Shana kini berada di kamarnya ia sedang menikmati sarapannya. Walaupun ia belum terbiasa ia berusaha agar tidak mengandalkan orang lain. Ia ingin dirinya tak menyusahkan orang lain.
Shana telah menyelesaikan sarapannya. Ia tengah meraba nakas sebelah tempat tidurnya. Ia sedang berusaha mengambil air minum itu. Tapi tangannya menyenggol gelas dan...
"Untung aja gak jatuh, lo bisa minta tolong Shana," ujar seseorang yang memegang gelas itu dan sepertinya Shana tahu siapa orang itu.
"Naya? Ini beneran kamu?" tangannya meraba-raba udara di sekitarnya.
"Iya, ini gue," ujar Naya dan mendudukan dirinya di sebelah Shana.
"Kamu udah sembuh? Gimana kaki kamu sekarang?" Shana bertanya karena khawatir terhadap kondisi Naya.
"Udah mendingan, buktinya gue bisa ada di sini."
"Syukurlah kalo gitu. Kamu datang sendiri? Biasanya di temenin Meru atau Revan."
"Iya gue sendiri, lo pengen banget ya ketemu Meru." Naya menggoda Shana.
"Apaan, sih. Aku kan cuma tanya. Soalnya kalian kemana-mana berdua."
"Hari ini, gue cuma mau sama lo gak ada yang ganggu." Shana tersenyum mendengar ucapan Naya. Ini adalah impiannya mempunyai teman perempuan dan menghabiskan waktu bersama.
"Oke, kalo gitu sekarang gue bantu lo siap-siap." Setelah itu Naya menyiapkan diri Shana untuk pergi.
***
"Sebenarnya kita mau kemana sih? Kok, gak sampai dari tadi?" keluh Shana karena kakinya sudah pegal berjalan sedari tadi.
"Bentar lagi sampai, kok." Mereka masih berjalan.
Shana dapat merasakan kakinya menyentuk rumput yang tinggi nya sebetis. Sebenarnya mereka sedang berada di mana?
"Nah, sampai. Sekarang lo duduk."
Shana mengikuti perintah Naya. Ia dapat menyentuh rumput yang halus ditangannya. Ia juga dapat mendengar suara air dan suara kicau burung.
"Kita di mana?" Shana sangat penasaran dengan tempat ini.
"Kita lagi ada di danau. Gue dari dulu pengen banget ajak seseorang ke danau ini. Tapi gak ada yang mau gue ajak ke sini," ujar Naya sembari memandang danau yang luas.
"Wah, di sini sejuk banget. Aku suka di sini." Shana tersenyum menikmati semilir angir menerpa wajahnya.
"Kamu punya impian gak, Nay?" tiba-tiba Shana bertanya.
Naya tampak memikirkan sesuatu. "Gue pengen banget keliling dunia melihat bentuk dunia dengan mata gue sendiri."
"Wah, seru juga, ya. Dunia itu seperti apa sih menurut kamu?"
"Dunia yang gue lihat ternyata gak sebesar yang gue bayangin. Ujung dunia pasti bertemu dengan ujung yang lain mereka hanya kumpulan kecil dari yang Tuhan ciptakan," ujar Naya.
"Dunia yang sekarang aku lihat gelap tak berwujud. Tapi aku masih bisa merasakan setiap sentuhan di kulitku. Walaupun dunia yang aku lihat berbeda tapi aku masih bisa merasakannya," ujar Shana.
"Aku ingin jadi air yang mengikuti arusnya. Mau seperti apa pun air tetap melewati semua itu walupun arusnya deras dan berbahaya. Aku mau jadi air yang mengikuti takdir kemana membawanya dan sekarang aku berusaha mengikuti takdir yang telah tercipta." Naya memandang kakaknya dengan kagum.
Shana adalah sosok yang kuat dibalik wajah yang imut itu. Tak seperti dirinya seperti batu. Tampak kokoh diluar namun kosong di dalam.
"Lo pasti bisa melewati semua ini, gue akan selalu berada di sisi lo," janji Naya.
"Aku pegang janji itu, kalo aku udah bisa lihat lagi. Kapan-kapan kita ke sini lagi, ya."
Naya merasa berat mengabulkan permintaannya "Gue gak tahu."
Tiba-tiba air berjatuhan dari langit. Naya segera membantu Shana berpindah namun Shana diam dan berkata "Aku mau menikmati hujan ini. Hujan ini adalah kenanganku sama kamu yang gak boleh aku lupakan."
***
"Kita di kamarku?" Shana dapat merasakan suasana kamarnya begitu mereka memasukinya.
"Iya, ini udah malem lebih baik lo ganti baju dan istirahat," ujar Naya sembari menuntun Shana untuk duduk di ranjang.
"Sayang, tadi kita cuma bisa sebentar perginya. Padahal aku seneng banget kita bisa chilling." Raut wajah Shana terlihat muram setelag mengatakannya.
"Suatu saat nanti lo bisa pergi ke sana, bareng sama orang yang lo sayang," ujar Naya.
"Nanti kita ke sana lagi, ya?" Naya yang mendengar itu terlihat muram.
"Gue gak bisa janji. Tapi gue harap, lo bisa pergi ke sana walaupun bukan sama gue."
Mengapa Naya berkata seperti itu, mereka bisa saja pergi berdua bahkan bisa mengajak Meru dan Revan. Tapi mengapa perkataan Naya seperti ia tidak akan pernah ikut.
"Kita, kan bisa pergi bareng Meru dan Revan. Kamu harus ikut," ujar Shana dengan manja.
Naya hanya bisa tersenyum "Gue gak janji."
"Oh, iya. Waktu lo ulang tahun gue gak kasih kado, kan? Sekarang gue mau kasih kado buat lo," Shana sangat bersemangat mendengar itu.
"Wah, terima kasih loh. Di mana kadonya?" tanya Shana dengan ekspresi gembira.
"Kadonya 3 hari lagi baru dateng. Gue harap lo pakai dengan baik, ya," ujar Naya.
Shana berpikir kado seperti apa yang akan di berikan Naya. Pengirimannya saja memerlukan waktu tiga hari. Apakah seistimewa itu? Shana tak sabar menunggu kado dari Naya.
"Tenang aja, aku bakal jaga kado dari kamu dengan baik," ujar Shana.
Naya nampak senang melihat Shana sangat senang dengan kadonya nanti.
"Kadonya sebesar apa, sih sampai lama banget pengirimannya?"
"Kadonya gak besar, tapi bermanfaat buat lo," Shana hanya menganggukan kepalanya.
"Aku gak sabar lihat kado dari kamu," Shana tersenyum manis hingga membuat matanya berbentuk bulan sabit.
"Semoga lo suka."
"Aku bakal suka apapun pemberian dari kamu."
Andai Naya bisa melihat senyum itu selalu. Ia rela menukar semua yang ia miliki hanya untuk bersama dengan Shana, kakak kandungnya yang selama ini terpisah.
Naya tak bisa menahan air matanya. Kenapa takdir mempermainkan kehidupannya seperti ini? Banyak hal yang harus ia lewatkan dengan orang-orang tersayangnya.
"Kalo gitu, gue pulang dulu," pamit Naya dengan suara serak karena menangis tadi.
"Iya, hati-hati di jalan. Besok-besok kita main lagi, ya," seru Shana.
"Maaf, gue gak bisa janji."
"Ingat pesan gue. Apapun yang gue lakukan demi kebaikan semua orang. Oke?"
Shana mengernyitkan keningnya. Kenapa Naya mengatakan hal itu?
"Gue pulang, sekali lagi maaf," setelah itu hanya suara decitan pintu yang tertutup.
Shana heran mengapa sedari tadi Naya selalu mengucapkan 'maaf' berulang kali. Shana merasa Naya tidak melakukan kesalahan apapun.
***
Masa ospekku udah selesai. Jadi sekarang bisa up lagi sesuai jadwal.
Terima kasih untuk kalian yang masih membaca cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
Teen Fiction(TAMAT) Shana selalu di tindas Sandra ketika dirinya pertama kali masuk sekolah ini. Padahal dia tak pernah mengenal Sandra. Hingga dirinya bertemu dengan Naya dan Meru yang membantunya. Siapa sangka pertemuan mereka mengungkap sebuah rahasia di ant...