4.Sedikit rasa perhatian

40 16 0
                                    

Ada sedikit rasa khawatir yang sangat mengganjal hatiku, kala aku melihatmu sendirian di sebrang sana.


***

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Namun seorang gadis masih enggan untuk beranjak dari tempat duduknya. Lalu, ada suara ketukan pintu dan muncullah kedua sahabatnya.

"Lo nggak mau pulang atau gimana van?" Tanya Refa yang berdiri di belakang Susi dengan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ho'oh, atau lo mau nginep di sini van?" Tambah Susi dengan pertanyaan konyolnya yang jelas-jelas jawabannya adalah tidak.

"Yeuu si ogeb ya jelas enggak lah masa Vana mau nginep di sekolahan." Jawab Refa sambil menoyor kepala Susi.

Susi mendengus ketika kepalanya di toyor oleh Refa. "Eeh kue rengginang jangan toyor-toyor kepala gue napah, sakit tauuu!!! Ya siapa tau aja vana minat nginep di sekolahan ini sambil nemenin tante kun." Jawab Susi sambil cengegesan.


"Gue nungguin Pak Edi." Akhirnya Vana mulai berbicara setelah duo curut itu adu argumen.

"Dari pada lo nungguin Pak Edi mending lo ikut gue aja Van." Kata Refa memberi saran agar Vana mau nebeng dengannya.

"Nah bener nih kata si kue rengginang, dari pada lo harus nunggu di halte depan kan panas nanti lo item loh." Kompor Susi agar Vana menyetujui kata-kata Refa supaya nebeng dengannya.

"Nggak usah," Jawab Vana yang sudah tidak bisa diganggu gugat. Susi dan Refa hanya menghela nafasnya, bisa apa mereka jika Vana sudah memutuskan jawaban, Vana ya tetap Vana cewek yang keras kepala.

"Ya udah deh Van kalo lo nggak mau nebeng gue, gue pulang ama kembarannya miper aja. Tapi kalo lo butuh apa-apa jangan sungkan-sungkan buat telpon gue atau Susi ya!" Perintah Refa pada Vana yang hanya diangguki oleh gadis tersebut.

"Ya udah gue sama kue rengginang pulang dulu ya Van, lo hati-hati ya!" Pamit Susi pada Vana.

Setelah itu mereka mulai berjalan keluar kelas Vana. Tiga menit setelah kepergian duo curut Vana menyusul keluar untuk menunggu Pak Edi di halte.

Di halte bus depan sekolah hanya tersisa beberapa siswa. Ada yang belum di jemput dan ada yang menunggu bus atau kendaraan umum lewat. Karena lelah berdiri akhirnya Vana duduk di kursi panjang yang biasa di duduki oleh teman-temannya yang menunggu di halte tersebut.

Kemudian, ada sebuah motor besar berwarna hijau yang berhenti tepat di depan Vana. Pengendara motor tersebut kemudian melepas helmnya dan ternyata cowok tersebut adalah Rival cowok yang tadi pagi menabraknya di koridor sekolah.

"Naik cepet!" Perintah Rival pada Vana.

"Siapa lo nyuruh-nyuruh gue?!" Sarkas Vana sambil tengok kanan kiri siapa tau supirnya sudah datang menjemputnya.

"Gue emang bukan siapa-siapa lo, tapi apa nolongin orang harus jadi siapa-siapanya dulu? Halte ini udah sepi dan lo liat di depan minimarket ada dua preman yang lagi malak lo mau digangguin mereka?" Tanya Rival pada Vana sekali lagi.

Vana melihat ke arah depan minimarket ternyata benar ada dua preman yang sedang memalak. Vana tampak memikirkan perkataan Rival tadi jika dia diganggu oleh dua preman tersebut bagaimana?

Setelah berpikir agak lama akhirnya Vana menyetujui ajakan Rival untuk pulang bersamanya. "Oke, gue ikut lo. Tapi lo nggak ada niatan macem-macem kan?" Tanya Vana dengan memicingkan matanya pada Rival.

