28

354 16 4
                                    

"Jadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi...bibi tadi adalah ibunya Hyun Bin?." Tanya He ra kaget.

Aku mengangguk pelan.
"Berpisah dengan orang yang ku cintai rasanya menyakitkan, tapi yang lebih menyakitiku adalah kenyataan bahwa ibu kekasihku sangat bahagia melihatku."

"Ini kan diluar dugaan kita, tidak ada yang mengira bahwa kau akan bertemu dengan ibu nya Hyun Bin"

"Aku harus bagaimana, Beliau bukan orang asing, tapi beliau juga bukan orang tuaku. Beliau hanya ibu mantan kekasihku."

"Anggap saja ini rejeki kita, tidak baik menolak kebaikan seseorang. Yang bermasalah hanya kau dan Hyun Bin. Bukan dengan ibunya. Aku harap kau bisa berfikir jernih Ji na ya".

Aku memikirkan omongan He ra. Dia ada benarnya. Bahwa ibu Hyun Bin hanya merasa senang bertemu dengan teman anaknya.

Aku Bertanya-tanya kenapa akhirnya aku berada di rumah ibu mantan kekasihku?. Aku hanya tak enak hati saat nyonya Jang Soe Hee (nama ibunya Hyun Bin) memintanya mampir kerumahnya yang ternyata tak jauh dari supermarket itu.

Ibunya jelas-jelas sangat ramah, menyambut kami dengan hidangan lezat dan suasana yang hangat. Matanya berbinar binar ketika berbicara denganku.

Ironi itu menghantamku dengan keras. Aku seharusnya menolak dengan tegas ajakan nyonya Jang untuk datang kerumahnya. Tapi...ternyata mulutku tertutup tak mampu bicara.

Entah bagaimana aku harus memperlakukannya, sejak aku putus dengan Hyun Bin. Ada banyak sekali hal tidak terduga yang mengikuti perpisahan.

Nyonya Jang datang membawa dua cangkir teh hangat ke taman. Dengan canggung aku tersenyum padanya.

He ra sedang pergi menikmati suasana disekitar rumah nyonya Jang.

"Kemarin, Ibu membuat beberapa mandu. Aku ingin memberikannya padamu. Makanlah, ini sangat enak dinikmati selagi hangat". Nyonya Jang menyodorkan piring berisikan mandu kepadaku.

Aku tersenyum lalu mengambilnya dengan sungkan. Aku memakannya kemudian.

"Ini sungguh lezat ibu. Enak sekali"

Nyonya Jang tertawa senang mendengar itu.
"Terimakasih banyak, kau gadis yang baik. Minumlah teh nya juga. Agar tubuhmu hangat"

Aku mengangguk, lalu menyesap pelan tehnya.

"Omo...calon menantuku sangat cantik"

Demi tuhan, aku tersedak mendengar itu. Terbatuk-batuk. Nyonya Jang menepuk-nepuk punggungku dengan cemas.

"Minumlah pelan-pelan. Aigoo..
Kau seperti bayi kecil. Kau tidak apa-apa. Bagaimana nanti kalau kau punya anak?".

Aku menarik nafas pelan. Menenangkan diriku. Rasa sungkan menghantuiku. Aku menatap wajah nyonya Jang yang terlihat mengkhawatirkanku. Aku tak pantas mendapatkan perlakuan istimewa ini.

Kunci Hati [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang