Arelfan bahagia mendengar jika kedua orangtua Marsha menyetujui Marsha untuk bersamanya, begitupun kedua orangtua Arelfan yang bahagia dengan respon kedua orangtua Marsha.
Kini yang tengah mereka tunggu hanyalah jawaban dari Marsha yang daritadi membisu.
Eren menggenggam tangan Marsha yang terasa dingin itu. Marsha sangat gemetar mendengar semua percakapan antara kedua orangtuanya dan juga kedua orangtua Arelfan.
"Sayang, jangan membuat mereka menunggu. Jika kamu ingin maka kamu terima. Jika tidak maka silahkan kamu men---"
"Caca terima...e-ehm maksud Caca jika mami, papi, juga kak Marshal merestui Caca menerima lamaran ini" jawab Marsha yang entah pergi kemana lidah kelu nya itu pergi.
Semua yang mendengar itu bernafas lega. Terutama kedua orangtuanya Arelfan yang mengucap syukur, segala sesuatu yang berniat baik memang akan menghasilkan yang baik juga.
Sementara Arelfan jangan ditanya bagaimana reaksinya. Mungkin jika tidak ada kedua orangtua Marsha juga kedua orangtuanya, ia akan berjingkrak-jingkrak kesenangan. Akhirnya gadisnya akan segera menjadi miliknya seutuhnya.
Marsha memang memutuskan untuk menerima lamaran ini. Entah mengapa hatinya memilih untuk menerimanya. Walaupun sisi lain hatinya masih ragu, ia takut tidak bisa menjalani kewajibannya dengan baik nantinya.
Tidak ada sesi menyematkan cincin ataupun pemasangan kalung pada si wanita. Karena ini sebenarnya Arelfan hanya ingin memastikan apakah Marsha benar-benar ingin untuk hidup bersamanya ataukah masih belum siap.
Arelfan ingin langsung menikah dan menjalani sisa hidupnya bersama Marsha.
"Baiklah bagaimana jika kita bicarakan tentang tanggal dan kapan acara pernikahannya akan diselenggarakan" ucap Satrio mengalihkan atensi mereka yang berada disana.
"Bagaimana jika 3 bul---" ucapan Armand dipotong oleh Arelfan.
"Maaf om, bagaimana jika dua minggu lagi" sontak semua yang ada disana melotot tidak percaya atas usulan yang Arelfan berikan.
"Wow wow wow lo udah gak sabar ya fan" kekeh Marshal mendengar nada semangat 45 dari sahabatnya yang ingin cepat-cepat menikah dengan adiknya itu.
Marsha memelototkan matanya mendengar usulan dari Arelfan. "ta-tapi 2 minggu lagi itu hari pernikahannya Areya sama pak Nasif, dan menurut Caca itu terlalu ce---".
"Baiklah 1 minggu lagi, lebih cepat lebih baik bukan" gila ini benar-benar gila. Bukan maksud ingin dipercepat, bahkan jika 1 tahun lagi pun Marsha masih belum tentu siap. Ini 1 minggu. Ah rasanya Marsha ingin menghilang saja.
"Apa itu tidak terlalu cepat?" Tanya Eren.
"Bukankah niat baik harus segera diselenggarakan?" Kata Arelfan.
"Benar itu, insya Allah niat baik akan berujung dengan baik" sahut Armand setuju.
Akhirnya semua setuju dengan usulan yang Arelfan berikan, dan Marsha pun terpaksa menyetujuinya. Sudah dibilang beberapa kali bukan bahwa Arelfan memang susah untuk dibantah.
"Baiklah berarti mulai besok Arelfan dan Caca akan dipingit, tidak boleh bertemu sebelum hari-H berlangsung" ujar Ana yang mendapat pelototan protes dari Arelfan.
"Gak bu. Itu cara kuno, kolot bu. Gak usah ada pungitian segala"
"Caca setuju sama ibu" Marsha ikut berkomentar. Kali ini ia setuju dengan usulan yang Ana berikan.
"Tapi...argghh yang bener aja gak ketemu selama seminggu" Arelfan terlihat frustasi.
Tidak cukupkah waktu itu ia tidak bertemu dengan Marsha. Itu saja sudah membuatnya sakit. Sekarang harus lagi? Bisa gila.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Young Girl
Romance"Om ada kecoa" Marsha menggertak Arelfan seakan Arelfan akan takut. "Terus?" Shit, om om ini tidak takut sama sekali dengan kecoa. Batinnya. "Caca teriak nih" ancam Marsha bersiap untuk berteriak. "Kakaa--" teriakannya terhenti saat sebuah benda ken...