"Udah nunggu lama ya, maaf telat. Soalnya gak biasa berangkat jam segini."
Shana merasa bersalah karena ia telat sepuluh menit dari janji yang mereka buat. Shana merutuki dirinya karena lupa dengan janjinya.
"Belum lama, kok. Udah yuk, berangkat nanti telat," mereka berangkat bersama.
Berangkat sekolah dengan teman adalah hal baru bagi Shana. Karena kerap pindah sekolah Shana tak punya teman yang benar-benar dekat dengannya. Shana sangat berterima kasih karena Meru mau menjadi temannya.
"Kenapa lo, liatin gue terus. Gue tahu gue ganteng, tapi gak usah diliatin segitunya."
Percaya diri sekali Meru. Memang benar dia tampan tapi tingkat kepercayaan dirinya diatas rata-rata.
"Jangan kepedean. Aku cuma mau bilang terima kasih sama kamu," ujarnya dengan tulus ditambah senyum manis diwajahnya membuat Meru salah tingkah.
"Eh.. Kenapa berterima kasih sama gue?"
Meru bingung mengapa Shana berterima kasih kepadanya. Seingatnya dia tak pernah melakukan sesuatu untuknya.
"Karena kamu mau jadi teman aku, mau berangkat ke sekolah sama aku. Kamu teman pertamaku disekolah ini. Terima kasih."
Sungguh menggemaskan gadis disebelahnya ini hanya karena hal kecil seperti ini membuat Shana tersenyum dengan indah.
"Lo, juga orang pertama yang berangkat bareng gue. Jadi, terima kasih kembali."
Shana jadi terharu, Meru sangat baik kepadanya. Dia hanya murid biasa yang sering di-bully tapi Meru mau menjadi temannya.
***
Gerbang SMA Garuda sudah mulai ramai di padati para siswa yang akan masuk. Ada yang diantar oleh Ayah atau Ibunya, atau membawa kendaraan sendiri. Ada pula yang diantar ojol. Zaman semakin canggih, sarana transportasi pun ikut mendapat perkembangannya. Terbukti dengan banyaknya aplikasi transportasi online yang praktis dengan harga yang terjangkau.
Walau sekolah ini membebaskan para siswa nya membawa kendaraan sendiri, tapi Meru tak mau membawa kendaraan. Bukan karena dia tak punya ayahnya seorang dosen di universitas terkenal mampu membelikannya mobil. Tapi Meru merasa boros jika membawa kendaraan ke sekolah apalagi jarak antara sekolah dan rumahnya bisa ditempuh 10 menit dengan berjalan kaki.
"Wah udah sampai aja ya. Soalnya jalannya di temani bidadari sih, jadi gak berasa," Meru terkekeh sembari mengusap lembut rambut sebahu Shana.
"Apaan sih, jarak dari rumah ke sekolahkan memang gak jauh. Jadi cepat sampai," pipi Shana mulai bersemu. Ia malu karena baru pertama kali dipuji oleh Meru. Sebenarnya banyak orang yang sering memuji kecantikannya. Tapi entah mengapa ketika Meru yang memujinya membuat jantungnya berdetak dua kali lipat.
Dari jauh Shana melihat Naya datang. Ia ingin berterima kasih atas kejadian kemarin. Ia belum sempat berterima kasih secara langsung.
"Naya! Naya!" serunya sembari menghampiri Naya
Merasa namanya dipanggil Naya menengok ke belakang. Ternyata Shana yang memanggilnya.
Tapi Seseorang di belakang Shana membuat Naya heran. Mengapa mereka bisa datang bersama. Setahu Naya, Shana tak pernah dekat dengan Meru.
"Naya, tunggu! Aku mau ngomong," terengah-engah Shana mengatur nafasnya terlebih dahulu.
"Mau ngomong apa?" urusan mereka sudah selesai tapi mengapa Shana menggangunya.
"Aku mau bilang terima kasih untuk kejadian kemarin. Kalau gak ada kamu, aku gak akan merasa tenang sekarang. Terima kasih, Naya," akhirnya ia dapat mengungkapkannya.
"Karena urusannya udah selesai, sekarang gue minta jangan pernah ganggu gue lagi. Anggap kita gak pernah kenal," ucapnya dengan nada dingin dan wajah yang datar.
"Hai, Naya. Kebetulan sekali kita ketemu," Meru datang dan menyapa Naya walau hanya di balas dengan dengusan. Sudah biasa ia selalu diabaikan oleh Naya.
"Ke kelas bareng, yuk," ajak Meru
"Lo punya telinga gak sih? Udah gue bilang berapa kali, jangan ganggu gue!" Naya tampaknya jengah hanya dengan kelakuan Meru.
"Apa salahnya sih, kita ke kelas bareng? Kan kita sekelas," benar juga apa salahnya mereka masuk kelas bersama.
"Salahnya karena lo ganggu gue, gak usah ajak gue ngobrol bisa gak?!"
Naya semakin jengah dengan tingkah Meru yang selalu memaksa dan menggangu dirinya. Ia hanya tidak ingin diganggu atau diusik.
"Kenapa lo, masih aja keras kepala!" nadanya naik satu oktaf sepertinya Meru mulai marah.
"Bukan urusan lo!" Naya juga tak mau kalah ia membentak Meru.
"Gue cuma mau jadi temen lo, kenapa lo selalu nolak?"
Kini mereka menjadi pusat perhatian para siswa yang akan masuk sekolah.
"Kenapa sih, batu banget dibilangin kalo gue gak mau jadi temen lo!" seraya menunjuk Meru
"Kenapa?! Apa karena kejadian waktu itu?"
Wajah Meru semakin memerah menahan kesal.
"Sudah, sudah kalian berhenti kita diliatin banyak orang," menjadi penengah adalah langkah tepat ia tak ingin semakin menjadi tontonan.
"Sekali lagi gue kasih peringatan. Jangan pernah usik gue. Jangan ikut campur urusan gue."
Setelah mengakatan itu Naya pergi meninggalkan mereka berdua.
Sebenarnya apa yang terjadi diantara mereka. Sudah jelas Meru ditolak tapi mengapa ia memaksa Naya untuk berteman. Ada apa dengan mereka berdua?
Shana melihat kepergian Naya dikepalanya sekarang banyak pertanyaan mengenai Meru dan Naya. Naya merasa terganggu dengan kehadiran Meru tapi kenapa? Mungkin saja memang Naya tidak ingin memiliki teman.
"Lebih baik kita ke kelas."
***
Kalo suka jangan lupa vote dan komennya
Terima kasih:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
Teen Fiction(TAMAT) Shana selalu di tindas Sandra ketika dirinya pertama kali masuk sekolah ini. Padahal dia tak pernah mengenal Sandra. Hingga dirinya bertemu dengan Naya dan Meru yang membantunya. Siapa sangka pertemuan mereka mengungkap sebuah rahasia di ant...