"Nggak lah, gak minat juga." Jawab Rival dengan kata-kata pedas sambil membuang mukanya ke samping.

Vana tidak menggubris kata-kata yang diucapkan oleh Rival. Ia lalu naik ke atas motor Rival.

"Ambil jacket gue di tas!" Perintah Rival lagi pada Vana. Vana menurut lalu mulai membuka tas Rival dan mengambil jacket tersebut dan menutup kembali tas Rival.

"Nih jacket lo" Ucap Vana ketus sambil menyerahkan jacket pada Rival.

"Pake buat nutupin paha lo, biar nggak jadi tontonan di jalan." Kata Rival. Vana menuruti perkataan Rival untuk menutupi pahanya dengan jacket Rival.

"Udah ayo jalan." Kini giliran Vana yang memerintah Rival.

"Pegangan!! Ntar lo jatoh, gue nggak mau tanggung jawab kalo lo mati." Vana menurut lalu berpegangan pada bahu Rival.

"Lo kira gue tukang ojek apa? Pake pegangan di bahu lagi." Rival mulai pusing menghadapi gadis yang ada di atas motornya ini, Rival berpikir gadis ini tidak pernah naik motor sampai tidak tahu harus berpegangan di mana kala naik motor.

"Terus gue harus pegangan dimana dong?" Tanya Vana bingung sendiri.

"Lo pegangan di pinggang gue bukan di bahu gue." jawab Rival sambil mengarahkan tangan Vana pada pinggang Rival. Vana sebenarnya agak canggung, tapi mau bagaimana lagi dia tidak mau mati muda karena jatuh dari motor.

Setelah itu, Rival mulai menjalankan motornya membelah jalan raya Kota Bandung. Saat dalam perjalanan tidak ada yang membuka pembicaraan, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

Setelah beberapa lama saling terdiam, akhirnya Rival membuka topik pembicaraan dengan bertanya pada Vana. "Rumah lo dimana?" Vana menjawab, "Jalan Mawar No.43."

Lalu tak ada lagi percakapan diantara mereka. Hanya ada keheningan yang menyelimuti mereka berdua di jalan.

Lima belas menit akhirnya mereka sampai juga di depan rumah bercat putih yang sangat megah bak istana. Vana turun dari motor Rival, lalu berkata. "Makasih atas tumpangan dan jacketnya."

Rival menjawab. "Sama-sama."

Vana hendak masuk ke rumahnya namun tangannya di tarik oleh Rival. "Lo tuh ya nggak ada terima kasihnya banget, udah di tumpangin pulang dengan selamat tadi pagi juga nabrak gue, sekarang malah mau nyelonong gitu aja." Kata Rival jengah dengan gadis yang baru saja ia tumpangi dengan motornya.

Vana memutar bola matanya. "Gue tadi kan udah bilang 'makasih' dan masalah di koridor tadi pagi lo juga salah kan, lo jalan nggak liat sekitar lo. Kalo lo liat, lo pasti ngehindar waktu gue mau nabrak lo. Terus sekarang gue tanya, mau lo apa?"

Rival sudah kalah telak berhadapan dengan gadis ini. "Ya suruh mampir kek gue, kasih minum atau makanan apa gitu!"

"Mending lo pulang aja deh, gue mau belajar." Kata Vana mulai mengusir Rival.

"Ya udah gue pulang aja deh, ngadepin orang kayak lo nggak ada gunanya juga." Sarkas Rival yang mulai memakai helmnya. Setelah itu, menyalakan dan melajukan motornya. Dilihatnya motor Rival sudah menghilang dari gang perumahan Vana. Vana pun masuk ke dalam rumahnya yang besar tersebut.

TBC...

Jangan baper!!

Mecca Fauzi Rahmawati.

Affection [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang