***
Matahari mulai menyinari keadaan hari di mana jam-jam segini merupakan jam untuk makan siang. Tiada hari tanpa berkunjung ke kantin walaupun dalam keadaan kantong kering. Namun tak dengan Lailand, uang seakan tak menjadi permasalahannya. Sehingga ia dengan bebas hidup karena uang.
Berbanding terbalik jika dibandingkan dengan Violin yang selalu bermasalah dengan uang. Jadinya saat ini Lailand membeli makanan ambil tinggal bayar membuat Violin geleng-geleng kepala. Bahkan jika dilihat totalnya saja, uang segitu untuk Violin makan selama empat hari. Namanya juga Lailand yang berasal dari keluarga terpandangan.
Pesanan mereka yang membawa adalah Lailand. Keadaan Violin masih lemas bahkan pagi tadi ia kembali mual. Cuaca belakangan ini berubah-ubah. Dominan dingin sehingga Violin masuk angin dan mudah sakit.
Violin berhenti sekejab untuk mengelap dahinya yang berkeringat. Baru beberapa langkah sudah merasa lelah. Walaupun berkeringat, tubuh Violin merasakan dingin. Sehingga Violin terus saja memakai jaket.
Setelah menemukan tempat kosong, Lailand menaruh nampan di meja dan menoleh untuk melihat Violin. Saat Lailand menoleh sama sekali tak ada keberadaan Violin. Ia menengok ke segala arah untuk mencari Violin dan berhenti tepat kerumunan orang yang mengelilingi Violin.
Lailand berdecak kesal karena ketiga orang itu yang salah satunya merupakan Priscilla lagi mengancam Violin yang hanya diam saja. Wajahnya semakin pucat karena pagi tadi ia belum makan karena tak selera. Lailand secepatnya berlari ke arah mereka karena Priscilla yang hampir main tangan.
Untungnya Lailand menyentak tangan Priscilla sehingga tangannya tak jadi menampar Violin. Lailand menatap ketiga orang itu.
"Udah gue bilang jangan ganggu Violin! Sekalinya kalian ganggu gue, ingat posisi ayah lo ada di bawah gue. Siap-siap lo jatuh miskin!" ancam Lailand menunjuk Priscilla.
Priscilla memutar bola matanya lalu menjentik jarinya untuk mengode pergi dari hadapan Lailand. Setelah pergi Lailand kembali menatap Violin.
"Mereka bilang apa? Jujur!" perintah Lailand dengan tegas.
Violin menunduk karena ia takut melihat wajah Lailand. Lailand yang mengetahui kalau Violin takut jika Lailand marah, ia langsung mengembuskan napas gusar dan mengangkat dagu Violin.
Lailand tersenyum. "Jujur sama Aland."
"Mereka masih ngancem buat cerai, Land. Aku udah nolak tapi--tapi mereka malah--hiks ...."
"Usstt ... sayang kok nangis sih. Udah yuk makan aja. Lupain ya," pinta Lailand lalu memeluk Violin dan menuntunnya agar berjalan.
"Aduh dunia serasa punya berdua aja nih penganten baru," sindir temannya yang berpapasan dengan Lailand.
"Bacot! Berisik lu bangsat!" umpat Lailand kesal lalu melanjutkan berjalan lagi.
Lailand langsung menuntun Violin duduk dan mengusap kepalanya. "Sehat-sehat dong, Beib. Semangat berjuang biar aku juga jadi ikut semangat. Kalau lesu terus kan jadi ikutan lemes nih." Lailand berjalan dengan menirukan orang yang berjalan sempoyongan.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLAND [TERBIT]
Teen Fiction[BEBERAPA PART DIHAPUS DEMI KEPENTINGAN PENERBITAN] * Hidup yang penuh tantangan karena kedua orang tuanya sudah pergi meninggalkan Violin Shakila sejak ia menduduki bangku SMP. Bermodalkan nekat, ia tetap berjuang melanjutkan hidup sebatang kara. I...