Rasanya bodoh, tapi lucu. Ketawa tanpa sebab karena jatuh cinta diam-diam.
***
"Hujannya udah reda, lo mau pulang sekarang?" Tanya Rival membuat Vana menoleh ke arahanya.
Vana mengangguk lalu Rival berdiri dan naik ke motornya. Rival memakai helm-nya setelah itu Vana naik ke motornya.
"Pegangan, Van!!" Rival menarik tangan Vana lalu ia letakkan di perutnya.
Vana ingin menarik kembali tangannya, tapi Rival cepat-cepat mencengkeram tangan Vana. Membuat Vana mengurungkan niatnya.
Rival mulai melajukan motornya, Vana hanya diam memperhatikan jalanan yang basah karena hujan. Saat ia perhatikan ini bukan jalan menuju ke rumahnya. Ia lalu bertanya, "Ini mau kemana sih?"
Rival mengintip Vana dari kaca spionnya, terlihat wajah Vana seperti kebingungan. "Kita makan dulu, gue laper." Vana hendak berbicara, Rival buru-buru memotongnya. "Nggak ada penolakan!" Vana menghembuskan napasnya pasrah.
Rival menghentikan motornya di warung pinggir jalan. "Kita makan disini." Jelas Rival membuat Vana paham.
Mereka berdua masuk ke tenda warung tersebut, lalu duduk di kursi kayu yang ada di dalam. "Lo nggak papa kan makan disini?" Tanya Rival takut Vana tidak setuju.
"Ya nggak papa lah," kata Vana sambil menggosok-gosokkan tangannya yang masih dingin.
"Mas Rival, mau pesen apa?" Tanya penjual makanan di warung tersebut.
Rival melirik Vana. "Nasi goreng aja yah?" Vana mengangguk.
"Yaudah Mang, kita pesen nasi gorengnya dua sama teh manis angetnya dua." Final Rival membuat penjual yang bernama Mang Ucup tersebut mengangguk.
"Oke, siap Mas." Mang Ucup langsung membuatkan nasi goreng dan teh manis anget untuk mereka.
Tidak butuh waktu lama, Mang Ucup sudah kembali dengan membawakan pesanan mereka.
"Makasih, Mang." Ucap Rival.
"Sama-sama Mas, yaudah Mang Ucup masuk lagi yah ada pesanan soalnya. Selamat menikmati." Mang Ucup balik lagi ke dapur.
Vana mulai menyuapkan nasi goreng itu ke mulutnya. Yang ia rasakan dari nasi goreng tersebut adalah enak.
"Enak nggak?" Tanya Rival.
Vana mengangguk dan berkata, "Banget."
Rival tersenyum mendengar ucapan Vana. Ia lalu makan kembali nasi gorengnya.
"Lo sering makan disini?" Tanya Vana pada Rival yang sedang mengunyah nasi gorengnya. Setelah selesai ia mengunyah nasi gorengnya ia menjawab, "Iya." Jawab Rival singkat.
"Sama siapa?" Tanya Vana lagi membuat Rival yang ingin menyuapkan nasi gorengnya ke mulut terhenti.
"Sama Alvian." Jawaban Rival sukses membuat Vana tertawa. "Lo homo yah?" Tanya Vana membuat Rival mendelik.
"Enggak, gue makan sama Alvian bukan berarti gue homo. Itu karena lo selalu nolak gue." Jawab Rival santai.
"Kapan pernah gue nolak lo? Lagian emang lo pernah nembak gue?" Pertanyaaan Vana membuat Rival tersedak. Lalu Vana memberikan teh manis hangat untuk Rival.
Rival segera minum tehnya, lalu ia menetralkan ekspresinya.
"Udah, nggak usah dibahas." Ketus Rival membuat Vana mengangkat alisnya sebelah.
"Kan lo duluan yang bahas." Elak Vana membuat Rival kicep.
***
Vana sedang duduk menyender pada headboard kasurnya. Ia tersenyum mengingat kejadian tadi sore bersama Rival. Hingga Citra mengejutkannya.
"Heh, lo kenapa senyum-senyum? Lagi jatuh cinta ya lo?" Tanya Citra tepat sasaran.
"Enggak." Elak Vana.
Citra mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Pandangannya terhenti kala melihat jaket blouson warna hitam di kursi meja belajar Vana.
"Itu jaket siapa, Van?" Citra menunjuk jaket tersebut.
"Itu-" jeda Vana sambil memikirkan jawaban yang pas untuk menjawab pertanyaan dari Citra. "Itu jaket gue. Iyah, itu jaket gue." Lanjutnya dengan wajah gugup.
"Ooo, gue kira punya siapa." Ucap Citra membuat Vana lega.
"Van, si Rafli udah punya pacar?" Tanya Citra sambil mengubah duduknya menjadi menghadap Vana.
"Belum, emang kenapa lo tanya kaya gitu? Lo suka ya sama Rafli?" Vana mencolek hidung mancung Citra, membuat Citra salting.
"Gue nggak tahu, gue suka apa enggak sama Rafli." Kata Citra membuat Vana bingung.
"Lah, kan lo yang ngalamin. Masa lo nggak tahu sih."
Citra juga bingung pada hatinya sendiri. Ia sering merasa kagum jika melihat Rafli. Tapi ia tidak tahu itu rasa cinta atau hanya sebatas rasa kagum saja.
Citra menggaruk-garuk kepalanya. "Tau ahh, gue pusing." Citra lantas berbaring dan menutupi tubuhnya dengan selimut.
Sementara Vana, ia masih memikirkan kejadian tadi sore. Ia rasa ada perasaan aneh yang menjalar di seluruh tubuhnya kala ia dekat dengan Rival. Rival seperti mempunyai target tersendiri untuknya.
Ia tersenyum kala membayangkan kembali saat Rival menyampirkan jaketnya ke pundaknya.
Benar-benar keterlaluan, Rival sudah membuatnya seperti orang gila hanya karena membayangkan hal sepele seperti itu. Jika ada Susi, sudah pasti ia ditertawakan karena tertawa hanya karena cinta diam-diam.
Ia kemudian ikut berbaring di samping Citra dan menyelimuti tubuhnya dengan selimut. Lalu menyerahkan menyusul Citra yang sudah dulu ke alam mimpi.
***
Huwaaa😭
Pendek bat yah???
Maklumin ajah,,,Vote and komen jangan sampai lupa!🤯
Bye...bye...👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Affection [Proses Revisi]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM BACA]✓ "Sekarang gue tau perbuatan aja nggak cukup buat buktiin yang namanya cinta. Harus ada fakta yang mendukung buat buktiin kebenarannya." Vanasha Aurora Fauzi. "Nggak semua cinta bisa dibuktiin. Kadang seorang pujangga pun hanya...