Gambar lingkaran dengan dengan pusat O, garis x dan y saling bersinggungan membentuk sebuah sudut menjadi pemandangan siswa kelas 11 IPA 3. Pelajaran mengenai trigonometri membuat mereka jenuh dan bosan karena tak mengerti apa yang sedang dijelaskan.
"Jadi sin (A + B) = sin A cos B + cos A sin B, dan sin (A – B) = sin A cos B – cos A sin B. Sampai sini ada yang ditanyakan?"
Anak-anak sudah mulai bosan mendengar penjelasan guru mereka. Pelajaran matematika di siang hari memang bukan pilihan yang tepat. Para siswa sudah mulai lelah karena belajar sedari pagi. Selain itu, cuaca yang sangat panas membuat konsentrasi terpecah.
"Oke kalau tidak ada yang ditanyakan, sekarang saya kasih soal untuk dikerjakan. Yang saya tunjuk mau kerjakan soal di depan."
Seketika mata mereka membelalak. Gawat jika mereka ditunjuk dan tak bisa mengerjakan maka, Pak Heru akan marah. Tak terkecuali Shana dia sangat tegang telapak tangannya basah dibanjiri keringat.
"Kamu yang duduk di belakang kerjakan soal ini," tuturnya sembari menunjuk kebelakang.
Shana seketika panik ia tak mengerti materi yang diberikan, bagaimana dia mengerjakannya. Tamat sudah riwayat Shana.
"Saya Pak?" Shana berdiri siap maju mengerjakan, tapi "Bukan kamu tapi anak disebelah kiri kamu."
Seketika semua pandangan mengarah ke sana. Tepatnya ke arah Naya yang tampak acuh.
"Kamu yang pakai earphone segera maju dan kerjakan."
Naya segera maju, semua orang menatapnya was-was karena jika Naya tak bisa mengerjakan soal maka satu kelas akan mendapat ceramah panjang dari Pak Heru.
Naya mulai mengerjakan soal di papan tulis. Suasana seketika hening. Semua berharap Naya mampu mengerjakannya dengan tepat.
Naya menorehkan angka terakhir dan meletakan spidolnya. Pak Heru di buat terkejut karena jawaban yang diberikan sangat tepat. Semua murid memberi tepuk tangan meriah untuk Naya karena menyelamatkan mereka.
"Bagus, kamu boleh kembali duduk," Pak Heru sangat bangga dengan jawaban muridnya tersebut.
Tak ada yang menyangka Naya mampu mengerjakan soal sulit dengan mudah. Setiap hari ia menutup telinganya dengan earphone bagaimana mungkin ia bisa menjawab pertanyaan dengan mudah.
Satu hal baru tentang Naya yang Shana akan ingat. Naya orang yang baik dan tentunya pintar. Shana semakin dibuat kagum dengan Naya walaupun sikap dinginnya menjadi batas baginya.
***
Sore hari memang waktu yang tepat untuk menikmati es kelapa. Apalagi es kelapa di dekat SMA Garuda ini selalu menjadi primadona para penghuni sekolah. Terbukti kedai es kelapa ini selalu penuh ketika jam sekolah berakhir. Selain harga yang murah rasanya tak kalah enak dan tentunya menghilangkan dahaga mereka karena seharian harus berkutat dengan jadwal pelajaran yang padat.
Seperti Shana dan Meru mereka sedang menikmati es kelapa ini berdua. Ini pertama kalinya Shana nongkrong setelah pulang sekolah. Biasanya ia akan langsung pulang kerumah karena tak memliki teman yang dekat. Tapi sekarang ia ada Meru yang menemaninya.
"Kenapa cuma di lihat aja cepat minum, nanti es kelapanya nangis lo," canda Meru yang sebenarnya tidak lucu sama sekali.
"Masa es kelapa nangis, yang nangis itu nasi kalo gak dihabiskan," segera meminumnya.
"Emang es kelapa gak boleh nangis? Kalo gak habis dia harus apa dong?"
"Pertanyaan macam apa ini?" batin Shana.
"Ya diam aja, lagian kenapa sih kamu malah bahas es kelapa ini," Shana mulai jengah.
"Kelapa juga punya perasaan, jadi kamu jangan buang-buang makanan ya," Meru berkata dengan halus ia tahu Shana mulai kesal.
"Iya aku habiskan."
Sore ini mereka menghabiskan waktu di kedai es kelapa. Sudah lama ia tidak mengobrol dengan teman. Terkahir kali saat ia kelas 9. Teman pertama dan cinta pertamanya. Bagaimana kabarnya sekarang ya, sudah lama tak ada kabar.
