Seorang wanita membuka pintu kamarnya, matanya terpaku pada seorang laki-laki yang tengah duduk di tepi kasur dengan tangan yang memegang sebuah bingkai foto dengan kepala yang menunduk.
"Bil?"
Ketika Mefla mengeluarkan suaranya, dengan cepat Billy meletakkan kembali bingkai foto itu ke tempat semula dan laki-laki itu menatap Mefla yang kini sudah berada di dekatnya.
"Ada apa?" tanya Billy dengan wajah datarnya.
Mefla menghela nafas pelan, wanita itu duduk di samping Billy. Wanita itu menggenggam tangan Billy erat. "Kamu yang kenapa?" tanya Mefla sambil menatap Billy lembut.
"Gapapa sayang," jawab Billy memberikan senyum tipisnya.
Mefla tersenyum dengan wajah sendu. "Udah cukup, Bil. Aku udah jadi istri kamu berapa tahun sih? Kita udah punya dua anak mereka juga udah besar kenapa kamu masih keras kepala kayak gini?" lirih Mefla tanpa sadar air matanya menetes.
"Kamu kenapa? Hei, jangan nangis?" ujar Billy sambil menghapus air mata Mefla.
Mefla dengan cepat melepaskan tangan Billy yang berada di pipinya. "Kamu yang kenapa, kamu nggak bisa nanggung beban sendirian. Apa aku belom pantas jadi teman cerita kamu? Apa aku-"
"Mefla.." potong Billy sambil memegang kedua bahu istrinya.
"Keluarin semuanya sama aku, Bil. Apa sih gunanya aku jadi istri kamu kalo semua beban aja kamu tanggung sendiri?" ujar Mefla sambil terisak pelan.
"Keluarga kita berantakan Bil." lirih Mefla sambil menatap Billy dengan pipi yang sudah basah.
Billy tersenyum tipis dengan mata yang memerah. "Aku bener-bener udah gagal jadi Daddy yang baik ya Mef?"
"Gagal jadi pemimpin keluarga juga ya?"
"Dan gagal jadi suami buat kamu juga?"
Mefla menggelengkan kepalanya kuat. "Enggak, kamu belom gagal. Kita cuma perlu perbaiki semuanya, Bil. Udah cukup kamu lukai Ai. Bisa balik seperti Billy yang dulu?" lirih Mefla, bahu wanita itu bergetar.
Billy menundukkan kepalanya. "Maaf, Ai pasti nyesel punya Daddy kayak aku ya Mef?"
Mefla dengan cepat membawa Billy ke dalam pelukannya. "Billy, kamu nggak boleh ngomong kayak gitu. Kamu tau, Ai itu anak baik. Dia selalu pengertian dari kecil."
Mefla bisa merasakan baju bagian punggungnya basah, Billy menangis di sana.
"Aku nggak bisa kendaliin rasa bersalah aku atas apa yang di derita sama Sye, itu semua karena aku Mef. Sye kayak gitu karena aku." lirih Billy penuh luka.
"Billy.."
"Setiap liat Sye, aku keinget sama masalalu aku. Berat Mef, kenapa harus Sye? Kenapa penyakit itu nggak balik lagi aja sama aku?" bisik Billy pelan, suara laki-laki itu serak.
"Kamu nggak boleh ngomong kayak gitu, ini udah takdir dari Allah Bil. Aku juga sama kayak kamu, aku sakit liat Sye apalagi aku Mommnya Bil. Aku yang lahirin dia, tapi bukan berarti kamu jadi berubah kayak gini ke Ai."
"Mereka berdua sama-sama anak kita. Ai juga butuh kamu, Bil. Sejak kecil dia lebih deket sama kamu dibanding aku, dia persis seperti kamu." jelas Mefla.
Billy melepaskan pelukan itu, kemudian laki-laki itu menggenggam erat tangan Mefla. Dan Mefla, wanita itu bisa melihat pancaran kesedihan yang teramat dalam dari mata Billy. Selama ini laki-laki itu selalu menunjukan wajah tidak terbaca, wajah dinginnya seolah laki-laki itu sudah tidak ada gairah untuk hidup.
"Mef, aku cuma nggak bisa liat Sye-"
"Bil, dengerin aku. Mungkin aku emang nggak tau seperti apa perasaan kamu, kamu memang lebih paham gimana perasaan Sye, gimana rasanya jadi Sye. Tapi kita nggak seharusnya kayak gini, Sye juga butuh dukungan dari kakaknya bukan cuma kamu ataupun aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ailendra
Teen Fiction"Lendra, Ibu tanya sekali lagi ya? Cita-cita kamu kalo udah besar nanti apa?" "Nikah sama Aileen, Bu." "Alendra, Ibu serius." "Tapi kata Poya, Ale cuma boleh seriusin Ai, Bu." "..." ~12 Tahun Kemudian~ "Alendra Arkhana Mahatma! Kerjaanmu berantem t...