia akan bertemu terlebih dahulu dengan Naya.

"Pagi, Putri Kodok," sapa Meru membuat Naya mendengus kesal.

"Eh, Nak Meru sudah datang. Kalo begitu Tante titip Naya dulu," sapa Susan.

"Siap, Tante," sembari memberi hormat kepada Susan.

"Ngapain lo di sini?" Naya bertanya dengan sinis.

"Mau lihat Putri Kodok kalo pagi kaya gimana bentuknya," ujar Meru terkikik geli.

"Dari pada ngejek gue mending lo pergi," usir Naya.

"Masa pangeran di usir, sih. Pangen bawa kue, masa gak mau dicobain?" ujar Meru dengan mengangkat katung plastik ditangannya.

"Pangeran Buaya lo, sini mana kue nya gue laper," Meru mendengus.

"Gimana keadaan lo?" tanya Meru. "Gue, baik-baik aja, kok," jawab Naya.

"Tapi kenapa muka lo, kok tambah pucet?" sembari memperhatikan wajah Naya.

"Mata lo aja yang siwer, emang gue udah putih dari dulu bukan pucet. Emang lo item," ejek Naya.

"Pagi-pagi udah ngajak ribut aja, lo."

"Biarin" ujar Naya sembari menjulurkan lidahnya.

Kini mereka diam tak ada yang mengeluarkan suara satu pun. Mereka sedang berada di pikiran mereka masing-masing.

"Gue, suka sama lo, Nay," tiba-tiba Meru mengungkapan lagi perasaanya.

"Jangan bercanda, Ru," ujar Naya terkejut.

"Gue, gak bercanda," Naya bisa melihat keseriusan di mata Meru.

"Gue... " Meru menyela. "Gak usah dijawab, gue tahu kok jawabannya," ujar Meru sembari tersenyum.

"Gue cuma gak mau ada penyesalan nantinya. Gue harap lo tetep semangat menjalani pengobatan ini. Jangan tinggalin kita, Nay." Sepertinya Meru harus melepaskan persaannya sekarang. Meloloskan diri dari rantai yang menjerat dirinya selama ini.

Naya hanya diam mendengar semua penuturan Meru.

"Gue pergi dulu," setelah itu Meru benar-benar pergi menghilang dari pintu itu.

"Maaf, maaf," Naya sudah tak bisa menahan air matanya. Dadanya merasa sesak ketika Meru pergi meninggalkan ruangannya. Sekali lagi ia menyakiti seseorang.

***

"Hati-hati Shan, jangan kaya anak kecil, deh," ujar Sam.

Sam kini tengah membantu adiknya memasuki rumah. Setelah mendengar kecelakaan adiknya ia segera mengambil cuti kuliahnya untuk menemani sang adik.

"Iya, bawel banget" Shana senang akhirnya hari ini ia bisa diperbolehkan pulang.

"Sekarang, kamar kamu ada dibawah. Kalo ada apa-apa panggil kakak," Sam memberika  kecupan ringan di kening adiknya.

"Iya, kak. Sana pergi aku mau tidur," usir Shana.

Tak lama pintunya diketuk "masuk aja," seru Shana.

"Selamat pulang ke rumah," Shana mengenali suara ini.

"Meru? Revan?" tanya Shana.

"Iya, ini kita. Welcome home Shanaya," ujar Revan.

"Makasih," ujar Shana tersenyum.

"Gimana keadaan, lo?" tanya Meru. "Baik, kok"

"Kita akan selalu mendukung kamu, kita akan selalu ada si samping kamu. Jadi, kamu harus semangat ya," ujar Revan.

"Makasih, kalian masih mau jadi temenku walaupun kondisi aku kaya gini sekarang."

"Lo ngomonh apa sih? Lo tetep Shana, gak ada yang berubah."

"Naya gak ikut?" Shana tak mendengar suara Naya sedari tadi.

"Dia gak bisa ikut, lagi sakit," ujar Meru.

"Sakit apa?" inilah pertanyaan tersulit bagi Meru dan Revan mereka tak mungkin menjawab keadaan Naya yang sebenarnya.

"Sakit kaki, tapi udah mendingan kok. Nanti kalo udah sembuh dia akan temuin kamu," ujar Revan asal yang terpenting Shana tak banyak bertanya setelahnya.

Shana hanya mengangguk, ia paham Naya tidak bisa bertemu dengannya. Tapi mengapa Shana merasakan ada sesuatu yang disembunyikan darinya.

"Mungkin, cuma firasat aja," batin Shana.

***

Maaf telat up

IneffableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang