Mungkin seharusnya kau makan kosmetik juga, supaya hatimu jadi cantik.
***
Di dalam kelas, Vana hanya diam sambil duduk di kursinya. Susi yang baru datang heran dengan sikap Vana. "Van," panggil Susi sambil mengguncang tubuh Vana.
"Hmm" Vana hanya menjawab dengan dekheman. Susi bertanya dengan menggerakan dagunya pada Citra.
Citra mengambil ponsel Vana yang berada di saku tas sebelah kiri. Lalu, Citra menunjukan video yang tadi malam Vana tunjukkan padanya.
Susi melihat video itu sampai habis. Dia juga sama tidak percayanya seperti Vana. Dia pikir Refa itu baik, namun seperti roda yang berputar sifat manusia pun sama seperti roda.
"Gue masih nggak percaya kalau Refa yang sobek kertas Vana." Ucap Susi sambil menaruh ponsel Vana di atas meja.
"Dari awal gue udah feeling, sih. Kalau yang sobek kertas itu emang Refa. Soalnya kentara banget waktu Vana ngasih tau kita kalau dia dapet beasiswa, Refa itu kaya nunjukin ekspresi nggak suka gitu." Jelas Citra, yang membuat Susi berpikir. Citra cenayang bukan sih?
"Terus, lo nggak mau laporin ini ke Pak Trisno?" Tanya Susi sambil berdiri.
Vana hanya menggeleng menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Susi. "Ya nggak bisa gitu dong, Van. Lo harus laporin Refa ke Pak Trisno. Biar Refa dapet hukuman." Gertak Susi yang membuat Vana mendongak.
Citra mengelus punggung Susi agar sabar menghadapi Vana. "Udah dari semalem gue ngomong kaya gitu, ampe bibir gue mau monyong. Yah, yang namanya Vana ya gitu, keras kepala."
Rafli datang dan menaruh tasnya di kursi sebelah Vana. "Nii lagi pada ngomongin apa sih?" Tanya Rafli kepo.
"Ini loh, Raf. Soal yang nyobek kertas Vana." Jawab Susi.
"Emang kalian udah tahu?"
Citra mengambil ponsel Vana yang tadi diletakkan di atas meja oleh Susi. "Nih, lo liat aja videonya."
Seperti Vana dan Susi, Rafli pun terkejut melihat video tersebut. Rafli pikir Refa adalah gadis yang baik dan tulus. Namun, penilaiannya ternyata salah.
"Kok bisa ya, Refa kaya gitu?" Tanya Rafli yang masih tidak percaya.
"Namanya manusia ya kaya gitu, yang keliatan tulus aslinya mau nusuk. Dan sebaliknya." Jawab Citra, cukup membuat Rafli terkesan. Dari luar Citra ini tampangnya tampang bad girl. Makanya, dari awal bertemu Rafli enggan untuk berkenalan dengan Citra. Tapi, ternyata Citra itu cewek bijak.
Susi yang melihat Rafli diam-diam memperhatikan Citra berkata, "Ekhhmm, ada yang jatuh cinta nih."
Citra menoleh ke arah Rafli. Rafli yang tertangkap basah sedang memperhatikan Citra mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Cieee, Rafli salting." Goda Susi membuat Rafli mendengus.
"Eeh, Van. Lo udah laporin ini belum ke kepala sekolah?" Tanya Rafli mengalihkan topik pembicaraan agar Susi tidak menggodanya terus menerus.
Seperti tadi waktu di tanya Susi, Vana hanya menggeleng. "Loh kok belum, sih?" Heran Rafli kenapa masalah seperti ini Vana belum melaporkan kepada kepala sekolah? Jika dilaporkan, maka Refa akan dapat hukuman dan mungkin Vana akan dapat keringanan untuk mendapatkan beasiswa lagi.
"Kalau lo nggak mau laporin, biar gue aja." Rafli berdiri dan mengambil ponsel Vana. Rafli berjalan cepat agar Vana tidak bisa mengejarnya. Vana yang baru sadar segera berlari menyusul Rafli.
Susi dan Citra mengikuti mereka di belakang. Mereka tidak ingin mengejar Rafli, karena niat mereka kan sama dengan Rafli. Yaitu, melaporkan Refa ke kepala sekolah.
Saat Rafli berada tepat di ruangan kepala sekolah, ia langsung mengetuk pintu dan membukanya. Membuat Pak Trisno kaget.
"Ada apa, Rafli?" Tanya Pak Trisno.
"Saya mau ngelaporin tentang kejadian kertas formulir beasiswa Vana, Pak." Jawab Rafli.
Vana yang baru datang langsung masuk begitu saja. "Permisi, Pak." Ucap Vana dengan ngos-ngosan karena berlari mengejar Rafli.
"Ini Pak, videonya. Silahkan Bapak lihat sendiri." Vana hendak merebut kembali ponselnya dari Pak Trisno. Namun, Rafli segera menghentikan Vana.
Pak Trisno melihat video tersebut. Lalu berkata, "Ini benar Refa, kan?" Tanya Pak Trisno yang juga tidak percaya.
"Iya, Pak." Jawab Rafli cepat sebelum di dahului oleh Vana.
"Benar-benar keterlaluan, saya nanti akan panggil dia untuk kesini." Pak Trisno memberikan ponsel tersebut pada Rafli.
"Maaf Pak, tapi apa ada kesempatan lagi buat Vana memperoleh beasiswanya kembali?" Tanya Rafli yang mendapat pelototan tajam dari Vana.
"Mohon maaf, tapi untuk kesempatan beasiswa itu cuma satu kali. Kalau pun ada itu pasti dari universitas lain." Jelas Pak Trisno membuat Vana kecewa.
"Ya sudah, sekarang kalian boleh keluar!! Saya akan kasih hukuman untuk Refa." Perintah Pak Trisno.
Mereka berdua keluar. Baru saja mereka keluar Citra dan Susi menyerbu mereka dengan banyaknya pertanyaaan.
"Gimana? Refa di kasih hukuman apa?" Tanya Susi.
"Vana dapat kesempatan lagi nggak?" Kini Citra yang bertanya.
"Kok kalian diem aja sih?"
"Woyyy, jawab dong!!"
"Udah lah, yuk balik ke kelas." Ajak Vana dengan wajah sendunya.
Mereka berempat berjalan ke kelas Vana. Saat di koridor mereka berpapasan dengan Refa.
"Woyyy, Refa!!" Panggil Susi membuat mereka semua berhenti.
"Dari mana aja lo? Kok nggak pernah kumpul sama kita? Takut ketahuan yah?" Tanya Susi membuat Refa mengernyitkan dahinya bingung.
"Lo cantik ya Ref, gue insecure loh kalo liat lo. Lo pasti pinter pake alat-alat kosmetik" Goda Citra. "Tapi mungkin seharusnya, lo juga makan kosmetiknya, biar hati lo juga ikutan cantik." Ucap Citra dengan sinis.
Refa emosi mendengar perkataan Citra. "Maksud lo apa?!"
Citra tertawa sinis, "Maksud lo apa?!" Tanya Citra menirukan ucapan Refa. "Cuma orang muna yang bisa ngomong kaya gitu." Lanjut Citra sambil menatap Refa menggunakan tatapan tajamnya.
Refa tidak menghiraukan Citra. Ia langsung pergi sebelum di keroyok kritikan oleh mereka semua.
***
Aduh, percuma yah? Punya muka cantik, tapi hatinya jelek.
Salam dari author manis, semanis gula🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Affection [Proses Revisi]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA]✓ "Sekarang gue tau perbuatan aja nggak cukup buat buktiin yang namanya cinta. Harus ada fakta yang mendukung buat buktiin kebenarannya." Vanasha Aurora Fauzi. "Nggak semua cinta bisa dibuktiin. Kadang seorang pujangga pun hanya...