Revan kini sedang berada di depan sebuah pintu. Ia tampak ragu ingin masuk. Bunga digenggamannya diayunkan ke atas ke bawah menimang harus kah ia masuk?
"Nak, Revan. Kenapa di luar silahkan masuk." Revan terperanjat ia menggaruk tengkuknya. "Iya, Om."
Revan memasuki ruangan berwarna putih tak banyak benda di sini hanya sebuah sofa, meja kecil, televisi serta ranjang yang kini berisi seorang pasien.
"Hai, Shana. Bagaimana keadaan kamu?" Shana hanya duduk diam pandangannya kosong.
"Aku bawain bunga buat kamu, kamu suka bunga kan?" Shana tetap diam tak bersura.
Revan menghembuskan nafasnya kasar. "Aku tahu gimana perasaan kamu sekarang."
Revan memandang Shana lekat ia merasakan apa yang Shana rasakan ketika melihatnya. "Aku cuma mau bilang ini bukan akhir hidup kamu, ini ujian dari Tuhan untuk menguji umat-Nya. Tuhan memberi ujian kepada hamba-Nya sesuai dengan kemampuannya. Aku yakin kamu bisa melewati ini kamu kuat Shana."
Shana tetap diam, Revan sedih melihat Shana seperti ini. Ia menemukan Shana tergeletak di jalan dengan keadaan banyak luka ditubuhnya. Ia segera menghubungi ambulans dan membawanya ke rumah sakit.
Revan tak menyangka kecelakaan ini membuat kondisi Shana menjadi seperti ini. "Aku mohon, kamu jangan seperti ini. Aku tahu kamu kecewa, marah dan sedih tapi kamu gak boleh kaya gini."
Revan mulai frustasi melihat kondisi temannya ini. "Kamu gak kasian liat ayah dan bundamu sedih melihat kamu gak mau ngomong. Kamu gak sedih lihat aku kaya gini. Hidup kamu masih panjang Shana jangan seperti ini kumohon."
"Naya dan Meru pasti sedih melihat kamu seperti ini, kamu harus segera kembali menjadi Shana yang ceria dan periang supaya kalo Naya dan Meru ketemu kamu mereka gak akan sedih." Shana masih tetap diam dengan pandangan kosong.
"Dunia kamu yang lama udah berubah jadi yang baru. Aku harap kamu bisa menjalani kehidupanmu yang baru di dunia ini. Aku, Naya dan Meru akan selalu bersamamu."
Setelah itu Revan berpamitan untuk pulang. Setelah Revan meninggalkannya sendiri. Air matanya meluncur membasahi pipinya. Ia marah, kecewa, dan sedih. Kenapa Tuhan harus memberikan cobaan seberat ini?
Jika ia tidak ingin menerima takdir ini bolehkah ia pergi? Ia sudah tak sanggup lagi.
***
Pintu kamar Naya tiba-tiba di buka kasar oleh seseorang. Naya terperanjat kaget siapa orang yang membuka pintu seperti itu.
"Lo?" ujar Naya begitu melihat siapa yang datang.
"Gimana keadaan lo?" Meru bertanya dan memasuki ruangan.
"Ya, begitulah," jawab Naya datar. "Gue minta maaf. Seharusnya gue gak ninggalin lo sendiri kemarin." Meru menyesali perbuatannya kemarin ia bodoh karena tersulut emosi. Tak seharusnya ia meninggkan Naya sendiri.
"Bukan salah lo, kok. Lo bener, gue egois gue lebih mentingin perasaan orang lain daripada diri gue sendiri."
Meru langsung mendekap Naya menyalurkan kehangatan. "Lo gak salah, gue yang salah. Jangan sakiti diri lo lagi gue mohon." Naya mengangguk
"Gue mau operasi," ucapnya ketika pelukan mereka terurai. "Serius? Bagus dong. Lo gak boleh patah semangat, gue akan selalu nemenin lo." Meru senang mendengar kabar ini demi kesembuhan Naya.
"Kapan operasinya?"
"Gue juga gak tahu katanya tunggu hasil leb dulu." Meru mengangguk paham.
"Kenapa lo tiba-tiba pengen di operasi?"
"Rambut gue udah banyak yang rontok. Gue gak mau rambut gue rontok lagi, jadi gue mau di operasi," canda Naya.
Tak
Meru menjitak kepala Naya pelan. "Alasan macam apa itu?" ucap Meru dengan dengusan..
Naya hanya tersenyum menanggapi Meru.
"Apapun yang terjadi gue akan selalu di sisi lo." Mereka saling menyunggingkan senyum satu sama lain.
Setelah menjenguk Naya, Meru pamit pulang tapi ia seperti melihat seseorang yang ia kenali. Ia menepuk bahu orang tersebut dan orang itu menoleh.
"Meru?"
"Ngapain lo di sini?" Meru bertanya pada Revan.
"Gue, abis jenguk Shana." Meru membelalakan matanya. Shana di rumah sakit dan dia tak tahu.
"Shana kenapa?"
"Shana kecelakaan dan sekarang dia mengalami kebutaan." Meru syok mendengar perkataan Revan bagaimana bisa Shana mengalami ini.
"Gue juga gak tahu, gue nemuin dia udah tergeletak di jalan dengan banyak luka."
Apa ini ada hubungannya dengan peristiwa kemarin. Jangan-jangan Shana lari dan tertabrak. Ia merasa bersalah karena peristiwa ini pasti berhubungan dengan dirinya.
***
Lesmana memasuki ruangan putrinya. Ia mendekati putrinya yang kini sedang tertidur. Ia duduk di samping putrinya dan mengelus lembut kepalanya.
"Ayah.." Lesmana terkejut putrinya sudah mulai berbicara. "Iya, sayang."
"Maafin Shana, Yah. Shana udah buat Ayah dan Bunda sedih."
"Kamu gak salah sayang, yang salah Ayah yang gak bisa menjaga putri Ayah."
Shana menggeleng, "Shana minta maaf udah buat Ayah dan Bunda khawatir. Shana sayang kalian."
Lesmana memeluk sang putri. Ia mendekap erat sang putri. Mengapa Shana harus mengalami hal seperti ini
Pintu kamarnya tiba-tiba terketuk. Ayahnya segera membuka pintu.
"Saya Meru temannya Shana, boleh saya menjenguk Shana?"
"Silahkan masuk, Ayah tinggal kalian ya." setelah itu Meru masuk.
Ia melihat Shana yang kini tampak menyedihkan dengan mata sembab dan wajah dipenuhi luka. Ia sangat menyesal karena dirinya Shana menjadi seperti ini.
"Hai, Shana." Shana mendengar suara memanggil dirinya. Ia mencari di mana suara itu berasal. "Gue di sini."
Shana merasakan tangannya di genggam seseorang. "Meru" sembari meraba wajah Meru. "Iya, ini gue."
"Maafin gue, karena kejadian kemarin lo jadi gini. Gue minta maaf," ucap Meru dengan tulus.
"Bukan salah kamu, ini udah jadi takdir aku. Kamu gak salah." Meru menggeleng ia merasa terlibat dengan kejadian yang menimpa Shana.
"Kejadiannya gimana sampai lo bisa kaya gini?" Meru penasaran cerita sebenarnya.
"Sandra, dia bawa aku kesuatu tempat lalu aku di pukul dan Vero datang aku bisa lolos tapi di jalan aku di tabrak truk."
"Vero siapa?" Ia belum pernah mendengar nama itu. "Dia adalah cinta pertamaku dan teman pertamaku di SMP dan ternyata Sandra adalah teman masa kecilnya Vero. Dia cuma salah paham sama aku."
"Emang udah gila tuh manusia. Bukan, bukan manusia. Dia iblis." Meru marah sekali mendengar penjelasan Shana.
"Gue akan jeblosin dia ke penjara". Shana menggeleng. "Jangan Meru, udah biarin aja dia hanya salah paham"
"Gue heran sama lo, kok baik banget jadi orang."
"Biar Tuhan saja yang menghukum dia, aku sebagai manusia menyerahkan semuanya pada Yang di atas."
Meru sangat kagum dengan Shana. Dia sudah mengalami hal buruk tapi masih saja memikirkan orang lain. Ia tak pernah menaruh dendam pada seseorang walaupun dirinya harus kehilangan sesuatu yang berharga untuk dirinya. Bagaimana bisa Meru tak menyadari ada sosok bidadari berhati malaikat dihapannya.
***
Maaf sebelumnya karena telat up
karena wp eror tadi jadi baru up
Selamat membaca
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
Teen Fiction(TAMAT) Shana selalu di tindas Sandra ketika dirinya pertama kali masuk sekolah ini. Padahal dia tak pernah mengenal Sandra. Hingga dirinya bertemu dengan Naya dan Meru yang membantunya. Siapa sangka pertemuan mereka mengungkap sebuah rahasia di ant...