2. Terlambat

70 22 3
                                    


"Lo... Murid baru dikelas gue, kan?" Shana langsung menengok orang disebelahnya. Dahinya berkerut,  bertanya apakah benar seorang Naya si pendiam ini bertanya padanya.

"Lo, gue tanya malah bengong," tangannya melambai-lambai di depan muka Shana yang tampak bingung. Tersadar dari lamunannya Shana segera menggeleng kan kepalanya. Ini bukan halusinasinya ini kenyataan bahwa didepannya ada Naya yang sedang memandangnya jengkel.

"Iya aku murid baru di kelas 11 IPA 3," sebelum Naya marah segera Shana jawab. Bisa-bisa sekolah ini akan membeku seperti di  Arendelle karena Elsa Sang Ratu marah. Sadar Shana, itu tidak mungkin terjadi. Terlalu banyak menonton film membuat imajinasinya menjadi liar.

Keheningan meliputi mereka kembali. Sudah 30 menit mereka menunggu diluar, tinggal lima belas menit lagi mereka akan masuk dan terpisah. Harapan Shana hanya satu, cepat masuk dan segera menjauh dari Naya.
Jika diperhatikan Naya ini selalu memasang earphone di telinga. Selama pelajaran pun dia selalu memakainya.

"Kenapa kamu pakai earphone terus, sih? Di depan guru juga kamu pakai terus, ngga sopan tahu," entah keberanian dari mana tiba-tiba pertanyaan itu muncul dari mulutnya. Bodoh, di tepuk bibirnya yang lancang dan sembarang bertanya. Salahkan dirinya yang tidak bisa mengatur rasa penasarannya. Lengkap sudah kesialan Shana sudah telat sekolah, bertemu Naya dan berbicara sembarangan.

"Kenapa kalo gue pake ini?" sembari melepas earphone di telinga kirinya.

"Dengan gue pake ini, orang-orang ga akan ada yang ngajak ngobrol gue, ga akan ada yang ganggu gue. Dan lo, gak usah ngajak gue ngobrol, gue risih dan gausah ikut campur," jelas perintah itu ditujukan untuk Shana.

Nada yang keluar sarat akan perintah sembari telunjuk menunjuk wajah Shana menambah ketakutan Shana. Sudah dipastikan Shana musuhnya bertambah satu lagi.

***

Keadaan kelas sekarang sedang ramai karena Bu Irma tidak masuk karena sakit. Tapi bukan berarti mereka bisa bebas tugas sepuluh soal tentang suhu dan kalor yang membuat mereka mengeluh karena soal yang diberikan sulit dikerjakan.

"Baru dateng lo? Sengaja banget ini anak terlambat biar ga ketemu gue kan?"

Suana kelas yang ramai tiba-tiba hening karena Sandra marah didepan kelas karena Shana baru saja datang.
Jelas Shana tak ingin bertemu dengannya orang yang selalu menindas dirinya. Sayangnya ia tak bisa menghindari Sandra karena mereka sekelas.

"Karena lo baru dateng sekarang kerjain tugas gue dan Bella. Gak pake lama!"

"Sandra! Kerjain tugas lo sendiri jangan nyuruh orang lain," suasana semakin mencekam kala Meru ketua kelas ikut bersuara.

"Terus kenapa kalo gue nyuruh dia ga jadi masalah buat lo ini, ribet banget sih jadi orang."

"Dia anak kelas ini yang artinya dia jadi tanggung jawab gue juga. Lo ga ada hak buat nyuruh dia apalagi menindas dia."

Meru heran mengapa Sandra selalu mengganggu Shana. Dia murid baru tak seharusnya diperlakukan seperti itu. Kali ini Meru tak akan tinggal diam. Sandra sudah keterlaluan.

"Lo, jangan mau ngerjain tugas mereka sekarang mending duduk terus kerjain tugas lo, jam kedua bakal dikumpulin."

"Tapi.."

"Kalo lo tetep ngelakuin itu, gue laporin Bu Irma," ancam Meru agar Shana tidak mengerjakan tugas Sandra dan temannya. Meru tahu Shana ini takut jika masalah ini diketahui oleh guru. Bisa-bisa ia akan ditindas Sandra lebih dari ini.

***

Sehabis mengumpulkan buku Shana segera menuju kantin perutnya terus meronta karena mengerjakan soal yang sangat sulit. Untung otaknya tidak terbakar. Tiba-tiba tangannya di tarik seseorang dan menyeretnya menuju arah sebaliknya. Kaget tentu saja karena Sandra sekarang sedang membawanya kearah taman belakang tempat yang biasa digunakan mereka untuk bertemu atau tepatnya tempat menindas Shana.

"Aww..." ringisnya setelah Sandra melemparnya pada rumput dibawah pohon mangga.

"Sekarang lo puas lihat gue malu tadi di kelas!" sentaknya dengan menjambak rambut sebahu Shana.

"Ampun.... sakit"

"Sakit kata lo, ini gak seberapa sama apa yang gue rasain," tangannya semakin menarik kuat rambut Shana.
"Aku buat salah apa sama kamu? Kenapa kamu ngelakuin ini?" air matanya tak dapat dibendung lagi. Semua yang ia pendam selama ini luruh.

"Kehadiran lo didunia ini aja udah salah. Salah besar"

"Kalo aku salah, aku minta maaf," tarikan di rambutnya semakin kuat. Air mata keluar deras di matanya.

"Maaf kata lo? Maaf gak akan buat rasa benci gue hilang."

"Tapi aku gak salah kita belum pernah bertemu sebelumnya, kenapa kamu bisa benci aku?"

Shana ingat hari pertama masuk sekolah Sandra sudah memandang sinis kearahnya. Seperti menyimpan dendam yang besar. Tapi jika dipikir kembali mereka belum pernah bertemu sebelumnya lantas mengapa Sandra begitu membencinya.

"Berani ya lo sekarang. Kurang ajar!"  Matanya segera menutup kala tangan indah itu terangkat tinggi siap mendarat di pipi mulus Shana. Tiga detik, lima detik tak ada rasa sakit yang dirasakan. Tak mungkin jika di tampar tidak sakit.

"Beraninya main fisik, ya, lo." seiring dengan suara yang tak asing itu matanya membelalak melihat tangan Sandra di tahan oleh orang itu. Sungguh tak terduga orang ini menyelamatkannya

***

Aku harap kalian suka cerita ini jangan lupa votenya
Terima kasih")

IneffableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang