35.Sakit

21 12 1
                                    

Sakit di tubuh hue nggak sebanding sama sakit di hati gue.

***

Vana, Susi, Citra, dan Rafli kini sedang berada di kantin. Mereka sedang menyantap mie ayam sambil bercanda. Refa yang duduk di pojok terus memperhatikan mereka. Ada rasa bersalah di hatinya kala ia mengingat perbuatannya yang sudah merobek kertas beasiswa Vana. Ada juga rasa iri yang membuatnya ingin berteman lagi dengan Vana.

"Andai aja ego gue nggak setinggi langit, gue nggak akan kehilangan Vana sama Susi." Ucap Refa pelan yang tidak bisa di dengar oleh siapapun.

Tiba-tiba toa pengeras suara berbunyi sangat nyaring, membuat murid-murid yang tadinya sedang ribut jadi diam.

"Diberitahukan kepada siswa bernama Refa Nabila Putri untuk segera menemui Bapak kepala sekolah di ruangannya." Ucap salah satu staf TU sangat jelas. "Sekali lagi diberitahukan kepada siswa bernama Refa Nabila Putri siswa kelas XII MIPA 3 untuk segera menemui Bapak kepala sekolah di ruangannya." Ulang staf TU tersebut membuat semua murid bertanya-tanya.

"REFA KENAPA YAH?"

"NGGAK TAHU TUH, PADAHAL KAN SEBELUM-SEBELUMNYA REFA NGGAK PERNAH DIPANGGIL SAMA PAK TRISNO."

"IYA YAH, ADA APA SIH? GUE KEPO NIH!!"

Susi tertawa, "Rasain tuh, dapat balasannya kan!!"

Refa yang mendengar perkataan Susi menunduk sedih. Sekarang, sahabatnya sendiri pun senang jika ia susah. Ini memang murni kesalahannya, kenapa ia bisa setega itu pada Vana? Padahal Vana tidak pernah berbuat jahat padanya.

"Eeh, nggak boleh gitu." Ucap Vana menasihati Susi.

Susi mendengus kesal, kenapa Vana malah memarahinya padahal kan Refa memang pantas diperlakukan seperti itu. Ia heran terbuat dari apa hati sahabatnya ini?

Refa berdiri lalu melangkahkan kakinya ke ruang kepala sekolah. Saat ia melewati meja mereka, tidak ada satu pun yang menyapa atau tersenyum padanya.

***

 
"Refa, saya mau tanya. Apa benar kamu yang merobek kertas beasiswa Vana?" Tanya Pak Trisno tanpa basa-basi.

Refa diam, ia tidak bisa menjawab pertanyaan Pak Trisno. "Tolong Refa!! Jawab pertanyaan saya." Bentak Pak Trisno membuat Refa memejamkan matanya.

"Iya Pak, saya yang merobek kertas beasiswa Vana." Jawab Refa jujur.

Pak Trisno memijit pelipisnya. "Kenapa kamu melakukan itu?"

"Maaf Pak, saya nggak bisa jelasin." Ucap Refa membuat Pak Trisno menghela napasnya berat.

"Sebagai hukuman, saya skors kamu selama satu minggu." Ucap Pak Trisno tegas.

"Iya, nggak papa kok Pak. Saya terima hukumannya." Ucap Refa pasrah.

"Ya sudah, kamu bisa keluar." Perintah Pak Trisno membuat Refa berdiri dan keluar dari ruangannya.

***

Saat ia keluar ada Vana, Citra, Susi dan juga Rafli. "Gimana hukumannya? Enak?" Tanya Citra sambil terkekeh.

Susi menyenggol lengan Citra. "Itu sih belum seberapa sama rasa sedihnya Vana. Kita liat aja ntar, seberapa kuat dia ada di sini tanpa ada sahabat yang selalu ada di samping dia." Susi tersenyum miring.

Refa sudah ingin menangis rasanya, tapi itu tidak mungkin. Jika ia menangis maka ia sama saja menyerahkan harga dirinya diinjak-injak begitu saja oleh Citra dan Susi. Apalagi Citra ini mulutnya sangat pedas layaknya admin lambe turah. Refa langsung pergi dari hadapan mereka.

Vana hanya diam, ia masih punya hati untuk tidak menindas Refa cuma gara-gara ia merobek kertas beasiswanya. Citra menoleh ke arah Vana.

"Van, lo mimisan?" Tanya Citra membuat Vana mengelap ujung hidungnya.

Saat ia melihat jari bekas mengelap hidungnya ada darah yang menempel di jarinya. Ternyata yang dikatakan Citra benar, ia mimisan.

"Ke UKS aja yuk!!" Ajak Susi membuat Vana menggeleng.

"Nggak usah, kalian tolong beliin tissue aja!!" Perintah Vana membuat Rafli langsung bergegas pergi ke koperasi untuk membeli tissue.

Vana duduk dengan Citra yang berada di samping kanannya dan Susi yang berada di sebelah kirinya.

"Bentar yah, Van!!" Citra khawatir takut terjadi apa-apa pada Vana.

"Duh, si Rafli kok lama banget sih?!" Gerutu Susi sambil celingukan.

"Sorry yah gue lama, nih tissuenya!!" Rafli menyerahkan tissue itu pada Vana, Vana langsung membuka bungkus tissue itu dan mengambilnya satu lembar untuk membersihkan hidungnya yang penuh darah.

Sudah lebih dari sepuluh tissue Vana habiskan. Dan terakhir ia menyumpal tissue yang sudah ia gulung kecil ke dalam hidungnya agar darahnya berhenti mengalir.

Beberapa menit kemudian, darah di hidung Vana sudah berhenti mengalir. Membuat mereka semua bernapas lega.

"Nanti kita periksa aja yah, Van. Takutnya lo kenapa-napa?" Ucap Citra yang sangat khawatir sampai-sampai dahinya penuh keringat.

"Iya Van, mending lo periksa aja. Ntar dari pada lo kenapa-napa malah repot lagi!!" Ucap Susi sama seperti Citra yang menyuruhnya untuk memeriksakan kesehatannya.

Saat Rafli hendak berbicara, Vana buru-buru memotongnya. "Apa? Lo juga mau nyuruh gue buat periksa?"

Rafli meringis. "Hehe, iya."

Vana berdecak sebal, dia cuma mimisan kenapa sahabatnya sangat berlebihan sampai-sampai ia di suruh periksa segala.

"Gue tuh cuma mimisan, ngapain harus periksa? Buang-buang duit tau nggak?!" Vana membereskan semua tissuenya yang berserakan, lalu ia buang ke tong sampah.

"Ternyata lo pelit duit juga ya, Van? Gini loh Van, kesehatan itu segalanya jadi lo harus periksa meskipun lo harus bayar dengan uang yang jumlah besar sekalipun." Jelas Susi membuat Vana mengangguk. Sebenarnya ia hanya mengangguk agar sahabatnya tidak terus mengoceh, bukan ia ingin periksa.

***

Come on vote let me get more excited.👍
Don't forget to comment too.

Salam buat kalian semua.❤️



Affection [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang