Hari yang Violin tunggu kini telah datang. Hari yang akan merubah hidupnya kelak sudah ada di depan mata. Bayangan hal buruk terus menghantui Violin saat ini. Kecemasan yang tak tahu akan terjadi atau tidak.
Saat ini Violin telah berdiri dan disaksikan oleh tamu undangan. Sebelum Violin berjalan untuk menghampiri calon suamianya, Atiya ikut menemani. Sedari tadi Atiya masih diam, kalau tak Violin senggol pasti Atiya tak menoleh.
"Akhir-akhir ini kamu kenapa sih?" tanya Violin menghadap Atiya.
Atiya bingung mau menjawab apa. "Aku?"
"Iya. Aku ada salah?" tanya Violin kembali.
Atiya hampir membuka mulut, namun calon suaminya telah berdiri di ujung sana. Atiya langsung terdiam karena ibunya ikut mendampingi Violin.
Violin menoleh untuk melihat ibunya Atiya. "Makasih ya Bu udah mau temenin Vio," ujarnya tersenyum.
Ibu Atiya mengangguk. "Ibu udah bilang, anggap aja seperti ibu sendiri."
Perkataan dari seorang ibu angkat membuat Violin tenang. Kini Violin menatap ke depan karena ia ingin tahu siapa calon suaminya. Beberapa menit lagi ia akan mengucapkan janji pernikahan dan resmi menjadi seorang istri. Ketika kepalanya sudah menghadap ke depan, pemandangan seorang lelaki yang tengah berdiri yang di dampingi oleh kedua orang tuanya membuat Violin menganga.
Matanya melotot karena calon suamianya merupakan orang yang ia kenal dan orang yang dibenci. Jantung Violin berdetak dengan cepat. Apa ini salah satu penyebab Atiya berubah? Kalau Atiya tahu pasti ia akan membenci Violin.
"No ...."
Violin menggeleng berulang kali. Waktu tak sengaja berpandangan dengan calon suaminya, ia tersenyum ke arah Violin. Matanya yang berkaca seakan membuat haru ketika tahu calon istrinya adalah Violin.
Violin menoleh karena posisi Atiya telah terganti oleh ayahnya. Violin berjalan dengan lemas. Rasanya ia ingin membatalkan acara pernikahan ini, kalau saja tak mengingat tamu undangan yang banyak dan hutang budi dengan Radit, ia pasti sudah membatalkan secara sepihak.
Calon suami Violin semakin dekat yang membuat jantung Violin serasa berhenti berdetak. Ia sama sekali tak menyangka jika yang ada di ujung sana adalah Lailand. Lelaki yang kini ia benci.
Tak ada senyum yang terukir di wajah Violin. Namun Lailand tersenyum seraya memberikan bunga ke Violin. Violin tak kunjung mengambil bunga itu lalu ibu Atiya langsung menyenggolnya. Dengan gerakan cepat Violin merebut bunga itu, serasa ditatap oleh Radit, Violin kembali merasa bersalah.
Rasanya Violin ingin menangis, bukan mengis haru melainkan penyesalan karena yang menikah dengannya.
"Nggak tahu lagi mau bilang apa, yang jelas gue terkejut karena pengantin gue adalah Violin Shakila, orang yang gue cari selama ini," bisik Lailand yang dapat di dengar oleh semua orang.
Ucapan dari Lailand seakan petir di siang bolong. Berarti orang yang dirindukan oleh Violin adalah Lailand dan Aland itu orang yang sama. Entah perasaan apa yang tengah mengelilingi hati Violin, yang jelas ia sangat membenci situasi ini.
Bibirnya kelu hanya untuk berkata. Ia hanya terdiam lalu berbalik untuk memulai acara. Segala urutan acara Violin dan Lailand lakukan. Violin masih sanggup menahan air mata, yang bisa ia lakukan adalah menatap Lailand dengan nanar.
Ketika janji pernikahan sudah mereka ucapkan. Violin kembali takut, ia takut jika Lailand akan berbohong lagi. Saat pemasangan cicin pernikahan, Lailand menarik tangan Violin sehingga mereka saling berhadapan.
"Gue janji nggak akan mengkhianati lo lagi. Lo cewek terakhir dan gue nggak akan kembali seperti dulu. Terima gue menjadi suami lo, Lin. Gue Aland orang yang pernah berjanji nggak akan meninggalkan lo, kini gue telah kembali dan menepati janji agar kita selalu bersama," ujarnya seraya memasangkan cincin di jari Violin.
KAMU SEDANG MEMBACA
VIOLAND [TERBIT]
Teen Fiction[BEBERAPA PART DIHAPUS DEMI KEPENTINGAN PENERBITAN] * Hidup yang penuh tantangan karena kedua orang tuanya sudah pergi meninggalkan Violin Shakila sejak ia menduduki bangku SMP. Bermodalkan nekat, ia tetap berjuang melanjutkan hidup sebatang kara. I...