VL^29

84 32 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Masa tersulit kini hadir di hidup Violin. Setelah melarikan dari acara pernikahan yang belum selesai, kebingungan tengah dirasakan olehnya. Sehari ia tak pulang ke rumah karena Violin sendiri tak tahu jalan untuk pulang. Berulang kali Violin mengingat namun gagal, yang ada hanya jalan buntu yang ia temui. Perutnya sampai lapar karena beberapa hari ia tak makan nasi, yang terpenting penyakitnya jangan kambuh lagi.

Kaki Violin terasa kaku karena berjalan tanpa alas kaki. Tatapan eneh dari orang-orang tak Violin tanggapi. Violin duduk di halte bus untuk beristirahat. Dua hari ia tak tidur, bahkan tak mandi. Keadaan masih seperti kemarin, memakai baju pengantin dengan riasan yang luntur.

Wajah cantik Violin berubah menjadi jelek. Ia bahkan bahagia jika tak cantik, percuma punya wajah cantik kalau menyakiti hati orang-orang. Violin kembali menangis mengingat takdir yang tak ia inginkan sekarang ia jalani.

Ucapan pedas Atiya mengiyang di ingatan Violin. Perutnya kembali terasa panas, mungkin maagnya sebentar lagi akan kambuh. Secepatnya Violin bangkit lalu berjalan lagi untuk mencari kos-kosan Violin.

Telapak kaki Violin terasa perih karena melewati aspal dan batu yang panas karena terkena cahaya matahari. Violin menunduk sambil memeluk badannya, ia meratapi takdir yang selalu saja membuatnya hancur.

"Maafkan aku yang nggak bisa menjadi seperti yang kalian inginkan," gumam Violin dengan bergetar.

Ketika Violin berjalan, segerombolan anak kecil berhenti di dekat Violin. Mereka melihat Violin bingung dari atas sampai bawah.

"Orang gila," ejek mereka seraya bertepuk tangan.

Violin diam karena ejekan itu memang pantas untuknya. Olokan yang tak ada hentinya seakan membuat Violin bertambah sedih.

"Orang gila habis nikah," beo anak kecil menjulurkan lidahnya.

Violin bertambah menunduk. Sehina itu kah dirinya saat ini sampai ia disangka orang gila? Saat Violin mendongak melihat mereka, semuanya terkejut melihat wajah Violin.

"Setan!!" teriak mereka lalu berlari menjauhi Violin.

Helaan napas terdengar berat. "Terserah!"

Violin menatap langit yang mulai redup. Ia sempat bahagia karena tak merasa kepanasan lagi, namun ia khawatir jika terjadi hujan. Ia membuang pikiran jelek dan kembali teringat tentang Lailand.

"Kalau aja Om Radit bilang yang jelas, mungkin semalam hari yang terindah untuk aku," kata Violin lesu.

"Andai lagi, anak Om Radit bukan Lailand. Melainkan Kak Aland yang jauh lebih jika dibandingkan Lailand," tuturnya kembali menunduk.

Violin berhenti karena ia sudah tak kuat lagi. Saat beberapa menit istirahat, air menetes mengenai lengan Violin. Ia terdiam karena masih ribut dengan pemikirannya. Suara air yang datang secara tiba-tiba membuat Violin tekejut. Hanya jeda beberapa detik saja hujan deras mengguyur Violin.

Violin terkejut lalu berjalan cepat sampai berhenti di bawah pohon. Tempat di sekitarnya tak ada yang bisa untuk berteduh karena ia berada di dekat jalan.

Air menetes sampai mengenai tubuh Violin. Tubuhnya saat ini basah kuyup, apalagi rambutnya tak berbentuk. Violin tak memikirkan riasan yang sudah luntur. Ia kembali menangis karena sudah tak kuat merasakan hal buruk.

"Apa ini balasan karena kabur?" tanya Violin bergetar, "dingin ...."

Violin kembali mengeratkan pelukannya. Kepalanya menunduk melihat air hujan yang turun di sekitar Violin. Tiba-tiba saja, air yang menetes telah hilang. Pemandangan sepatu yang ada di depan Violin seakan mengejutkannya.

Saat Violin mendongak, ia melihat wajah Lailand dengan kantung mata yang tebal. Wajah lelah Lailand membuat Violin merasa bersalah. Tanpa berpikir panjang, payung yang dibawa Lailand langsung jatuh karena Lailand memeluk Violin erat. Lailand menangis di pelukan Violin, begitu juga tangisan Violin yang semakin kencang.

"Maaf ... maafin gue, Lin," bisik Lailand mengeratkan pelukannya.

Violin menggeleng. Ia memejamkan mata karena merasakan dingin yang membuat tubuhnya lemah. Perut Violin terasa melilit. Perlahan kaki Violin turun lalu Lailand mencegah agar Violin tak turun. Lailand langsung membopong tubuh Violin.

Pukulan pelan dirasakan oleh Lailand karena Violin terus saja memukulinya. "Turun!" perintahnya.

"Nggak! Jangan ngebantah, Lin. Ayo pulang!" bentak Lailand dengan meninggikan suaranya.

Violin tersentak lalu menangis lagi, "Aku benci Lailand! Turun! Kamu playboy!"

"Lin ...," panggil Lailand.

"Turun!!" teriak Violin sampai tenggorokannya terasa sakit.

Lailand langsung menurunkan Violin. "Ayo pulang, Beib," pinta Lailand dengan memohon.

"Nggak sudi aku tinggal serumah sama kamu yang jelas-jelas udah buat Atiya sakit hati! Kamu janjiin Atiya nikah, kan?" tanya Violin dengan ketus lalu mendorong bahu Lailand. "Kamu jahat!!"

Lailand langsung memegang tangan Violin lalu menggeleng. "Itu udah lama, hanya untuk menuruti permainan. Bukan maksud untuk lainnya, Lin," bela Lailand.

Violin berhenti lalu berjalan mundur. Tatapan Violin seakan membenci Lailand. "Perempuan bukan media permainan, Lailand!"

Seketika tubuh Violin jatuh tersungkur mengenai genangan air. Violin pingsan yang membuat Lailand tekejut lalu menggendong Violin dan membawanya sampai rumah.

Setibanya di rumah, ia dengan cepat membawa ke kamarnya. Lailand melepaskan semua dekorasi yang mengganggu Violin tidur. Dekorasi kamarnya seakan tak berguna saat ini. Lailand berlari memasuki kamar mandi untuk mengambil air hangat dengan baskom yang ada di dapur. Lailand juga mengambil handuk dan mengambil pakaian ganti untuk Violin di lemari kamar kedua orang tuanya.

"Untung pakaian mama masih ada di rumah," gumam Lailand lalu berlari lagi untuk memasuki kamar.

Setelah semua perlengkapan telah lengkap, Lailand duduk di samping Violin. Ia mulai ragu untuk mengganti pakaiannya. Kalau tak diganti nanti Violin akan sakit. Akhirnya Lailand menghubungi semua orang untuk membantunya, tetapi saat seperti ini semua orang menolak karena hujan.

"Arghh! Pada ke mana sih?!" Lailand kesal lalu membanting ponselnya ke sembarang arah.

Matanya kembali menatap Violin. Ia bingung harus melakukan apa. Wajah Violin yang pucat seakan membuatnya tak tega.

Lailand menutup mata lalu menyentuh bahu Violin. "Udah nikah nggak papa kalik kalau gue yang gantiin baju lo?"

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


VIOLAND [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang