41. After You Go

13 2 2
                                    

Laki-laki itu terlihat tampan dengan kaos putih yang dibalut jas berwarna hitam dan dipadukan dengan celana jeans senada. Senyum lebar hingga membuat matanya menghilang menghiasi wajah tampannya. Tampaknya laki-laki itu akan menemui sang kekasih karena membawa buket bunga.

"Sore, Pak," sapanya kepada penjaga gerbang yang membukakan pintu gerbang.

"Sudah lama gak ke sini, Den," balas Bapak itu.

Ia tersenyum lembut, "Biasa Pak, sibuk," jawabnya diakhiri kekehan.

"Masih ingat kan, tempatnya?" tanya Bapak itu.

"Tentu, saya gak akan lupa. Kalo begitu, saya permisi," ujarnya pergi memasuki tempat itu.

Ketika masuk hamparan rumput hijau membentang sejauh mata memandang. Angin sore berhembus kencang di tempat ini sehingga laki-laki jangkung itu mengeratkan jas yang ia pakai.

Ia semakin memasuki tempat itu berbelok ke kanan dan kiri melewati banyak orang yang terbaring di sana.

"Hai, udah lama nunggu, ya," sapanya ketika menemukan seseorang yang ia cari.

"Maaf, aku jarang ke sini soalnya sibuk banget hari ini."

"Oh iya, aku bawain bunga kesukaan kamu," ujarnya meletakan bunga yang ia bawa.

"Ini bunga yang aku tanam, mereka tumbuh dengan indah di rumahku. Kamu harus lihat itu."

"Gimana keadaan kamu? Kamu bahagia di sini?" tanyanya.

"Aku kesepian karena kamu di sini. Kamu tega, buat aku jadi sendirian," adunya.

"Kenapa kamu tega, sih?"

Ia mengelus batu bertuliskan Anaya Putri bin Lesmana itu. Ia mengelusnya dengan lembut seolah batu itu rapuh, serapuh hatinya.

"Kamu tinggalin aku di sini sendiri. Aku merasa hidup aku hampa tanpa kamu," celotehnya.

"Kamu bilang kamu pergi untuk kebaikan semua orang, tapi aku gak baik, Nay. Aku hancur karena kamu gak ada. Aku harus gimana?" keluhnya kepada tanah didepannya.

"Aku harus gimana? melupakan kamu? sudah kulakukan, tapi hasilnya nihil. Seperti kata kamu semakin di lupakan semakin dalam tertanam di pikiranku."

"Udah lama kamu pergi tapi aku belum bisa melupakanmu, Nay," lirihnya.

"Tapi kamu gak usah khawatir, aku akan mencari kebahagiaanku sendiri seperti kamu bilang. Jadi bantu aku, ya, Nay. Bantu aku menemukannya," ujarnya dengan penuh kesungguhan.

"Bantu aku.."

"Oh, di cariin kemana-mana ternyata di sini." Suara itu membuatnya menengok ke belakang.

"Lo? Kenapa bisa di sini?" tanyanya.

"Aku ikutin kamu, sekarang kamu gak bisa lari lagi," ujar perempuan itu dengan tangan terlipat di depan dada.

"Gue udah bilang, ada urusan gak lama. Kenapa lo malah ikutin gue?"

"Gak lama dari mana? Udah satu jam aku buntutin kamu, Revano. Masih bilang gak lama. Sebenarnya kamu ngapain, sih, lama-lama di kuburan gini? Gak takut ketempelan," sungut perempuan berambut panjang itu.

"Bukan urusan lo, sekarang lo pergi," titah Revan.

"Aku akan pergi kalo kamu juga pergi. Waktu kita gak banyak anak lain udah nungguin."

"Keras kepala," desis Revan.

"Cepet kamu ketua kelompok gak boleh seenak jidat, dong. Jangan melalaikan tugas mentang-mentang kamu pinter," tutur gadis itu.

IneffableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang