33.Penghianat!!

17 12 1
                                    

Mungkin sebenarnya kamu tidak berubah, tapi topengmu saja yang akhirnya terbuka.

***

Vana bergegas pergi ke cafe tempat kerjanya. "Lo buru-buru banget sih, Van?" Tanya Citra yang melihat Vana seperti orang yang di kejar-kejar oleh hantu.

"Ntar gue ceritain habis pulang kerja. Gue duluan yah. Bye..." Vana berlari sambil melambaikan tangannya.

Vana berlari ke halte dekat sekolahnya, menunggu angkot lewat agar ia bisa cepat-cepat bertemu dengan Zhelin. Dan bisa tahu, siapa orang yang sudah merobek kertas beasiswanya?

"Pak, stop!!" Ucap Vana menghentikan angkot yang lewat. Angkot itu berhenti, lalu Vana naik.

***

Vana sampai di cafe tempat kerjanya. Ia buru-buru masuk ke dalam. Saat ia lihat, ternyata Zhelin dan Shufi sudah duduk manis di salah satu meja pengunjung.

Vana meminta izin terlebih dahulu pada Mba Mentari jika ia ingin mengobrol sebentar. "Mba saya izin ngobrol bentar sama temen saya ya, Mba."

Mba Mentari tampak berpikir, "Yaudah tapi jangan lama-lama yah!" Ucap Mba Mentari memperbolehkan Vana.

Vana langsung menghampiri Zhelin dan Shufi. Vana duduk di salah satu kursi yang kosong. "Mana videonya?" Tanya Vana to the point.

Zhelin tersenyum tapi senyumnya ini seperti menyiratkan suatu hal. "Santai, dong. Nggak usah buru-buru gitu."

Vana memejamkan matanya mencoba meredam emosinya. "Gue serius, kalau lo emang nggak tahu lo tinggal bilang aja. Nggak usah buat gue buang-buang waktu." Vana hendak berdiri namun terhenti ketika Zhelin menunjukkan layar ponselnya yang sedang memutar video.

Vana hendak mengambil ponsel Zhelin, namun Zhelin buru-buru menyembunyikannya. "Eitss, duduk dulu dong kalau mau liat videonya." Vana menuruti perintah Zhelin.

"Lo pengin liat sekaligus minta video ini kan?" Tanya Zhelin tepat di depan wajah Vana.

Vana mengangguk. "Oke, gue punya satu syarat." Vana bertanya-tanya dalam hati. Syarat apa yang akan diajukan Zhelin?

"Nggak susah kok syaratnya, lo cuma harus jauhin Rival!! Udah itu aja." Vana mendelik mendengar syarat yang diajukan Zhelin.

'Kok gue berat banget yah, ngelakuin syaratnya? Tuhan, gue harus gimana?' Tanya Vana dalam hatinya.

"Gimana? Oke, kan?" Tanya Zhelin membuat Vana bingung.

Vana menghembuskan napasnya pasrah. "Oke, gue setuju." Zhelin tersenyum miring mendengar jawaban Vana.

"Nice, nih videonya." Zhelin memberikan ponselnya. Vana menerima ponsel Zhelin dan menekan tombol play di ponsel Zhelin.

Vana melihat video itu sampai habis. Tidak ada satu detik pun terlewat. Vana tidak percaya dengan video tersebut.

"Ini pasti editan, kan?" Tanya Vana membuat Zhelin dan Shufi tertawa.

"Buat apa kita ngedit video nggak guna kaya gitu? Buang-buang waktu tau nggak!" Ucap Zhelin dengan sinis.

Vana tidak bisa membendung air matanya. Tangisnya luruh begitu saja. Sahabatnya yang sangat ia percaya, ternyata yang membuat impiannya hancur sekejap mata.

"Kirim ke gue!!" Suruh Vana sambil menghapus air matanya.

"It's oke." Zhelin mencari id line Vana. Setelah itu mengirim video tersebut.

"Jadi kita deal ya?" Zhelin mengulurkan tangannya ke depan. Tanpa pikir panjang Vana menerimanya.

"Cabut, Fi." Mereka berdua pergi meninggalkan Vana yang masih termenung tidak percaya melihat video tadi.

***

Vana mengetuk pintu balkon, beberapa detik kemudian pintu terbuka memperlihatkan Citra yang sedang memakai masker. Vana langsung masuk tanpa berkata apapun.

"Van, lo mau makan gak?" Tanya Citra namun tidak dijawab oleh Vana.

Citra bingung kenapa Vana hanya diam saja dari tadi. "Lo kenapa sih, Van? Kok diem terus dari tadi." Kesal Citra karena dari tadi di kacangi terus oleh Vana.

Vana memberikan ponselnya, lalu Citra melihat video yang sedang di putar di ponsel Vana. Terlihat Refa sedang masuk dengan mengendap-endap ke dalam kelas Vana. Lalu, Refa menggeledah tas Vana dan yang terakhir laci Vana. Setelah itu, terlihat Refa menyobek kertas yang ia ambil dari laci Vana. Dan Citra baru tahu, ternyata kertas yang Refa sobek di video itu adalah kertas beasiswa Vana.

Dugaannya ternyata benar, Refa lah dalang dari semua ini. "Gue bilang juga apa, Van!!" Citra melempar ponsel Vana ke kasur.

Vana mengacak rambutnya frustasi. Jika sudah begini ia harus apa? Kalau pun ia mengadu tentang perbuatan Refa, beasiswanya tidak akan kembali. Karena ia cuma punya satu kesempatan.

"Lo harus laporin ini ke kepala sekolah, Van!!" Suruh Citra yang sudah duduk di dekat Vana.

"Percuma," kata Vana dengan pandangan lurus ke depan.

"Tapi seenggaknya, Refa bakal dapet hukuman. Ya meskipun ini nggak setimpal sama beasiswa lo." Ucap Citra yang juga ikut kesal karena sepupunya ini terlalu baik, dengan cara membiarkan Refa begitu saja tanpa melaporkannya pada kepala sekolah.

"Udah lah, kita pikirin besok aja." Vana mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang sangat lengket karena bekerja setengah hari.

***

TBC...

Dih jahad banget si Refa😒
Sabar Vana😊

Spam komen oeyy!!
Jangan lupa Vote🤗

Affection [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang