20. Datang Kembali

16 5 1
                                    

Udara segar di kota adalah hal yang amat sulit di dapat. Tapi di kota ini masih bisa merasakannya walai tak seperi di desa. Jalanan padat seperti ini, menjadi pemandangan umum apalagi jika pagi hari awal kegiatan manusia. Tapi untung saja pemandagan di kota ini masih asri dan indah. Sedikit mencuci mata dipagi hari.

Kaki itu melangkah ke sebuah bangunan yang cukup besar. Banyak pepohonan di dalamnya dan juga manusia yang memakai baju berwarna abu dan putih.

Sudah lama ia tak berjumpa dengan kekasih hatinya. Perjalanan yang cukup lama hingga dia bisa menemukan sang pujaan hati.

Target sudah terdeteksi kini tinggal eksekusinya saja. Menunggu waktu yang tepat untuk menjalankan semuanya.

Ia merogoh saku celananya dan mengambil ponsel pintar miliknya. Ia mengetik pesan singkat dan mengirimnya. Senyum tercetak di wajahnya.

"Aku datang kembali," batinnya berbicara.

***

Kelas hari ini, sangat ramai karena sekolah mengumumkan minggu depan akan diadakan ujian semester akhir. Semua tampak sibuk mempersiapkan bekal mereka untuk pertempuran mereka.

Shana juga tengah mempersiapkan dirinya. Ia kini sedang belajar di mejanya. Kepala mulai pening mencari jawaban dari soal dibukunya.

"Ini kenapa gak ada jawabannya sih?" Sudah berulang kali ia menghitung tapi jawabannya tidak ada yang sama dipilihan yang tersedia. "Apa soalnya yang salah?" tanya kepada dirinya sendiri.

"Soalnya gak salah, tapi cara yang di pake salah." Shana mendongak melihat Naya berada di depannya. "Ini tuh pakai rumus F = m a baru nanti bisa pakai I = F ∆t"

"Oh gitu, dari tadi aku salah masukin angka ternyata, pantas aja salah." Shana heran kenapa Naya bisa sepintar ini. Selama mereka sekelas, ia tidak pernah melihat Naya membuka bukunya. Ia hanya akan diam memandang papan tulis.

"Kami bisa bantu aku kerjain yang lain?" Shana membutuhkan bantuan Naya agar ia dapat mengerjakan soal-soal ini. "Oke, mana lagi yang susah?" Naya dengan senang hati membantu.

Bel istirahat berbunyi. "Udah istirahat, ayo ke kantin," ajak Naya ,namun ditolak Shana. "Aku mau ke perpus, mau balikin buku. Kamu ke kantin aja sama Meru." Naya mengangguk tanda mengerti.

"Kalo gitu ada yang mau lo titip gitu?" Naya bertanya. "Nggak ada." Setelah itu mereka berpisah.

Ditangannya terdapat beberapa buku. Ia akan mengembalikan buku-buku ini dan meminjam yang baru. Penjaga perpus sepertinya sedang istirahat karena tak terlihat. Shana memutuskan memilih beberapa buku yang akan ia pinjam.

Saat mengambil sebuah buku tiba-tiba ada seseorang di depannya. Shana kaget alhasil buku yang ia pegang terjatuh dan mengenai kaki orang itu.

"Aduh." Orang itu mengaduh. "Maaf, aku gak sengaja." Shana segera mengambil buku yang tebal itu. Pasti sakit tertimpa buku setebal itu, batin Shana.

"Aduh sakit, kamu harus tanggung jawab" ujar orang itu. "Revan?" Shana mendongak dan melihat Revan kini berdiri menjulang di depannya.

"Kamu harus tanggung jawab sama kakiku." Revan mengusap kakinya.

"Iya aku bakal tanggung jawab."

"Oke kalo gitu, nanti sore aku tunggu kamu di dekat stasiun," ujar Revan dan berlalu peegi meninggalkan Shana dengan wajah yang bertanya-tanya.

"Apa seserius itu, sampai harus ke rumah sakit," batin Shana bertanya pada dirinya.

***

Sore ini sesuai janjinya ia sudah berada di stasiun. Ia menggunakan kaos polos berwarna putih dipadukan dengan celana jeans hitam dan tas selempang kecil. Shana berharap kaki Revan tidak parah sehingga tidak perlu sampai di bawa ke rumah sakit.

"Hai, udah nunggu lama ya." Shana menengok orang disampingnya. "Nggak, kok. Aku juga baru dateng. Ayo sekarang kita periksa kaki kamu takutnya kenapa-napa."

Revan tertawa melihat Shana yang begitu polosnya. "Kamu kok, polos banget sih," sembari mengacak rambutnya.

"Ya, sudah ayo kita pergi " Revan memberikan helm kepada Shana. Ia memang membawa motor, tapi jangan salah ia tidak membawa motor besar seperti di film-film. Motor metik berwarna hitam itu yang menemaninya kemana pun ia peegi selama ini.

"Pake helmnya, kamu harus cepat tanggung jawab." Setelah itu mereka pergi entah kemana.

"Loh, kok kita kesini? Katanya aku harus tanggung jawab." Setelah tiba ditujuan Shana heran mengapa Revan membawanya kemari. "Iya, kamu harus tanggung jawab. Kamu harus temenin aku makan di sini."

Wajah Shana berubah seketika. Sepertinya ia dikerjai "Kamu polos baget sih, kakiku udah gak sakit. Kalo masih sakit gimana coba aku bisa bawa motor."

Revan tertawa melihat wajah Shana yang tampak kesal. Ini memang modusnya agar bisa mengajak Shana pergi. Dari awal mereka bertemu ia tertarik dengan Shana. Gadis polos dengan tingkah yang menggemaskan menurut Revan sendiri.

"Udah yuk, masuk. Aku udah lapar." Revan mengajak Shana masuk ke sebuah restoran.

"Kamu pilih aja mau makan apa. Aku yang tratir"

Shana masih kesal karena Revan mengerjainya. Ia sedari tadi diam tak berminat walaupun sebenarnya ia juga lapar.

"Kok, cemberut terus sih. Nanti cantiknya hilang loh." Revan mulai menggoda Shana. "Maaf kalo aku udah bohong sama kamu. Soalnya aku gak tahu gimana caranya biar bisa ajak kamu pergi." Revan merasa bersalah karena berbohong.

Shana merasa tersentuh. Ternyata Revan juga anak yang pemalu. Jika dia ingin mengajaknya pergi, maka katakan saja ia dengan senang hati mau menemani.

"Aku maafin, lain kali kalo kamu mau ajak aku pergi bilang aja. Aku dengan senang hati mau, kok." Revan langsung tersenyum mendengar perkataan Shana. Gadis didepannya memang gadis yang baik.

"Minggu depan ujian, kamu udah ada persiapan apa? " Revan bertanya basa-basi.

"Gak ada persiapan khusus sih. Aku serahin hasilnya sama yang di atas." Shana pasrah jika hasil ujiannya tidak memuasakan.

"Kok, gitu sih. Kamu gak boleh pasrah gitu aja. Manusia itu diciptakan dengan akal dan pikiran. Kalo kamu gak bisa, bukan berarti kamu bodoh. Kamu harus belajar lebih giat lagi dan jangan lupa berdoa. Doa dan usaha adalah kunci keberhasilan seseorang."

"Tapi aku udah berusaha, tetap aja gak ada kemajuan." Shana tampak lesu. "Berarti usaha kamu kurang maksimal atau doa kamu belum dikabulkan. Kadang waktu adalah alasan keberhasilan tertunda. Jadi kamu perlu menunggu aja," ujar Revan tersenyum.

Dari kejauhan ia bisa melihat sosok itu tampak bahagia dengan orang lain. Ia mengepalkan kedua tangannya ketika melihat sang pujaan tertawa dengan orang lain. Seharusnya ialah yang berada disana tertawa bersama dengan pujaan hatinya.

"Kamu udah lupa aku, ya," gumamnya dengan memandang sosok lain bengis.

***


IneffableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang