***
Tak terasa hari telah berganti. Beberapa hari lagi Violin akan melepas masa lajangnya bersama seorang lelaki yang belum ia ketahui identitasnya. Violin ragu untuk bertanya pada Radit perihal siapa anaknya.
Akhir-akhir ini kesehatan Violin menurun karena memikirkan dirinya yang sekarang menganggur. Saat Violin dipanggil untuk datang ke kantor waktu itu, lagi-lagi Violin dipecat karena tak sanggup melampaui target penjualan selama sebulan.
Pikiran Violin terasa penuh dan berakhir kesehatannya yang menurun. Wajahnya masih pucat, apalagi Violin yang berjalan ke kampus dengan lesu. Violin berhenti untuk mengelap keringatnya karena terasa panas. Punggung Violin bersandar pada tiang listrik seraya mengipasi wajahnya dengan telapak tangan.
"Ma ... pa, kalau kalian masih hidup, pasti nggak biarin Olin kepanasan," gumam Violin lalu melanjutkan perjalanan.
Tin!
Violin tersentak karena suara klakson motor yang tiba-tiba berbunyi. Motor berhenti di samping Violin yang berhenti.
"Udah aku bilang bareng sama aku aja, malah duluan," ujar Hazwan dengan kesal.
Violin terkekeh lalu menaiki motor Hazwa. Motor Hazwan telah melaju melewati jalan raya.
"Aku lihat kamu kayak banyak pikiran gitu, Vi. Mikiran aku?" tanya Hazwan diselingi tawa.
"Enak aja! Aku dipecat lagi," balas Violin pelan.
"Kok bisa?" Hazwan terkejut karena penuturan Violin.
"Bisa. Lagian aku melakukan kesalahan dari awal. Udah tahu nggak bakal bisa sampai target malah tetap lanjut aja," ucapnya menutupi wajah menggunakan tangan.
Hazwan mengangguk lalu mereka terdiam lagi. Saat Hazwan mau berbicara, mulutnya kembali tertutup. Ia ragu untuk mengatakannya. Takutnya nanti akan bermasalah dengan pertemanannya.
Setibanya di kampus, Violin langsung turun lalu membenarkan rambutnya. "Makasih ya, Wan. Nanti kalau ada tugas yang susah tanya aku aja," kekeh Violin.
"Sombong banget. Nanti juga lo tanya sama Tiya," ejek Hazwan yang baru turun dari motornya.
Setelah Hazwan melepas helm, dengan cepat Hazwan menyela ucapan Violin. "Aku mau ngelamar kamu, Vi."
Violin tersentak karena ucapan Hazwan yang secara tiba-tiba. Ucapan yang jarang Hazwan katakan, kini Violin mendengarnya. Bibir Violin seraya kelu untuk menjawab.
Jari-jari Hazwan menyingkirkan anak rambut ke belakang telinga Violin. "Udah lama mau bicara kayak gitu. Tapi aku ragu. Setelah aku mantap, akhirnya aku bisa menyampaikan maksudku. Aku udah bilang sama orang tuaku, Vi buat ke sini. Mau?"
Violin menunduk karena ia bingung harus apa. Lain sisi kalau Violin menerima nanti Radit akan marah. Janji Violin kepada Radit tak akan pernah ia ingkari. Kebaikan Radit dari dulu tak akan Violin sia-siakan, apalagi menyakiti hati Radit.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLAND [TERBIT]
Teen Fiction[BEBERAPA PART DIHAPUS DEMI KEPENTINGAN PENERBITAN] * Hidup yang penuh tantangan karena kedua orang tuanya sudah pergi meninggalkan Violin Shakila sejak ia menduduki bangku SMP. Bermodalkan nekat, ia tetap berjuang melanjutkan hidup sebatang kara. I...