Marsha telah sampai didepan pintu rumah Arelfan. Ia sedikit ragu untuk mengetuknya. Ia sedikit gugup.
Tapi jika ia tidak mengetuknya berarti jauh-jauh kedatangan nya kesini akan sia-sia.
Tok tok tok
Tidak sampai sedetik pintu telah terbuka lebar.
"Cacaaa" Ana memeluk Marsha erat membuat Marsha terkejut.
"Sayang ayo masuk" Ana menarik Marsha yang masih terdiam. Tidak tahu harus melakukan apa.
Kini Marsha, Ana dan Satrio tengah duduk di sofa ruang keluarga.
"Kamu apakabar nak?" Tanya Satrio tersenyum.
"Baik yah. Ayah apakabar?" Tanya Marsha balik.
"Alhamdulillah seperti yang kamu lihat" jawab Satrio.
Marsha mengedarkan pandangannya seolah mencari satu sosok yang tengah dirindukannya.
"Refan ada dikamarnya sayang, dia masih keras kepala tidak mau makan dan meminum obatnya" sahut Ana yang seolah tahu arti pandangan Marsha yang menoleh kesana-kemari.
"A-ah kenapa gak mau makan sama minun obat?" Marsha menjadi gugup saat Ana mengetahui isi pikirannya.
"Tadi saat sadar refan sempat meracau nama kamu beberapa kali sayang" ujar Ana menggenggam tangan Marsha.
"Dia sangat menyayangi kamu, dia bahkan jadi sangat berbeda dengan Arelfan yang biasanya saat kamu menjauhinya. Di banyak diam dan semakin dingin. Dia bahkan selalu pulang larut malam dan tidak peduli dengan kesehatannya, dia jadi jarang makan" jelas Ana menceritakan keadaan Arelfan akhir-akhir ini, membuat sisi lain hati Marsha seolah berdenyut. Benarkah Arelfan menyayanginya sebesar itu sampai tidak memperdulikan dirinya sendiri?.
"Ibu tau kamu masih menyayangi refan kan? Apa kesalahan refan tidak bisa dimaafkan?" Marsha menatap Ana dan Satrio. Sebenarnya Arelfan tidak salah, ialah yang salah disini karena tidak mau mendengarkan penjelasan Arelfan.
Marsha masih setia bungkam dan enggan mengucapkan sepatah katapun.
"Ibu dan ayah tidak pernah melihat refan serapuh ini. Ibu sangat khawatir melihat keadaan refan yang selemah ini. Jika kesalahan refan tidak bisa dimaafkan, ijinkan ibu dan ayah yang---" Marsha terlebih dahulu menyela perkataan Ana sebelum Ana berbuat yang malah membuatnya semakin merasa bersalah.
"Ibu Caca udah maafin kak Arel" kata Marsha. "Maafin Caca selama ini Caca yang salah paham sama kak Arel" Marsha menunduk menyadari kesalahannya.
"Maukah kamu meminta maaf secara langsung? Arelfan akan sangat senang" tawar Ana mengangkat dagu Marsha agar bisa menatapnya.
Marsha melotot terkejut. "Ca-caca be-belum siap bu" lirih Marsha.
"Jika semuanya terus dibiarkan kalian akan semakin tersiksa sayang. Arelfan sudah sangat merindukan kamu. Kamu mau kan bujuk dia untuk makan dan minum obatnya" senyuman lembut Ana membuat hati Marshamenghangat. Tutur kata Ana tanpa sadar membuat Marsha mengangguk setuju.
Ana dan Satrio senang melihat Marsha yang tampak setuju dengan permintaan nya. Putranya akan segera sembuh, karena obatnya sudah datang sekarang. Marsha. Tidak ada obat yang paling ampuh selain Marsha bagi Arelfan.
Marsha dan Ana sudah berada didepan kamar Arelfan dengan Marsha yang membawa nampan berisi bubur dan juga obat yang harus Arelfan minum.
"Kamu masuk ya, ibu udah gak bisa bujuk refan lagi" ucap Ana menggenggam tangan Marsha erat.
Ana dan Satrio sudah pergi dari hadapannya. Kini Marsha sendiri didepan kamar Arelfan. Dengan dada yang berdegup kencang, ia sangat gugup untuk masuk dan bertemu lagi dengan Arelfan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Young Girl
Romance"Om ada kecoa" Marsha menggertak Arelfan seakan Arelfan akan takut. "Terus?" Shit, om om ini tidak takut sama sekali dengan kecoa. Batinnya. "Caca teriak nih" ancam Marsha bersiap untuk berteriak. "Kakaa--" teriakannya terhenti saat sebuah benda ken...