Yang awalnya terlihat biasa saja belum tentu akan berakhir dengan sama.
***
🍂-Happy Reading-🍂Dering bel pergantian jam berbunyi, Pak Imran yang baru saja keluar dari kelas dengan cangkir kopi yang sudah tandas. Selagi menunggu Bu Erlin—selaku guru matematika datang, siswa-siswi 11 MIPA.1 fokus membaca lembar-lembar buku paket matematika yang tebal. Kelas unggulan memang berisikan anak-anak ambisius, cerdas, dan tentunya anak-anak jebolan untuk olimpiade.
Keadaan terlihat berbeda, Rafa tidak seceria biasanya, wajahnya terlihat muram. Tidak ada lagi suara tawa, kejahilan, konser di depan kelas seperti biasanya. Semua tergantikan dengan keterdiaman dan kecanggungan. Bahkan, Arlan yang duduk semeja dengan Rafa merasa di acuhkan.
Walaupun berusaha tidak perduli, tetapi Arlan selalu memperhatikan gerak-gerik sahabatnya. Mulai dari menidurkan kepalanya di atas meja, mencoret-coret selembar kertas putih tanpa tujuan. Semua tidak luput dari penglihatan Arlan.
Tidak lama Bu Erlin memasuki kelas, suasana seketika hening. Bu Erlin menaruh tas kecilnya di atas meja, mendudukan bokongnya di kursi guru yang empuk. Kedua tangannya saling tertaut, mengamati satu-persatu siswa-siswi di kelas ini, kebetulan Bu Erlin sudah sangat hafal dengan wajah serta nama mereka.
"Selamat pagi anak-anak,"
"PAGI BU!" seru mereka bersamaan.
Tatapannya terhenti, mengarah pada salah satu siswa yang duduk di kursi pojok bagian belakang, siapa lagi orang itu kalau bukan Rafa yang tengah menopang dagunya dengan tatapan kosong. Bu Erlin menghela nafas panjang, membuka buku tebal matematika yang dibawanya.
"Baik, hari ini ibu akan menjelaskan materi yang kemarin sekali lagi, setelah itu saya akan memberikan beberapa soal terkait materi ini," Bu Erlin menukas, beranjak dari duduknya mendekati papan tulis. "Dan saya akan memilih secara random. Tolong cermati, pahami, serta persiapkan diri kalian."
Ucapan Bu Erlin bagaikan bayang-bayang yang menghantui pikiran mereka. Apalagi materi kali ini termasuk dalam kategori sulit. Bu Erlin mengambil spidol hitam, menempatkan posisi di depan papan tulis putih yang berukuran lebar. Selama Bu Erlin menuliskan rumus-rumus memecahkan soal, semua mata terlihat fokus, takut-takut jika kesialan itu datang, dan mereka yang tidak mengerti harus tetap maju untuk mengerjakan.
Berbeda dengan Rafa, tangannya bergerak menggambar abstrak di bagian belakang buku. Pikirannya terlalu buyar, menatap lurus ke arah papan tulis rasanya juga malas. Yang ingin Rafa lakukan saat ini hanya pergi menemui Bundanya di rumah sakit.
"Perhatiin dulu Raf, nanti kalau lo yang di suruh maju bahaya," Arlan berbisik, pusat perhatiannya tetap ditujukan pada papan tulis.
Rafa menolehkan kepalanya sekilas, hanya sekilas. Karena setelah itu Rafa menenggelamkan wajahnya di balik lipatan tangan yang tertumpu di meja kayu. Arlan mendengus kesal melihat respon Rafa yang cuek.
Beberapa menit telah berlalu, Bu Erlin menuliskan jejeran 5 soal yang benar-benar membuat kepala terasa ingin pecah. Bu Erlin kembali berjalan ke meja guru, duduk di kursi dengan anggun, lalu menaruh spidol hitam itu di ujung meja. Cukup lama Bu Erlin mengamati satu-persatu siswa-siswi yang tengah tertunduk dengan tegang, jantung mereka seakan berlari marathon.
"Saya pilih yang pertama yaitu—" Bu Erlin menukas, menopang dagunya dengan kedua tangan yang tertaut. "Dhea," lanjutnya.
Suara helaan nafas lega terdengar, Bu Erlin menahan lengkungan bibirnya. Sedangkan Dhea yang duduk di baris ke-empat berdiri dari kursinya, melangkahkan kakinya menuju depan kelas dengan kepala yang tertunduk. Dhea mengambil spidol hitam, memposisikan dirinya tepat di depan soal nomor satu, ia sempat terdiam untuk mencermati soal, lalu tidak lama tangannya bergerak menuliskan jawaban. Hanya dalam waktu satu menit Dhea berhasil menjawab dengan benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[GS1] Opposite Characters
Teen FictionSEQUEL REYRA. [Completed] Tentang dia, yang membuat aku mengenal arti kehidupan lebih jauh. Dia yang mengajariku untuk tersenyum, tertawa, dan menangis karena kebahagiaan. Hanya laki-laki bertingkah unik yang membuatku sedikit demi sedikit melupakan...