Aku mengalah bukan berarti aku kalah. Itu semua kulakukan demi kebahagiaanmu.
***
Vana kembali ke kelasnya setelah selesai berbicara dengan Bu Fatma. Tapi, saat ia kembali Citra sudah tidak ada di kelasnya. Vana pikir Citra pergi ke kelasnya. Tapi selang beberapa saat setelah Vana kembali ke kelas, Citra dan Rafli masuk ke kelas bersama.
"Lo habis kemana, Cit?" Tanya Vana.
Citra melirik Rafli, lalu menjawab, "Gue habis ke toilet."
Vana memperhatikan Citra, tidak biasanya Citra berbicara dengan nada gugup seperti itu. "Kok lo bisa bareng sama Rafli?"
"Iya, tadi kita papasan di jalan, jadi kita bareng aja ke sininya." Bukan Citra yang menjawab, melainkan Rafli.
Vana mengangguk, tapi ia masih belum percaya dengan apa yang mereka berdua katakan. Vana rasa ada yang disembunyikan oleh mereka berdua.
"Eee, Van gue balik ke kelas yah. Udah mau bel soalnya." Citra keluar dari kelas Vana. Sebelum ia keluar, ia sempat tersenyum tipis ke arah Rafli.
***
Bel istrirahat sudah berbunyi. Susi dan Citra sudah ada di kelas Vana sekarang, mereka ingin mengajak Vana makan di kantin.
"Van, kantin yuk." Ajak Susi sambil merengek-rengek seperti bayi.
"Nggak, deh. Kalian aja!" Tolak Vana karena memang ia tidak lapar.
"Gue traktir deh." Ucap Susi.
"Nggak bisa nolak," kata Vana sambil terkekeh.
Susi menarik tangan Vana untuk berdiri. Lalu, ia berjalan sambil menggandeng tangan Vana.
"Gue boleh gabung, kan?" Tanya Rafli membuat mereka bertiga menoleh.
"Dihhh, si Rafli kaya sama siapa aja." Jawab Susi sambil tertawa.
Rafli berdiri lalu ikut berjalan bersama mereka ke kantin dengan Susi yang berjalan bersama Vana dan Rafli yang bersama Citra.
Saat mereka sampai di kantin, pandangan mereka langsung tertuju ke arah meja pojok yang sedang di duduki oleh Rival dan Zhelin. Pemandangan tersebut, membuat Vana bertanya-tanya dalam hati. 'Mereka udah jadian yah? Rival suka sama Zhelin? Kok mereka deket banget?' semua pertanyaan itu terus berputar di benak Vana.
Susi yang melihat Vana sedang memperhatikan Rival dan Zhelin menutup mata Vana agar Vana tidak melihat mereka berdua.
"Sus, lepasin ihh." Vana mencoba melepaskan tangan Susi dari matanya.
"Gue nggak akan lepasin, maaf ya Van. Ini demi kebaikan lo." Ucap Susi berbisik di telinga Vana. Vana hanya pasrah dengan apa yang dilakukan Susi.
Dalam mata tertutup, Vana berpikir. 'Apa gue mundur aja yah? Lagian kan gue nggak pantes buat Rival? Yang ada ntar gue nyusahin dia lagi. Gue ini kan penyakitan!' pernyataan pahit yang menampar keras hati Vana. Membuatnya ingin menangis, tapi ia tidak bisa.
Di sisi lain, Susi merasakan mata Vana yang memanas seperti ingin menangis. Ia lalu melepaskan tangannya dari mata Vana. "Lo nangis, Van?" Tanya Susi sangat keras membuat seluruh penghuni kantin memperhatikan mereka, termasuk Rival dan Zhelin yang sedang makan di meja pojok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Affection [Proses Revisi]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA]✓ "Sekarang gue tau perbuatan aja nggak cukup buat buktiin yang namanya cinta. Harus ada fakta yang mendukung buat buktiin kebenarannya." Vanasha Aurora Fauzi. "Nggak semua cinta bisa dibuktiin. Kadang seorang pujangga pun hanya...