Kehilangan adalah cara terbaik untuk belajar ikhlas tanpa batas.
***
🍂-Happy Reading-🍂Burung-burung kecil berterbangan di langit dengan suara-suara kicauan yang semakin membuat suasana duka terasa. Pemakaman umum di penuhi lebih dari 30 orang dengan pakaian serba hitam, tertunduk menggumamkan doa-doa. Di depan mereka terdapat gundukan tanah liat merah yang masih basah, serta taburan kelopak-kelopak mawar diatasnya.
Rafa berlutut, mencengkram gundukan tanah liat merah, tidak memperdulikan baju hitam yang dikenakannya akan kotor. Rafa mengusap-usap nisan kayu berwarna putih bersih, tatapannya satu saat kembali membaca ulang nama yang tercantum dalam nisan.
Thania Zaheira Greynata
Binti
Reyvan Arkan Greynata
Lahir, 16-Maret-2020
Wafat, 16-Maret 2020Thania. Nama yang cantik, mungkin jika nyawa calon adik perempuannya itu masih bisa tertolong, dia akan tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Rafa menggigit bibir bagian dalamnya, membayangkan saat Thania sudah tumbuh dewasa, di kagumi dan disukai oleh banyak laki-laki, Rafa yang paling terdepan untuk melindunginya dari laki-laki yang berani berbuat macam-macam.
Rasa sesak itu kian menjalar, seharusnya sekitar 3 bulan lagi Rafa akan merasa kebahagiaan karena kehadiran adik perempuan yang dinantikannya, Rafa sudah berjanji akan menjaga adiknya, mengajaknya bermain, menyayanginya lebih dari apapun. Tetapi ternyata Tuhan mempunyai kehendak lain, yang tidak pernah ia sangka-sangka.
Tepat dibelakangnya, Rey yang merangkul bahu Rasta berusaha menahan suara isak tangisnya, ia harus kuat dan mengikhlaskan semua yang terjadi. Rey semakin merasa tidak tega, serta gagal menjadi sosok pelindung untuk keluarganya, terutama istri tercinta. Rey mengusap air matanya kasar, mengusap punggung Rafa untuk menenangkan.
Tidak ada kehadiran Rachel disini, istrinya itu masih terbaring di brankar rumah sakit dalam keadaan kritis. Rey tidak bisa berkata-kata jika suatu saat nanti istrinya telah sadar dan mengetahui semua yang terjadi secara tiba-tiba.
Doa selesai, Pak Ustadz yang sedaritadi memimpin doa berpamitan untuk pulang, diikuti oleh beberapa tetangga-tetangga yang ikut acara pemakaman. Berbeda dengan ketiga sahabatnya, Tiara, Anggi, dan Alea gadis yang dicintainya. Mereka tetap menunggu Rafa, tidak tega meninggalkannya sendirian.
"Kamu ikhlasin ya Rafa. Tuhan tau mana yang terbaik," ucap Regan—Papa Arlan yang membungkuk, mengelus rambut hitam keponakannya.
Rafa terdiam seakan membisu, sekedar menjawab dengan kalimat-kalimat singkat bibirnya terasa kelu. Semuanya tertahan, bersama dengan rasa amarah, emosi, dan kekecewaan. Tangis Rafa tertahan, walaupun rasa sesak yang semakin menggerogotinya.
"Ayo kita pulang Rafa, nanti sore kita harus balik lagi ke rumah sakit." Rey melangkah mendekati anak pertamanya, merangkulnya dengan lembut.
Namun Rafa mengelak, menghempaskan tangan Ayahnya. Pijakannya pada tanah semakin kuat, Rafa tidak rela meninggalkan tempat ini terlalu cepat, ia ingin berlama-lama ditempat ini, berbagi cerita dengan adik kesayangannya.
"Ayah bisa pulang duluan, aku masih mau disini." Rafa berseru dengan suara yang terdengar samar-samar.
Rey menghela nafasnya panjang, tidak ada yang bisa ia lakukan selain menuruti permintaan anaknya. Rey merangkul bahu Rasta, menolehkan kepalanya ke arah teman-teman Rafa yang tengah mengamati interaksinya dengan anaknya.
"Saya titip Rafa sama kalian," ucap Rey sebelum berjalan menjauhi pemakaman bersama Regan dan Alena—Istrinya.
Suasana diantara mereka terasa sunyi, bahkan suara jangkrik pun terdengar menggema. Mereka belum berani untuk mengajak Rafa berbicara, takut kalau Rafa merasa terganggu, apalagi saat ini perasaan Rafa terlalu sensitif.
KAMU SEDANG MEMBACA
[GS1] Opposite Characters
Teen FictionSEQUEL REYRA. [Completed] Tentang dia, yang membuat aku mengenal arti kehidupan lebih jauh. Dia yang mengajariku untuk tersenyum, tertawa, dan menangis karena kebahagiaan. Hanya laki-laki bertingkah unik yang membuatku sedikit demi sedikit melupakan...