Dulu mereka sering mampir di warung bakso. Berangkat dan pulang selalu bersama. Kemana-mana selalu bersama. Mereka selalu menempel seperti perangko. Dan untuk pertana kalinya iya merasakan yang namanya jatuh cinta. Sosoknya selalu tertanam di pikirannya.
Belum mengungkapkan perasaanya, Shana harus pindah lagi dan semenjak pindah dia tak bisa dihubungi. Aneh, sebelumnya nomor itu selalu bisa dihubungi. Kini hanya kenangan bersamanya yang menjadi obat rindu bagi Shana.
"Hei, ngelamun aja mikirin apa sih? Mikirin cowok ya?" tebakan Meru tepat sekali.
"Kok kamu tau," dengan polosnya ia menjawab
"Duh kok, malah keceplosan sih" batin Shana merutuki mulutnya yang tak bisa dikontrol.
"Cie.... Ketahuan. Siapa nih orangnya?" seru Meru antusias.
"Bukan siapa-siapa, kok," sanggahnya.
"Ayo dong kasih tau kepo, nih," bujuk Meru.
"Dibilangin bukan siapa-siapa," Shana tetap menyanggah.
"Gue janji, gak akan bocor suer," dua jarinya di acungkan ke depan untuk membujuk Shana.
"Ayo dong cerita," Meru tetap merongrong dirinya.
"Oke aku bakal cerita."
Karena Meru ini anaknya pemaksa. Jika belum dapat maka ia akan mengejarnya hingga dapat. Contohnya Naya.
"Aku jadi kepikiran teman SMP ku, kita selalu bersama. Kemana-mana selalu berdua, dia baik sekali selalu menemaniku. Tapi kita pisah karena aku yang harus pindah. Semenjak itu kita gak pernah ketemu," jelasnya.
"Trus kenapa sampai kepikiran sih? Bukannya lo udah biasa pindah-pindah, ya," tanya Meru.
"Karena dia cinta pertamaku," cicitnya dengan suara yang kecil nyaris tak terdengar.
"Oh pantes lo jadi kepikiran. Emang cinta pertama susah buat dilupain" seru Meru.
"Kamu pernah jatuh cinta?" Kini Shana yang penasaran.
"Pernah, dia juga cinta pertama gue. Tapi cinta gue kayanya bertepuk sebelah tangan, " jawab Meru dengan nada yang sedih.
"Emang siapa sih orang yang nolak laki-laki kaya kamu?" Siapa yang berani menolak Meru, laki-laki baik dan populer.
"Rahasia," jawab Meru sembari menjulurkan lidahnya
"Ih nyebelin, kan tadi aku udah kasih tahu. Curang nih, Meru," Shana tentu saja kesal dia sudah berkata jujur sedangkan Meru merahasiakannya.
"Terserah gue dong," Meru terkekeh melihat wajah Shana yang kesal, lucu sekali.
"Emang siapa sih orangnya? Jangan bikin penasaran," penasaran semakin menjadi karena Meru merahasiakannya.
"Gak akan gue kasih tau," ledek Meru dengan menjulurkan lidahnya.
"Ih Meru nyebelin," Shana merajuk ia kesal dengan Meru. Sebenarnya siapa orang hingga ia tak boleh tahu.
"Nanti ada saatnya lo tahu. Sekarang bukan waktunya," bujuk Meru karena melihat Shana yang nampaknya mulai kesal.
"Yaudah kasih tahu ciri-cirinya," Shana tetap memaksa, memang hanya Meru saja yang bisa ia pun bisa memaksa.
"Yang jelas dia cewe rambut dia panjang tingginya sekitar telinga gue."
"Ihh banyak perempuan yang ciri-cirinya kaya gitu," Shana mendengus. Ciri-ciri yang diberika adalah ciri-ciri wanita pada umumnya. Menyebalkan memang Alamsyah Mahameru ini.
***
Terima kasih sudah membaca cerita ini, kalo suka boleh vote dan komen, ya.
Kritik dan saran sangat diperlukan.
Terima kasih:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
Teen Fiction(TAMAT) Shana selalu di tindas Sandra ketika dirinya pertama kali masuk sekolah ini. Padahal dia tak pernah mengenal Sandra. Hingga dirinya bertemu dengan Naya dan Meru yang membantunya. Siapa sangka pertemuan mereka mengungkap sebuah rahasia di ant...