VL^21

77 32 2
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Siang hari di tempat kerumunan warga membuat Violin menjadi pengap. Hari ini ia bekerja seperti biasa dari pagi sampai sore. Violin menjauhi kerumunan menuju karena ia telah selesai untuk promosi. Tak ada satu pun orang yang tertarik dengan promosi Violin. Entah apa yang akan terjadi jika Violin terus saja tak mencapai target penjualan.

Kini Violin hampir menyerah karena percuma saja ia berkeliling untuk mencari calon konsumen, ternyata tak membuahkan hasil, yang ada hanya hujatan dari banyak orang.

Violin mengusap dahinya yang sedari tadi mengeluarkan keringat. Panas matahari sampai membuat seluruh baju Violin basah. Violin mengibaskan tangannya di depan wajah karena hanya itu yang mampu menciptakan udara untuk Violin bernapas.

Matanya tiba-tiba saja menangkap bayangan orang bersama seorang perempuan. Kepala Violin mendongak untuk melihat pemilik dari bayangan itu. Gentur tubuhnya pernah Violin lihat. Ternyata dugaannya benar, Violin melihat Lailand tengah bersama seorang perempuan yang tak Violin kenal.

Dengan cepat Violin berlari untuk bersembunyi di balik dinding agar mengetahui apa yang mereka lakukan. Lailand yang lagi berdiri di depan toko bersama seorang perempuan yang ada di sampingnya. Mereka sedang berbicara, terutama perempuan itu yang menampakan aura bahagia.

Hati Violin merasakan hal aneh. Bunga yang pernah tumbuh berkat bantuan Lailand kini perlahan layu karena melihat Lailand bersama perempuan lain. Hatinya teriris saat Lailand menggandeng tangan perempuan itu lalu berjalan untuk menjauh dari toko.

Violin berbalik badan dengan menempelkan punggungnya di tembok karena Lailand berjalan tak jauh dari tempat persembunyian Violin.

Terbesit pikiran aneh yang muncul di otaknya. Violin menggigit jari. "Apa aku ikuti ya? Siapa tahu dia adiknya atau saudaranya."

Tanpa banyak berpikir lagi, Violin segera menyusul kedua orang itu yang sudah jauh. Violin berlari kecil agar menyesuaikan jarak mereka. Saat sudah berada beberapa meter dari tempat mereka berada, kini Violin berhenti untuk melihat mereka yang tengah membeli makanan di kedai.

Lailand melepas pegangan tangan perempuan itu. "Lo mau beli apa, Rin?"

"Apa aja," balas perempuan itu.

"Hati gue juga mau lo beli?" tanya Lailand dengan tertawa kecil.

Perempuan itu ikut tertawa. "Kenapa harus beli? Udah dapet," balasnya mencubit lengan Lailand.

"Gue lupa, hahah." Tawa Lailand bukan hal lucu di mata Violin, justru tawa itu menyayat hatinya.

Perempuan itu tersenyum lalu ia memesan makanan dan menunggu sambil berbincang dengan Lailand. Perkataan Lailand hampir sama seperti apa yang dikatakan kepada Violin. Setelah selesai pesanannya, mereka pergi lagi.

Otomatis Violin mengikuti mereka yang sedang berpegangan tangan. Violin berpindah dari satu titik menuju ke titik aman untuk mengikuti Lailand.

"Biasanya jam segini gue lagi tidur, lo malah ajak jalan-jalan," ujar

"Kenapa lo nggak mau? Gue ajak jalan-jalan biar kita semakin deket kayak perangko." Lailand mencubit pipi perempuan itu.

Perempuan itu tersipu. "Kalau perangko nggak bisa dilepas, nan--"

"Gue nggak akan melepas lo," sela Lailand.

Perkataan Lailand seakan petir yang membuat tubuh Violin mematung. Matanya terbuka karena ia mengingat Lailand mengatakan hal yang hampir sama, janji manis dari mulut amis.

Dalam diam Violin mendengar apa yang dikatakan Lailand. Hatinya sudah tak kuat lagi. "Udah jelas kan, perempuan itu bukan adiknya. Tapi pacar Lailand," gumam Violin lalu pergi meninggalkan tempat persembunyiannya.

"Lagian Lailand nggak nembak aku lewat kata-kata 'i love you' atau semacamnya orang nembak. Lailand cuma bilang perkataan untuk lebih dekat aja. Tapi dia janji nggak bakal nyakitin hati, kenyataannya hatiku sakit," keluh Violin seraya meremas kedua tangannya.

Violin berjalan dengan menendang kerikil yang ada di depannya. Pikirannya ke mana-mana, sampai ia lupa jika harus bekerja.

Violin menepuk dahi karena kecerobohan yang berakibat fatal pada hati dan pekerjaannya. Secara tiba-tiba saja Violin ingin tahu 'siapa perempuan itu dan hubungan apa yang mereka jalani'. Ketika Violin telah mendapatkan salah satu jawaban dari dua pertanyaan itu, rasa yang pernah ada di hati Violin perlahan hilang.

"Ini semua karena Lailand!!"

Violin langsung mendapatkan ide. "Apa aku telpon Lailand aja ya?" Tanpa berpikir lagi, Violin merogoh sakunya lalu menghubungi Lailand.

Ketika telpon diangkat, Violin mulai gugup. Namun ia harus fokus dengan tujuan utamanya.

"Hal-lo."

"Hallo, Beib. Ada apa?"

"Kamu lagi di mana?"

"Di rumah lagi rebahan. Udah makan?"

Violin menggelengkan kepalanya karena jawaban Lailand. Dilihat dari setiap gelagat Lailand Violin mulai paham, apa yang dikatakan Atiya ada benarnya.

"Beib?"

"Jangan panggil aku dengan sebutan itu! Aku nggak suka Lailand! Aku benci Lailand! Violin nggak mau ketemu Lailand!" teriak Violin yang masih terhubung dengan panggilan Lailand.

"Kenapa, Lin?"

"Lin!"

"Olin!"

Panggilan di telepon tak dihiraukan oleh Violin. Secepatnya Violin memutuskan panggilan dengan Lailand. Ponselnya ia masukkan ke dalam tas lalu Violin meremas kepalanya.

"Kenapa aku harus ketemu dia?" rintih Violin yang lelah kini bertambah lelah.

Akhirnya Violin memutuskan untuk mengambil jalan terakhir dengan cara memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Hatinya terlanjur sakit dan Violin tak ingin menambah parah lagi.

Sore ini tepatnya, bunga yang pernah mekar di hati Violin berkat bantuan Lailand, kini bunga itu telah mati seluruhnya. Violin mulai membenci Lailand dan tak ingin ikut campur lagi.

"Apapun itu, Lailand memang buaya!!"

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
VIOLAND [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang