Ikhlas itu tidak terucap.
Sabar itu tidak terbatas.***
🍂-Happy Reading-🍂Rafa memperhatikan barang-barang bawaannya untuk perkemahan yang sudah di masukan kedalam ransel hitamnya. Tidak terlalu banyak tapi tasnya sangat berat. Rafa mendengus, membayangkan punggungnya akan pegal-pegal pada malam hari. Apalagi ia harus tidur dalam tenda kecil yang berisikan 7 orang.
"Kamu jangan lupa bawa toya Raf," ucap Bunda—Rachel yang baru saja turun dari tangga, wanita itu berjalan menghampiri anaknya, memasangkan dasi pramuka dan topi baret.
Jika bukan pencitraan semata di depan orangtuanya Rafa malas memakai dasi yang membuat lehernya terasa tercekik, serta topi baret yang semakin membuatnya terlihat seperti anak rajin. Perkemahan akan di adakan selama 2 hari 1 malam, tentunya hanya untuk angkatan kelas 11 saja sebelum melaksanakan ujian kenaikan kelas, yang tidak mengikuti kegiatan perkemahan terancam tidak naik kelas.
Keadaan Bunda saat ini sudah sehat seperti biasanya, walaupun masih sulit menerima kenyataan bahwa harus kehilangan kandungannya. Dan seringkali Rafa ataupun Rasta memergoki Bunda yang melamun di kamar dengan tatapan kosong, bahkan sampai menitikkan air mata.
Merasa semua barang bawaannya lengkap, Rafa menutup kembali resleting. Menggendong ransel hitamnya di punggung. Sesekali ia melirik arloji hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam sudah menunjukkan pukul 07.30 WIB, sedangkan semua siswa-siswi harus berkumpul di sekolah tepat pukul 08.00 WIB.
"Ayah kemana Bun? Waktu Rafa cuma 30 menit lagi," Rafa berseru dengan perasaan gelisah.
"Daritadi Ayah udah nunggu di luar, kamu aja yang kelamaan, mondar-mandir terus!"
Rafa memasang cengiran lebar khasnya, ia berlari keluar rumah walaupun punggungnya terasa berat. Benar kata Bundanya, di luar sana Ayahnya sedang memanaskan mobil sambil bersandar menyeruput kopi susu kesukaannya. Rafa membuka pintu belakang membuat Ayahnya hampir terhuyung, memasukkan ransel berserta dirinya.
"Cepet Yah, kalau telat bisa di amuk Bu Erlin!"
"Kamu ini ngagetin aja sih! Tunggu kopi Ayah masih banyak," Ayah—Rey meneguk sedikit demi sedikit kopi di dalam gelas yang asapnya masih mengepul.
"AYAH!!" sentak Rafa kesal, lalu menutup kaca mobil.
Rey mengalah, ia menaruh segelas kopi susunya di atas meja yang berada di halaman rumah. Kemudian memasuki mobil sedan putihnya, membunyikan klakson agar Mang Aji membukakan gerbang. Setelah gerbang terbuka lebar, Rey melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.
Berkali-kali Rafa mendesak Ayahnya untuk menambah kecepatan, namun Ayah tetap kekeuh dengan pendiriannya. Rafa menghela nafas panjangnya, pasrah kalau sampai di sekolah harus telat dan mendapat wejangan hangat best couple, yaitu Bu Erlin dan Pak Edan. Dalam waktu 15 menit mobil sedan berwarna putih itu terhenti di depan gerbang selah yang terbuka lebar. Rafa membuka pintu mobil terburu-buru, menggendong ranselnya di punggung.
Ada sekitar 4 bus berukuran besar yang terparkir di dalam sekolah. Semua siswa-siswi sudah memasuki bus, terkecuali guru-guru yang masih berada di luar mengunggu siswa-siswi yang datang terlambat. Rafa berlari tanpa mengatakan apapun pada Ayahnya, yang terpenting saat ini bisa menerobos masuk kedalam bus tanpa diketahui best couple.
"Kalau durhaka dari lahir emang begini modelnya!" cibir Rey, melajukan mobilnya menjauhi gebang sekolah anaknya.
Beruntung Bu Erlin dan Pak Edan sedang mengobrol dengan para supir bus. Pintu bagian belakang masih terbuka, Rafa menyusup ke dalam berhati-hati agar tidak menimbulkan suara. Kursi belakang baris kanan kosong, Rafa mendudukan bokongnya. Ia menyolek bahu orang di depannya tidak sabaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
[GS1] Opposite Characters
Teen FictionSEQUEL REYRA. [Completed] Tentang dia, yang membuat aku mengenal arti kehidupan lebih jauh. Dia yang mengajariku untuk tersenyum, tertawa, dan menangis karena kebahagiaan. Hanya laki-laki bertingkah unik yang membuatku sedikit demi sedikit melupakan...