***
Malam hari terasa panjang untuk Lailand lalui. Beberapa jam ia mendapatkan kabar jika keadaan Syafina memburuk. Pikiran Lailand kacau kembali ditambah deman Violin yang tak kunjung turun. Belakangan ini Violin sakit belum juga sembuh sehingga Lailand bingung harus apa.
Angin malam meniupkan anak rambutnya yang panjang. Lailand termenung memikirkan keadaan Syafina dan janinnya. Lain sisi juga Violin harus diberikan kasih sayang. Saat ini Violin sedang tertidur pulas karena seharian ini ia sibuk dengan tugas kuliah. Lailand yang berdiri di dekat jendela lalu menoleh ke arah Violin.
Wajah pucatnya seakan membuat Lailand membayangkan wajah yang ada di rumah sakit. Pasti Syafina juga kesusahan karena ia tinggal seorang diri. Lailand berjalan mendekati Violin dengan langkah kaki pelan.
Saat duduk ia pastikan tak menimbulkan suara. Diusapnya kedua pipi Violin yang memerah sehingga ia bangun. Mata Violin yang memerah menatap Lailand bingung.
"Aland mau ke mana?" tanya Violin yang melihat Lailand memakai jaket.
"Dingin. Lo tidur aja," jawab Lailand lalu melihat ke segala arah.
Pikiran Lailand tak tenang. Ia hanya mau melihat keadaan Syafina lalu pulang. Kabarnya lah yang penting. Melihat Violin membuat Lailand juga tak tega. Hembusan napas keluar dari mulut Lailand.
"Jangan pergi ya," pinta Violin pelan seraya memegang lengan Lailand.
Lailand tersenyum lalu mengangguk. Diusapnya kepala Violin sampai tertidur. Wajah yang ia rindukan kini kembali ia tatap lagi, bahkan orang yang ada di depannya ini adalah istrinya.
"Tugas gue sekarang mempertahan lo," bisik Lailand. "Gue akan bertemu untuk terakhir kalinya boleh, kan?" tanya Lailand disela Violin yang tertidur pulas.
Terdengar suara dengkuran halus dari bibir mungil Violin. Perlahan Lailand menarik lengannya yang dipegang oleh Violin. Dirasa Violin tak bangun, Lailand langsung berdiri dan mengambil kunci. Langkah kakinya sangat pelan sampai berada di luar kamar. Pintu telah tertutup, dengan kecepatan kilat Lailand langsung berlari menuju ke garasi.
Hembusan napas ia keluarkan saat berada di jalanan. Pikirannya mulai kalut karena ia belum bertemu dengan Syafina. Keadaan Syafina yang memburuk seakan yang utama saat ini.
Setelah sampai di rumah sakit, Lailand menuju resepsionis untuk bertanya perihal kamar Syafina. Ketika Lailand tahu, ia langsung masuk ke dalam kamar. Helaan napas terdengar berat saat Lailand melihat tubuh lemah itu banyak memakai selang.
Langkah Lailand serasa berat saat menuju ke ranjang rumah sakit. Melihat wajah yang lebih pucat dari Violin seakan menumbuhkan rasa iba pada dirinya.
"Andai lo mau diajak balikan sama gue waktu itu, lo pasti nggak bakal merasakan hal seperti ini," gumam Lailand saat berada di samping Syafina.
Syafina mendengar suara Lailand yang membuatnya langsung membuka mata secara perlahan. Mata mereka saling tatap. Lailand mendekat seraya mengusap kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLAND [TERBIT]
Teen Fiction[BEBERAPA PART DIHAPUS DEMI KEPENTINGAN PENERBITAN] * Hidup yang penuh tantangan karena kedua orang tuanya sudah pergi meninggalkan Violin Shakila sejak ia menduduki bangku SMP. Bermodalkan nekat, ia tetap berjuang melanjutkan hidup sebatang kara. I...