42. DEMAM

24.9K 1.3K 35
                                    

Hari ini merupakan hari terakhir Marsha melaksanakan ujian sekolahnya. Semuanya berjalan dengan lancar.

Marsha hanya berharap nilainya bagus. Setidaknya walaupun tidak tinggi tapi cukup. Itu sudah membuat Marsha lega.

Agar belajar nya selama ini tidak begitu sia-sia.

Sudah hampir satu minggu pula ia tidak melihat Arelfan yang biasanya selalu mengejarnya. Biasanya laki-laki itu akan setia setiap pagi juga pulang sekolah selalu ada untuk menjemput nya. Atau sekedar meminta maaf dan berusaha memberikan penjelasan.

Ia sudah tahu bahwa ini adalah salah paham. Marshal sudah menceritakannya. Tapi ia hanya ingin sendiri dulu. Selain waktu itu karena ingin fokus ujian, ia juga ingin mengintrospeksi dirinya sendiri. Agar nantinya belajar lebih dewasa untuk tidak mengambil kesimpulan sendiri dan mudah salah paham.

Sebenarnya ada rasa sepi dihatinya ketika Arelfan tidak lagi ada disisinya. Tapi mau bagaimana lagi, kenapa dirinya sangat keras kepala.

"Ariq mau lanjut di dimana" Tanya Marsha yang hanya mengaduk-aduk jus mangganya tanpa ingin meminumnya.

"Diluar" jawab Ariq. Diluar. Yang berarti Ariq akan melanjutkan kuliahnya diluar negeri. Namun Ariq enggan menyebutkan dimana pastinya di negara mana ia akan berkuliah.

Marsha yang mendengar itu seketika merubah raut wajahnya. Rumor yang selama ini ia dengar tentang Ariq yang akan berkuliah diluar negeri ternyata memang benar adanya.

Kini ia sedang berada di sebuah cafe bersama Ariq. "Jangan cemberut gitu dong, gue bakal tetep sering hubungin lo kok ca" ucap Ariq sambil mencubit pipi Marsha yang tampak menggembung.

"Gak mungkin. Pasti nanti Ariq disana asik sama bule-bule yang cantik yang seksi terus bakal lupa sama Caca"

"Takut banget ya gue lupain, hmm" kekeh Ariq saat Marsha merajuk karena takut dilupakan olehnya ketika sudah berada jauh dengannya.

"Ish Ariq bukan gitu tapi...tau ah Ariq nyebelin" Marsha mencebikkan bibirnya dan itu terlihat sama, masih tetap menggemaskan dimata Ariq.

"Bahkan sampe sekarang gue gak bisa ilangin atau lupain perasaan gue ke lo ca" kini tangan Ariq beralih menggenggam tangan Marsha.

Marsha menghela napasnya sambil menatap sendu Ariq. "maafin Caca ya riq, Caca gak bisa bales perasaan Ariq. Gaktau ini kenapa hati Caca gak bisa nerima laki-laki sebaik Ariq" ucap sesal Marsha sembari menepuk beluk dadanya.

"Gue bukan cowok baik ca. Mungkin tuhan emang gak menakdirkan gue ada disamping lo. Lo terlalu angel kalo disandingkan dengan gue" kini Ariq sadar, gadis baik dan polos seperti Marsha memang tidak tuhan takdirkan untuknya. Marsha berhak mendapatkan laki-laki baik, dan itu bukan dirinya.

Ariq tidak yakin apakah setelah ini ia akan mulai membuka hatinya lagi apa tidak. Ia pikir Marsha perempuan satu-satunya yang dapat membuka dan mengisi ruang dihatinya. Namun lagi-lagi takdir tuhan berkata lain.

"Lo akan tetep ada disebagian ruang hati gue" lanjut Ariq.

"Sebagian? Ada-ada aja" sahut Marsha seraya terkekeh.

Mereka pun larut dalam obrolannya. Sesekali Ariq menjahili Marsha, ia ingin melihat raut menggemaskan Marsha yang membuatnya bahagia. Hitung-hitung hiburan juga bekal ketika nanti ia rindu dengan gadis lucu ini sebelum ia berangkat untuk melanjutkan kuliahnya yang tidak ia sebutkan tempatnya dimana.

*****

Arelfan sungguh sangat tidak kuat sudah hampir satu minggu ini ia tidak melihat gadisnya. Mengingat ucapan Marshal yang mengharuskannya menjaga jarak terlebih dahulu dengan gadisnya selama gadisnya itu sedang ujian. Marshal tidak ingin fokus adiknya itu terganggu.

My Young GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang