Ajari aku caranya merelakan tanpa harus membenci.
***
🍂-Happy Reading-🍂Malam ini cuaca terlihat cerah, angin berhembus kencang. Bulan sabit menampakkan sinar terangnya, bintang-bintang kecil bertebaran menghiasi langit biru.
Rafa terduduk di teras rumahnya, menyesap teh manis hangat kesukaannya. Jika Rasta menyukai sesuatu yang berbau susu, Rafa lebih menyukai teh hangat dan secangkir cappuccino buatan bundanya.
Tepat satu minggu ia tidak berkomunikasi dengan Tiara, baik secara langsung maupun lewat chat. Walaupun senyuman gadis itu mulai kembali terlihat, namun berbeda saat gadis itu berhadapan dengannya. Senyuman manisnya luntur seketika, berganti dengan sorot mata kecewa.
Dunia remaja terlalu rumit, kalau boleh Rafa ingin kembali menjadi anak kecil yang tidak mengetahui apapun. Rafa hanya ingin bermain dengan Ayah dan Adiknya, mengganggu Ayah saat bersama dengan Bunda, ataupun melukis di perkarangan rumah bersama Ayahnya.
Sedari dulu Tiara memang teman baiknya, keduanya saling menghabiskan waktu dengan hanya bermain petak-umpet, mengikuti permintaan Tiara bermain masak-masakan, dan membuat Tiara menangis adalah hal favoritnya waktu kecil.
Tetapi tidak dengan sekarang, membuat Tiara menangis menjadi hal yang di bencinya. Ia terlihat seperti pengecut, dan tidak ada bedanya dengan Alvin yang terlihat bajingan.
Awalnya Rafa ingin meminta maaf dengan Tiara, namun ia merasa ragu. Untuk sekedar menatapnya sekilas saja Tiara enggan, apalagi mengajaknya untuk berbicara.
Rafa tidak bisa menyalahkan hatinya. Sejak awal MOS ia jatuh hati pada Alea. Pertemuan singkat yang membuatnya selalu terbayang-bayang. Rafa menyukai suara tawa, senyumannya, dan semua yang ada pada diri Alea.
Suara keributan Ayah dan Rasta terdengar bersahutan, menyadarkannya dari lamunan singkat. Rafa melirik arloji hitam yang melingkar di pergelangan tangannya. Pukul 19.45 WIB, masih terlalu sore.
Rafa beranjak dari duduknya, memasuki rumah tidak lupa membawa gelasnya yang sudah kosong. Di ruang tamu Ayah dan Rasta tengah tertunduk karena bunda sedang memarahi mereka. Rafa mengangkat bahunya tak acuh, ia berjalan ke arah dapur untuk menaruh gelasnya. Kemudian melangkahkan kakinya menuju kamarnya yang berada di lantai 2.
Tangannya mengambil hoodie hitam dari dalam lemari, lalu memakainya. Rafa meraih kunci motornya di atas meja belajar, ia beranjak mendekati kaca sekedar merapihkan penampilannya. Merasa siap, Rafa keluar dari kamarnya, menuruni anak tangga dengan hati-hati.
"Makannya kalau Bunda bilang itu nurut Rasta. Sekarang kalau udah rusak main salah-salahan!" omel Rachel.
Rafa yang tidak mengerti akar permasalahan ini hanya memasang wajah bingungnya. Satu sisi ia ingin meminta izin, tetapi sisi lain ia juga takut kena omelan Bundanya. Rafa menjadi bimbang sendiri.
Pada akhirnya Rafa memilih untuk pergi tanpa izin, namun baru beberapa langkah panggilan Bunda menghentikan langkahnya secara mendadak. Rafa membalikkan badannya dengan wajah tertunduk, Bunda kalau sedang marah lebih seram dari Valak di film Conjuring.
"Mau kemana kamu malem-malem gini?!" tanya Rachel tegas.
"Anu-Mau ke rumah Tiara, sebentar aja." balas Rafa takut-takut.
"Mau ngapain sih? Besok juga ketemu di sekolah,"
"Bilang aja mau malmingan nih, sebenarnya kamu tuh seriusin Alea atau Tiara? Jangan jadi fucekboy gitu," goda Rey.
"Sekarang aja malam Jum'at," bela Rafa.
Kedua mata Rey melebar, "Wah, liat tuh Bun anak kita mau ngajak anak gadis orang skidipapap parapapapuyeh!" Rey kembali berseru, tidak lama ia mendapat tendangan dari istrinya di bagian kaki.
KAMU SEDANG MEMBACA
[GS1] Opposite Characters
Teen FictionSEQUEL REYRA. [Completed] Tentang dia, yang membuat aku mengenal arti kehidupan lebih jauh. Dia yang mengajariku untuk tersenyum, tertawa, dan menangis karena kebahagiaan. Hanya laki-laki bertingkah unik yang membuatku sedikit demi sedikit melupakan...