***
Hati Violin sudah tak ada yang tahu lagi bagaimana bentuknya. Perasaannya perlahan memudar untuk mempercayai perkataan orang. Apalagi dirinya yang memulai menghindar dari Lailand. Satu hal yang sedang Violin lakukan adalah mencoba melupakan sosok Lailand yang pernah membuat hatinya bahagia.
Berada di situasi yang tak memungkinkan membuat Violin kini tak bersemangat. Berjalan dengan malas-malasan menuju kantin dengan wajah yang selalu ditekuk. Atiya yang sedari tadi berada di samping Violin merasa bingung.
"Kamu kenapa sih murung terus? Nggak kayak biasanya," tutur Atiya lalu duduk.
Violin ikut duduk, ia memangku tangan seraya cemberut menghadap Atiya. "Nggak papa. Males aja kuliah mau pulang."
Mata Atiya menyipit, tak biasanya Violin itu merasa malas. Bahkan Violin selalu bilang jika ingin terus berangkat kuliah. Sekarang, yang berada di hadapannya seakan Violin berbeda.
Mulut Violin terbuka ketika melihat seorang yang ia benci sedang memasuki kantin bersama seorang perempuan. Kali ini mereka tak saling menggenggam tangan, melainkan Lailand yang merangkul perempuan itu.
Violin menggelengkan kepala. Sekarang Violin percaya apa yang dikatakan Atiya ada benarnya. Bunga yang telah tumbuh kini sudah menghilang. Sesaknya di dada masih Violin tahan.
Gelagat aneh dari Violin membuat Atiya curiga. Atiya langsung berbalik badan lalu disuguhi pemandangan yang membuat Atiya jengkel. Atiya meramas tangannya karena melihat sosok Lailand yang tengah duduk di depan perempuan itu dengan tertawa.
Atiya menghadap Violin. "Udah lihat sendiri, kan?" bisiknya menaikkan sebelah alis.
Violin mulai sesak dan ingin segera menjauh dari kantin. Violin berdiri lalu melihat Atiya. "Nggak cuma sekali, beberapa kali!"
Kakinya melangkah dengan cepat menuju luar kantin. Ketika Violin melewati Lailand yang tengah berduaan, Lailand langsung melihat Violin. Ia melihat wajah Violin yang tak bersahabat. Beberapa hari ini sifat Violin menjadi aneh. Violin selalu menghindar dari Lailand. Ketika Lailand akan menyusul Violin, tangan perempuan itu mencegah.
Atiya yang sedari tadi mengamati mereka berdua hanya geleng-geleng. Atiya bertambah jengkel karena makan siang yang sempat tertunda karena Lailand yang merusak mood Violin. Namun, Atiya melanjutkan makan daripada berbicara memanas-manasi Violin dan berakhir rumit.
Keheningan seolah mendukung Violin bersedih. Violin jalan dalam keadaan menunduk sambil memainkan jari-jarinya yang memegang tali tas. Matanya masih kuat untuk memendung air mata yang ingin turun. Bibirnya bergetar karena menahan kata-kata yang menjelekkan Lailand.
Batu di depan jalan pun Violin tendang sampai berhenti di depan sepatu berwarna putih. Violin tersentak karena kecerobohannya bisa berakibat fatal. Violin berhenti dalam keadaan masih menunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLAND [TERBIT]
Teen Fiction[BEBERAPA PART DIHAPUS DEMI KEPENTINGAN PENERBITAN] * Hidup yang penuh tantangan karena kedua orang tuanya sudah pergi meninggalkan Violin Shakila sejak ia menduduki bangku SMP. Bermodalkan nekat, ia tetap berjuang melanjutkan hidup sebatang kara. I...