Kini Shana, Naya, dan Meru sedang berada di taman kota. Di sini banyak anak-anak seusia mereka berkumpul. Ada yang hanya sekedar mampir bahkan berpacaran di sini.
Sore hari seperti ini memang taman ini akan ramai oleh pengunjung dan pedagang. Kini mereka sedang menikmati sosis bakar yang mereka beli.
"Aku baru tahu kalo sore di sini rame banget," ucap Shana sembari memakan sosis.
"Lo kalo makan belopotan sih kaya anak kecil." Meru membersihkan saus yang menempel di sekitar bibir Shana.
Shana merasa perutnya di gelitiki. Jarak wajahnya dan Meru sangat dekat. Ia bisa melihat bentuk wajah Meru dari jarak ini. Pipinya bersemu, ia mulai salah tingkah.
"Jauhan ih, ngapain sih deket-deket." Shana mendorong bahu Meru menjauh.
"Gue bersihin bukannya bilang terima kasih."
"A-aku bisa sendiri kok, g-gak butuh bantuan kamu," ucap Shana dengan gugup.
"Kenapa lo jadi gugup? Lo naksir gue ya?" ucap Meru dengan entengnya.
Shana seketika membeku bagaimana Meru bisa menebak perasaanya. "Wajar sih, gue kan ganteng," ujar Meru dengan percaya diri.
"Berisik lo, jangan ke-pe-de-an kalo jadi orang. Jomblo kaya lo jangan ngaku-ngaku," cibir Naya ia heran dengan Meru yang tidak tahu malu ini.
"Sirik aja lo," ujar Meru sembari melempar daun kering kepada Naya.
"Gue gak sirik sama jomblo kaya lo, lagian gue lebih pinter dari lo. Apa yang buat gue sirik sama lo." Naya menjulurkan lidahnya mengejek.
"Sombong banget jadi orang. Awas kena azab."
"Gue sombong karena ada yang bisa gue sombongin. Emang lo."
Shana harus segera menghentikan perdebatan absrud mereka. "Kalian berhenti! Ini di tempat umum masih aja berantem."
"Dia dulu yang mulai." Tunjuk Meru pada Naya.
"Lo duluan yang mancing-mancing." Naya membela dirinya.
"Kalian berdua yang salah. Kalian kaya anak kecil aja berantem terus." Shana heran setiap mereka bertemu pasti bertengkar.
"Aku mau beli minum dulu, kalian mau nitip?" Tanya Shana.
"Boleh dong, gue haus banget," ujar Naya. "Gue juga dong, maaf ya," seru Meru.
"Oke kalo gitu aku beli dulu." Kemudian Shana pergi.
Selepas Shana pergi keadaan menjadi canggung. Meru terus melirik Naya di sebelahnya. Semenjak pernyataannya tempo lalu ia masih malu jika harus di dekat Naya seperti ini.
"Nay__"
"Meru__"
Ujar mereka bersamaan. Meru menggaruk tengkuknya yang tak gatal sedangkan Naya berdehem pelan.
"Lo dulu aja," ujar Meru.
Naya menatap Meru, "Gue cuma mau bilang, terima kasih."
"Terima kasih selama ini lo udah bantu gue," ujar Naya dengan tulus.
"Setelah gue tahu semua kenyataan pahit ini, gue sempet stres karena gue pikir hidup gue sia-sia. Tapi karena ada lo dan Shana gue jadi punya motivasi buat menjalani hidup kembali. Gue jadi menemukan apa yang namanya harapan dan mungkin kalian adalah jawaban dari do'a gue selama ini."
Meru tersenyum kecil, "Gue akan selalu di sisi lo, percaya itu." Naya mengangguk. "Sekarang giliran lo."
"Gue mau bilang__" Meru menarik nafas dalam.
"Gue suka sama lo, gue tulus suka sama lo bukan karena kasihan atau apa pun. Gue bener-bener suka sama lo," ujar Meru dengan wajah memerah.
"Gue__"
Brakk
Ucapan Naya terputus karena suara benda jatuh di belakang mereka.
"Ah.. maaf aku gak sengaja, aku belikan lagi, ya." Shana segera pergi dari hadapan Naya dan Meru.
"Shana tunggu!"
Shana terus berlari ia tak menghiraukan panggilan dari siapapun. Ia hanya butuh waktu sendiri.
Lelah berlari, Shana berhenti di halte bus. Ia masih terkejut dengan apa yang ia dengar tadi. Meru menyatakan perasaannya kepada Naya. Shana merasakan hatinya di remas kuat. Sakit hati adalah apa yang kini ia rasakan. Ia tak bisa membendung air matanya.
"Hiks... Hiks... "
Kekhawatirannya selama ini terjadi di depan matanya. Ia tak menyangka ternyata dugaan Revan benar. Seharusnya ia tahu jika Meru menyimpan perasaan kepada Naya. Perlakuan Meru terhadap Naya memang berbeda, ia buta tak bisa melihat itu.
Di saat dirinya merasakan apa itu jatuh cinta di saat yang sama ia merasakan arti jatuh yang sebenarnya. Sakit sekali, Shana terus menangis di halte ini tak peduli orang menatapnya.
"Hiks... Hikss"
Meru adalah orang yang bisa membuat dirinya bisa memandang dunia dengan sudut lain. Membuat dirinya merasa diperlakukan spesial. Meru orang yang membuatnya jatuh cinta dan patah hati sekaligus.
"Kenapa sakit sekali." Shana terus menangisi takdir hidupnya.
Takdir mempermainkannya seperti ini. Kenapa ia tak bisa merasakan kebahagiaan seperti orang lain?
Shana mendongakan kepalanya ketika melihat sepasang kaki didepannya.
Shana mengernyit. Kenapa dia ada di sini?
"Ikut gue!" Tangannya di tarik dan di bawa masuk ke dalam sebuah taksi.
"Kamu mau bawa aku kemana?" Shana bertanya, perasaannya tak enak sekarang.
"Lo akan tahu nanti." Dia tersenyum miring membuat Shana merinding.
Shana tahu ada yang tidak beres dengan semua ini. Ia harus mengirim pesan kepada Meru atau Naya agar mereka tahu keberadaannya. Belum sempat ia mengambil ponsel, mulutnya di bekap dan pandangannya tiba-tiba mulai gelap dan ia tak sadarkan diri.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
Teen Fiction(TAMAT) Shana selalu di tindas Sandra ketika dirinya pertama kali masuk sekolah ini. Padahal dia tak pernah mengenal Sandra. Hingga dirinya bertemu dengan Naya dan Meru yang membantunya. Siapa sangka pertemuan mereka mengungkap sebuah rahasia di ant...