Berlangsung lama, tapi berakhir bahagia.
***
Dua hari setelah Refa mendonorkan darahnya untuk Vana, keadaan Vana masih sama. Ia masih belum sadar juga.
Sekarang, Rival sedang menjenguk Vana sendirian. Ia duduk di kursi dan memegang tangan Vana.
"Van, gue disini. Lo bangun yah!" Ucap Rival dengan wajah sendu dan mata sembabnya.
Ia menyelipkan sehelai rambut Vana yang menutupi wajahnya. Ia memandangi wajah Vana yang biasa menampakkan wajah datar sekarang menjadi pucat. Ia tersenyum kala mengenang kembali saat-saat dimana pertama kali ia dan Vana bertemu.
"Cepet sembuh Van, gue kangen muka jutek lo." Ucapnya sambil terkekeh dan beranjak dari kursi. Sebelum Rival keluar, Rival sempat membisikkan sesuatu di telinga Vana. "Gue cinta sama lo Vanasha Aurora Fauzi, jangan tinggalin gue!!"
Sekarang Rival sudah benar-benar keluar dari ruangan Vana. Lalu duduk di kursi tunggu kembali.
Di kursi tunggu ada kedua orang tua Vana, Citra, Susi, Alvian, Rival, Rafli dan Refa. Mereka semua sedang duduk termenung dengan pikiran masing-masing.
Dokter Gina tiba-tiba datang dan berkata, "Saya mau periksa keadaan Vana dulu yah." Ucapnya lalu masuk ke dalam ruangan dengan ditemani beberapa suster.
Satu jam mereka menunggu Dokter Gina yang sedang memeriksa keadaan Vana. Akhirnya Dokter Gina keluar.
"Bagaimana keadaan putri saya, dok?" Tanya Mahessa sambil berdiri.
"Keadaan Vana masih sama seperti kemarin-kemarin, tidak ada perubahan yang ditampilkan dari pemeriksaan tadi." Jawab Dokter Gina membuat semuanya mendengus.
"Saya permisi dulu." Izin Dokter Gina lalu kembali ke ruangannya.
"Om, tante saya pamit yah." Rival menyalami tangan kedua orang tua Vana.
Rafli curiga pada Rival lalu berusaha mengikutinya. "Om, tante saya juga ikut pamit yah." Rafli buru-buru menyalami kedua orang tua Vana dan berlari menuju parkiran untuk mengambil mobilnya.
Dilihatnya Rival sudah jalan duluan menggunakan motornya. Rafli mengikuti Rival dari belakang. Motor Rival terus berjalan sampai akhirnya berhenti di sebuah club.
"Ngapain si Rival kesini?!" Tanya Rafli yang masih ada di mobil. Setelah Rival masuk, Rafli baru keluar dari mobilnya. Sebenarnya Rafli tidak mau buang-buang waktu ke tempat seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, ia curiga kenapa Rival pamit setelah mendengar kabar bahwa keadaannya Vana yang masih sama seperti kemarin-kemarin. Perginya ke club pula.
Ia masuk dan langsung disambut oleh musik yang berdentum sangat keras di telinganya. Ditambah lagi dengan cewek-cewek yang sedang berjoget ria dengan pakaian seksinya. Rafli muak dengan tempat ini bau alkohol dimana-mana, cewek-cewek berpakaian seksi serta musik yang bervolume sangat keras ini benar-benar membuat gendang telinganya rusak.
Tapi, niatnya kesini adalah untuk membuntuti Rival. Jadi mau tidak mau ya dia harus mau. Saat menoleh ke arah kanan, ia melihat Rival sedang duduk di bar sambil meminum-minuman yang disajikan oleh bartender tersebut. Rafli menghampiri Rival lalu bertanya, "Ngapain lo disini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Affection [Proses Revisi]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA]✓ "Sekarang gue tau perbuatan aja nggak cukup buat buktiin yang namanya cinta. Harus ada fakta yang mendukung buat buktiin kebenarannya." Vanasha Aurora Fauzi. "Nggak semua cinta bisa dibuktiin. Kadang seorang pujangga pun hanya...