Duka begitu terasa diantara kumpulan manusia di sekitar gundukan tanah yang masih basah dengan taburan bunga-bunga. Semua orang berbaju hitam itu merapalkan doa di atas gundukan itu. Linangan air mata membanjiri pemakaman itu. Semua tampak sedih karena kehilangan sosok yang kini sudah bersatu dengan tanah.
Batu nisan bertuliskan Anaya Putri binti Lesmana menjadi tanda siapa pemiliknya. Kini Naya telah tiada hanya kenangan yang tersisa bagi orang terdekatnya. Operasi di tulangnya memang berjalan dengan lancar, namun kanker sudah menyebar di paru-paru gadis itu. Sehingga kondisi Naya semakin lemah dan akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Tak ada yang tahu kapan ajal akan menjemput. Dan ketika waktu itu datang manusia hanya pasrah dan merelakan sang jiwa di ambil pemilik-Nya.
"Secepat ini kamu pergi, Nay?" Revan sangat terpukul dengan kepergian gadisnya. Banyak penyesalan yang ia miliki sebelum gadisnya pergi selamanya.
"Lo harus ikhlas, sekarang Naya udah bahagia di sana tanpa harus merasakan sakit," ujar Meru. Revan hanya menggeleng.
"Jangan kaya gini, Naya sedih kalo lo kaya gini," bujuk Meru.
"Sebentar lagi, gue mau di sini sebentar lagi," ucapnya lirih. Meru hanya bisa menurutinya.
Angin sore meniup kenangan yang dulu Revan dan Naya alami. Kini hanya rasa sakit yang Revan alami. Ia masih ingat wajah Naya ketika terakhir kali mereka bertemu.
Naya adalah gadis pertama yang mengajarkannya arti cinta sekaligus rasa sakit. Pertemuan dan perpisahan adalah takdir yang tak bisa manusia tentukan akhirnya.
Kini kisahnya dan Naya telah usai. Takdir yang memulai dan takdir yang memisahkan mereka. Revan harus mengikhlaskan semua ini demi kebaikan dirinya dan Naya.
"Sebentar lagi malam, sebaiknya kita pulang."
Revan bangkit di bantu Meru, ia menengok ke belakang sebelum benar-benar pergi melihat makam Naya untuk terkahir kalinya. "Terima kasih, Nay. Selamat tinggal."
***
"Ini buat lo," ujar Meru memberikan kotak berwarna hijau kepada Revan.
Revan mengerutkan keningnya menatap kotak itu. "Ini apa?"
"Buka aja nanti lo juga tahu," tukas Meru.
Sesampainya di kamar Revan merebahkan dirinya. Diliriknya kotak hijau itu. Benaknya bertanya untuk apa Meru memberikan kotak itu, seingatnya hari ini bukan ulang tahunnya.
Di kotak itu tertulis 'Untuk Revano' ia membuka kotak itu. Di dalamnya berisi sekantung bibit bunga dan sebuah surat. Revan membuka surat itu ia langsung tahu siapa yang menulis surat ini.
Dear Revano,
Laki-laki pertama yang meluluhkan hati si 'es batu' bagaimana kabarmu? Klise banget ya aku nulis gini. Aku tahu gimana kamu sekarang apalagi setelah membaca surat ini.
Ternyata Naya masih sama seperti dulu 'to the point'. Revan tersenyum membayangkan wajah Naya ketika menulis surat ini.
Kamu masih ingat pertemuan pertama kita. Kamu maksa aku buat kerja kelompok, tapi terus aku tolak. Kamua tahu kenapa? Aku malu ketemu kamu. Dari awal masuk sekolah aku udah suka kamu tapi gengsi si 'es batu' ini lebih besar.
Revan terkejut mendengar penuturan Naya. Jadi Naya sudah menyukai dirinya terlebih dahulu.
Tapi kamu datang ajak aku kerja kelompok tanpa pantang menyerah. Kasih aku bekal padahal aku tahu kamu sebenarnya kelaparan karena gak makan. Kamu orang pertama yang memperkenalkan aku dengan yang namanya cinta. Tapi aku udah ngerusak apa itu cinta dengan mutusin kamu mendadak.
Saat aku menghilang tanpa ada kabar karena aku harus menjalani pengobatan setelah di vonis dokter kalau aku terkena kanker tulang stadium tiga dan aku memutuskan harus mengakhiri hubungan kita.
Aku mau minta maaf karena kesalahanku dulu. Aku tahu aku salah mutusin hubungan kita sepihak. Tapi yang aku lakukan demi kebaikan kamu. Aku sudah di vonis kanker stadium tiga kesempatan hidupku tipis. Aku gak mau kamu sedih kalau pada akhirnya aku pergi seperti sekarang.
Tapi aku sadar aku salah. Membohongimu dan diriku sendiri demi keegoisanku. Aku berharap ketika kita putus kamu bisa benci aku dan melupakanku, Vano. Apa aku menyakiti perasaan kamu?
Revan hanya mengangguk seolah Naya sedang berbicara dengannya.
Itu yang aku harapkan menyakitimu dan kamu benci aku. Tapi aku salah, semakin aku menyakitimu semakin terluka diriku. Semakin aku melupakanmu semakin kamu tertanam kokoh di pikiranku.
Aku juga sakit saat kamu terluka. Tapi aku yakin ini demi kebaikanmu jadi ku teruskan tapi semakin besar lubang yang aku buat.
Kamu tahu? ketika kamu mencintai seseorang kamu akan melakukan apapun. Aku rela menyakiti diriku sendiri agar kamu bisa bahagia. Tapi ternyata usahaku sia-sia. Kamu dan aku terjebak di kolam rasa sakit. Maaf, sekali lagi maaf buat kamu merasakan semua ini.
Satu hal yang pasti dan gak akan berubah, aku tetap mencintaimu Revano Bagaskara.
Revan tak bisa lagi membendung air matanya. Ia tak menyangka jika Naya masih mencintainya. Ia berpikir Naya telah berpaling kepada Meru tapi ia salah Naya masih sangat mencintainya. Betapa bodohnya ia mengabaikan perasaan Naya.
Selama ini ia merasa jika ia adalah korban dari cinta tapi Naya juga merasakan hal sama dengan dirinya. Revan merasa dirinya egois mengabaikan rasa sakit yang Naya rasakan hanya karena dirinya juga terluka.
Aku boleh titip satu hal sama kamu? Aku mau kamu tanam bibit bunga itu. Itu adalah bibit bunga mawar putih. Kamu tahu kenapa aku kasih bunga mawar putih?
Mawar putih melambangkan kesetiaan, harapan dan cinta yang tulus. Bunga ini adalah perasaanku yang sebenarnya. Cintaku tulus untuk kamu dan aku akan menjadi milik kamu selamanya. Jadi rawat bunga ini dengan baik, ya. Semakin besar bunga ini semakin besar rasa cinta aku untukmu.
Revan memandang bibit bunga itu, lambang cinta Naya untuk dirinya. Mengapa Naya meninggalkan kenangan indah untuk dirinya. Ia tak pantas mendapatkan semua ini.
Aku mau kamu janji, kamu harus bahagia setelah membaca surat ini. Kejar cita-cita kamu dan temukan obat untuk hati kamu yang terluka jangan di biarkan luka itu membusuk. Cari kebahagiaanmu sendiri. Aku hanya masa lalu dan kamu harus temukan masa depanmu.
Satu hal lagi, Meru gak salah di sini. Aku yang salah, aku yang suruh Meru buat rahasiain penyakit aku dari kamu karena aku gak mau buat kamu terluka. Dan sekali lagi kebodohan yang pernah aku lakukan membuat persahabatan kamu dan Meru rusak. Aku mau kamu cepat berbaikan dengan Meru, dia orang baik tapi sudah aku kecewakan. Dari awal Meru adalah teman kamu jadi aku mau kamu cepat berbaikan.
Revan janji ia akan hidup bahagia demi Naya.
Terima kasih Vano untuk masa-masa indah kita dan maaf hanya ini yang bisa aku lakukan.
Sampai jumpa, Revano.
Anaya Putri
Naya mengakhiri suratnya. Revan menangis, suaranya terdengar pilu. Isakan itu terdengar menyakitkan bagi yang mendengar.
Cinta yang ia rasakan memang menyakitkan tapi perpisahan dengan Naya ternyata lebih menyakitkan.
Ia berharap waktu bisa berputar ke belakang. Memperbaiki kesalahan yang ia lakukan. Ia akan memaksa Naya lebih lagi agar tak memutuskan hubungan mereka. Agar mereka bisa merasakan indahnya cinta hingga akhir hidup Naya. Revan menyesali semua yang telah terjadi antara dirinya dan Naya.
Jika kata 'seandainya' bisa mengembalikan apa yang ia harapkan. Ia akan menggunakan kata itu sebanyak-banyaknya. Tapi sayang kata hanyalah sebuah kata tanpa kuasa dari Tuhan maka tidak akan bermakna.
"Aku mencintaimu Anaya."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
Teen Fiction(TAMAT) Shana selalu di tindas Sandra ketika dirinya pertama kali masuk sekolah ini. Padahal dia tak pernah mengenal Sandra. Hingga dirinya bertemu dengan Naya dan Meru yang membantunya. Siapa sangka pertemuan mereka mengungkap sebuah rahasia di ant...