Suara kicauan burung terdengar jelas. Deruan angin begitu cepat melesat. Dengan sedikit menutup mata, aku berandai-andai dalam hati. Mencoba menerima semua yang sudah kulakukan ini.
Begitu nyaman, bahkan terkesan aman. Suara tertawa Bella juga Jeslin memenuhi indra pendengaranku. Mereka sedang membuat kue di dapur, sedangkan aku malah berdiam diri di luar.
Bella sudah menceritakannya. Ternyata, Jeslin dulu adalah temannya, walau tidak terlalu dekat, tapi mereka cukup akrab. Dan semua itu lenyap ketika kematian Rea. Keluarga Jeslin mengasingkan diri, dan tentu saja untuk maksud tertentu.
Suara kicauan burung-burung kecil mendominasi. Sedangkan angin siang begitu sejuk menerpa wajahku. Pohon-pohon pinus yang menjulang tinggi menambah kesan nyaman dalam hatiku.
Sekejap, terbesit rasa bersalah. Aku sangat merasa bersalah karna telah mereject Leon. Bagaimana kabar pria itu? Atau, setidaknya apakah pria itu baik-baik saja?
Ini yang kupilih. Suka maupun duka, ini sudah takdirnya. Lagi-lagi pikiranku mengarah pada Leon, aku sedikit menggeram. Kenapa bayang-bayang pria itu menghantuiku?
Dia bukan lagi mateku.
Kami berdua memang sudah berpisah, memang itu 'kan yang seharusnya terjadi? Aku vampire, dan Leon seorang werewolf. Dua bangsa kami sangat mustahil akan bersama.
"Rea dulu sering bercerita padamu. Ia bilang sangat menyenangkan bermain denganmu. Namun, siapa sangka ketika beranjak remaja, ia malah merasa sakit hati?"
Kata-kata Jeslin malam itu datang padaku. Aku memang ingat semuanya, dan aku rasa Rea itu sangat baik padaku. Rea selalu membantuku ketika duka maupun suka, maaf, aku mengkhianatinya.
Dulu masih begitu kecil, bahkan aku belum begitu menyukai Leon. Tapi ternyata, berbeda dengan Leon yang ternyata menyukaiku diam-diam.
Dan, itulah awal mulanya.
"Hei, sedang memikirkan apa?" aku sedikit terkejut. Lalu menoleh, huft itu Jeslin. Wajah gadis itu sedikit penuh dengan krim, dan sudah pasti Bella adalah dalangnya.
"Di mana ,Bella?" tanyaku diantara kesunyian yang amat menyenangkan ini.
"Di dalam, sedang bersama Ezra," jawab Jeslin.
"Hanya satu yang tak kumengerti, Jeslin." pandanganku terfokus pada salah satu pohon pinus.
"Apa itu?" tanya Jeslin penasaran.
"Katanya, Lily itu memiliki rambut coklat. Tapi, mengapa rambutku hitam?" tanyaku dan Jeslin terkekeh.
"Kami mewarnai rambutmu, Ashley. Agar kau tidak dikenali oleh semua orang, dan ternyata Rosie membawamu pergi." Pandangan Jeslin menjadi sama denganku, dia menatap nyaman pohon pinus itu.
"Lalu, bagaimana dengan seseorang yang kukejar waktu dulu? Dia seperti Lily, bola mata berwarna biru, serta rambut berwarna coklat," balasku sedikit bingung.
Jeslin sedikit terkejut, lalu ia memasang wajah biasanya. "Sepertinya, itu adalah kakakku."
"Bagaimana, bisa? Bukankah kau bilang kakakmu sudah lama meninggal?" kataku.
"Kau terlalu polos. Itu sepertinya arwah Rea. Katamu, dia pernah menatap Leon kagum, bukan? Ya, itu pasti, Rea." Jeslin menghirup udara segar.
"Rea yang membawa ini semua," ujar Jeslin tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damn! My Mate Is A Vampire?!
Hombres LoboAshley Amara. Seorang gadis yang memendam seribu luka, juga merasakan pahitnya duka. Semua berawal dari Ashley, yang kabur dari rumah. Menyebabkan dirinya secara tak sengaja terpental hingga memasuki wilayah mahluk immortal. Teka-teki dengan masa la...