Emang bener yah, penyesalan tuh datengnya akhir. Ya iyalah, kalo awal mah namanya pendaftaran.
***
Dalam waktu tiga jam tiga puluh menit setelah Citra menelpon orang tua Vana, mereka datang kesini.
"Citra, sebenarnya Vana kenapa?" Tanya Eva dengan lembut.
"Gini tante, sebenarnya Vana tuh kena penyakit anemia aplastik." Jawab Citra membuat Eva syok mendengar kabar tersebut.
"Terus gimana keadaan Vana sekarang, Citra? Dia baik-baik aja kan?" Tanya Mahessa beruntun.
"Keadaan Vana kritis om, Vana sekarang butuh donor darah golongan AB Negatif. Tapi stok darah itu di rumah sakit ini habis om. Jadi kita lagi cari pendonor yang cocok buat Vana." Jelas Citra yang tambah membuat Eva syok.
"Gimana, pah?" Tanya Eva panik.
Mahessa merangkul istrinya, berusaha menenangkannya. "Nanti papah coba cari pendonor yang mau mendonorkan darahnya buat Vana secepatnya." Jawab Mahessa membuat Eva sedikit lega.
"Citra," panggil Mahessa membuatnya menoleh.
"Om mau tanya, sejak kapan Vana punya penyakit ini?" Tanya Mahessa membuat Citra bingung ingin menjawab apa.
"Kalau penyakit ini, Citra baru tau kemarin waktu ngikutin Vana ke rumah sakit ini. Dan satu lagi om, tapi om janji yah jangan kasih tau Vana."
Mahessa mengangguk, lalu Citra berkata, "Sebenarnya Vana selama ini kerja sebagai waitress di salah satu cafe om."
Mahessa mengusap wajahnya kasar. Sebagai seorang ayah, ia sepertinya gagal menjadi orang tua yang baik untuk Vana.
Tiba-tiba Dokter Gina datang dan bertanya, "Gimana? Apa ada kabar tentang pendonor yang mau mendonorkan darahnya untuk Vana?"
Citra menjawab, "Belum, dok."
"Dok, apa saya boleh menengok anak saya?" Tanya Eva dengan raut wajah lesu.
"Boleh, asal dibatasi yah jumlah pengunjungnya. Misal sekali masuk dua atau tiga pengunjung saja." Jawab Dokter Gina sambil tersenyum ramah.
"Ayo, pah." Ajak Eva pada Mahessa yang dari tadi hanya diam.
Mahessa berdiri lalu mengikuti Eva dari belakang. Saat masuk ruangan tersebut, ia melihat putrinya yang terbaring lemah di atas brankar dengan selang oksigen yang ada di hidungnya.
Mahessa dan Eva mendekat ke brankar Vana. "Maafin papah, nak." Ucapnya sambil meneteskan air mata.
"Mamah juga minta maaf ya, nak. Kita janji nggak akan terlalu sibuk sama kerjaan kita." Sama seperti Mahessa, Eva juga ikut menangis.
"Cepet sembuh ya, nak." Ucap Eva sambil mencium kening Vana.
Setelah mengatakan itu mereka berdua keluar dari ruang ICU tempat dimana Vana dirawat sekarang. Saat mereka keluar Rival langsung meminta izin untuk masuk dan menjenguk Vana.
"Om, tante saya boleh kan jenguk Vana?" Tanya Rival meminta izin pada Mahessa dan Eva.
"Kamu cowok yang waktu itu jemput Vana, kan?" Tanya Mahessa yang mengingat wajah Rival.
"Iya, om." Jawab Rival singkat.
"Ya sudah, silahkan kamu masuk. Siapa tau Vana sadar kalau dijenguk kamu." Ucap Mahessa mempersilahkan Rival untuk masuk.
Rival masuk dan mendekat ke brankar Vana. Ia melihat Vana yang belum sadar.
"Van, bangun dong!! Gue ada disini. Maafin gue yah, yang diomongin sepupu lo bener gue tuh nggak gentle sebagai cowok. Gue suka sama lo, tapi gue nggak pernah ungkapin itu ke lo." Ucap Rival sendu karena gadis yang ia sukai sedang terbaring lemah. Lebih baik ia melihat Vana yang bersikap dingin padanya dari pada ia harus melihat Vana seperti ini.
"Lo yang kuat ya Van, gue bakal cari pendonor darah buat lo." Rival mengusap pipinya yang basah karena air matanya.
"Gue sayang sama lo." Ucap Rival tepat di telinga Vana.
Lalu, Rival keluar dari ruangan tersebut untuk bergantian dengan yang lain. Saat ia keluar ternyata ada Refa dengan cowok di sampingnya.
"Lo ngapain kesini?" Tanya Citra ketus.
"Gue dikasih tau sama salah satu temen Vana, katanya dia dibawa ke rumah sakit. Jadi gue kesini buat minta maaf atas kesalahan gue karena gue udah ngerobek kertas beasiswanya dia." Ucap Refa merasa bersalah.
"Akhirnya nyadar juga." Ucap Susi menyindir Refa.
"Om, tante saya denger Vana lagi butuh donor darah ya?" Tanya Refa pada Mahessa dan Eva.
"Iyah," jawab Eva sambil tersenyum ke arah Refa.
"Saya boleh nggak donorin darah saya?"
Mahessa dan Eva berbinar mendengar pertanyaan Refa. "Golongan darah kamu memang sama dengan Vana?"
Refa mengangguk. "Ya sudah sekarang kita ke ruangan Dokternya Vana yah?" Tanya Mahessa.
Refa hanya menuruti ucapan Mahessa. Lalu berjalan ke ruangan Dokter Gina dengan diarahkan oleh Citra.
***
TBC...
Akhirnya ada yang donorin darah buat Vana🤲
Ayo!! Vote and komen👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Affection [Proses Revisi]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA]✓ "Sekarang gue tau perbuatan aja nggak cukup buat buktiin yang namanya cinta. Harus ada fakta yang mendukung buat buktiin kebenarannya." Vanasha Aurora Fauzi. "Nggak semua cinta bisa dibuktiin. Kadang seorang pujangga pun hanya...