38 : Tenang Atau Celaka?

1.7K 141 53
                                    

"Jadi, apa maumu?"

Orang yang ditanya tak menjawab. Wanita itu malah asyik berbicara sendiri. Pria berambut hitam itu memgeluarkan nafas lelah, sehabis bertengkar dengan Liana, sekertarisnya itu tidak mau berbicara dengannya.

"Liana," panggil Leon.

"Aku berbicara padamu."

Liana menoleh. Wanita dengan bibir merah terang itu mengerucutkan mulutnya lebay. Ia mengusap pelipisnya pelan, berusaha untuk menenangkan dirinya sejenak.

"Kau masih menyukainya, hm?" Liana bertanya.

"Padahal, sudah jelas gadis itu membunuh adikmu."

"Ini diluar kendali ku, Liana," jelas Leon lalu mengelus rambut bergelombang milik sekertarisnya itu.

"Nikahi aku." Liana berucap spontan. Membuat Leon melotot memandang wanita itu terkejut. Leon memegang bahu Liana, guna untuk memenangkan gadis itu.

"Bukan sekarang Liana," ujarnya sedikit tegas.

"Tapi, kau masih menyukainya! Bagaimana bisa aku tenang?!" tanya Liana panik.

Leon mendecih pelan. Ia mendudukan tubuh kekarnya itu ke sofa lembut miliknya. Liana menatap Alpha itu tajam, menantikan jawaban yang telah lama ia tunggu.

"Ya."

Terukir senyum yang begitu manis. Liana dengan spontan memeluk Leon gemas. Mau tak mau, Leon harus membalas pelukan dari wanita 'kesayangan-nya' itu.

"Tapi bukan sekarang."

Senyum Liana hilang, gadis itu langsung melepaskan pelukannya. Tatapan Liana pada Leon untuk kali ini adalah tatapan tak percaya. Liana mengacak-acak rambutnya frustasi.

"Argh! Apa yang menghambat rencanamu?!" tanya Liana.

"Aku belum siap. Tunggulah, sebentar saja." Leon berjalan meninggalkan Liana. Ia langsung menutup pintu kuat-kuat tanpa memperdulikan nasib Liana yang terkejut karnanya.

"Cih. Pasti ia hanya memikirkan Ashley sekarang," kata Liana menghina.

"Lagi pula, kecantikanku dengan Ashley begitu jauh. Aku tentunya lebih cantik dibanding si gembel itu." Liana cekikan, ia lalu mulai membayangkan bagimana rasanya jika ia sudah menikah dengan Leon.

****

"Ini, makanlah." Ezra menyuapiku.

Aku menolak. Diraihlah piring serta sendok itu dari lengannya. Aku mengunyah pelan, seraya menatap Ezra sedikit keheranan. Sedangkan, Ezra malah terkekeh riang sambil memainkan pipiku.

Tuing-tuing ~

"Pipimu lucu," kekehnya.

"Pipiku tirus. Tidak gembul," ucapku.

"Makanya, ayo naikan berat badanmu!" ucap Ezra antusias.

"Malas."

Ezra duduk disebelahku. Akupun tidak keheranan mengapa pria ini bisa masuk-keluar sel ku dengan tenang. Ya, Ezra adalah warior disini. Entahlah, sedikit aneh mengapa Ezra ingin menemaniku.

"Apasih yang kau pikirkan?" tanyaku ketika Ezra menatap wajahku dengan serius.

"Tidak, aku han-hanya ..." Ezra salah tingkah. Ia kini menggaruk kepalanya yang ku jamin tidak gatal itu.

Damn! My Mate Is A Vampire?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang