Kau bukan menghindar, tapi kabur karena ketakutan. Dasar penakut!
***
Sudah dua hari, Vana berangkat di antar supir. Tidak seperti biasanya di antar jemput oleh Rival. Vana merasa ada yang janggal, seperti ada yang kurang. Padahal dulu sebelum ada Rival, Vana biasa-biasa saja saat di antar oleh supir.
Vana merasa jika Rival menghindarinya, apa mungkin gara-gara ancaman Susi waktu di kantin. Ahh, tapi kenapa dia jadi memikirkan Rival.
"Ck..." Vana berdecak sambil menggelengkan kepalanya.
Susi yang melihat Vana seperti itu bertanya, "lo kenapa Van?"
"Eee-enggak."
"Gue kira lo kenapa!" Susi merangkul pundak Vana.
Saat di depan UKS Vana, Susi dan Refa berpapasan dengan Rival. Namun, ada yang aneh dengan Rival. Dia tidak menyapa atau tersenyum seperti biasa. Itu cukup membuat Vana bingung.
Susi mengamati seluruh ekspresi yang Vana tampilkan dari Saat melihat Rival yang masih jauh sampai Rival melewatinya tanpa menyapa dan tersenyum. Vana tampak kecewa sepertinya.
Di pertigaan Refa belok ke kiri, tapi Susi malah lurus mengikuti Vana. "Eeeeeh, lo mau kemana Sus?kok nggak belok?kelas lo kan ada di sana!" Tunjuk Refa menggunakan jari telunjuknya.
"Iya, gue tau dodol. Gue mau ke kelas Vana!" Jawab Susi.
"Ngapain lo?" Refa bingung kenapa Susi ingin ke kelas Vana.
"Gue mau diajarin PR." Susi nyengir kuda pada Refa.
"Tumbenan banget lo minta diajarin PR. Biasanya kan lo gak pernah ngerjain PR." Refa curiga pada Susi karena setahu Refa Susi itu jarang mengerjakan PR.
"Ooo, gue kira mau ghibah." Refa mengangguk-anggukkan kepalanya paham.
Susi bertanya, "Emang kenapa kalo gue mau ghibah?"
"Ya gue ikut lah!!" Jawab Refa sambil tertawa ngakak.
"Crispyyy!" Susi masang muka datarnya saat Refa tertawa padahal tidak ada yang lucu. Memang receh banget Refa ini.
Refa langsung diam saat Susi berkata 'crispyyy'. "Ya udah katanya lo mau diajarin PR, gue mau masuk kelas nih!"
"Dari tadi gue juga mau masuk kelas, cuma lo banyak tanya." Kesal Susi.
"Iya maap, ya udah gue duluan yah. Bye... Bye..." Refa melambaikan tangannya pada Vana dan Susi.
"Lo ada PR apa?" Tanya Vana seperti biasa datar.
"Gue sebenarnya nggak ada PR." Ucap Susi sambil memperlihatkan giginya yang putih.
"Terus lo mau ngapain?" Vana bingung pada bocah satu ini.
"Gue mau ngomong sama lo Van!"
"Ngomong apa?" Vana mengangkat alisnya sebelah.
"Jangan disini lah, ntar ada yang denger lagi." Susi menarik tangan Vana ke taman belakang.
Mereka berdua duduk di kursi besi panjang yang ada di sana.
"Cepet katanya mau ngomong!" Ucap Vana gak nyelowww."Ihhh, sabar atuh! Gini pertama-tama gue mau minta maaf!"
Vana bingung kenapa Susi tiba-tiba meminta maaf padanya.
"Minta maaf buat?""Yang kemaren di kantin."
Vana mengerti maksud ucapan Susi mengarah kemana."Kenapa lo minta maaf?"
"Gue tahu, lo pasti ngerasa ada yang aneh kan dua hari ini karena Rival kaya ngehindar dari lo? Gue minta maaf banget Van gue nggak bermaksud buat jauhin lo sama Rival, gue cuma nggak mau lo di kecewain sama dia. Pasti Rival jauhin lo karena ancaman gue waktu di kantin." Susi menjelaskan panjang lebar kali tinggi.
"Gue nggak ngerasain apa-apa." Elak Vana.
"Dari ekspresi lo tadi waktu Rival lewat depan kita, gue bisa nyimpulin kalo lo kecewa sama sikapnya dia yang ngehindar dari lo." Tebak Susi tepat sasaran.
Mulut Vana tercekat, seperti kehabisan kata-kata untuk menyangkal semua pernyataan yang di berikan oleh Susi. Tapi memang benar semua pernyataan yang di berikan oleh Susi itu benar adanya.
Vana memang kecewa akan sikap Rival, namun dia cukup sadar diri siapa dia dan siapa Rival. Dia nggak ada hak buat maksa Rival terus ada di sampingnya, dia bukan siapa-siapa nya Vana.
"Van, apa perlu gue bilang sama Rival kalo gue tarik ancaman gue yang waktu di kantin?" Tanya Susi.
"Nggak usah."
"Tapi gue ngerasa nggak enak banget sama lo, gue seolah-olah mau misahin lo gitu. Padahal gue tahu sebenernya lo nggak mau kan kalo Rival ngehindar dari lo!" Susi merasa tidak enak pada Vana.
"Gue nggak papa." Vana tersenyum pada Susi.
"Nah gitu dong, senyum...kan cantik jadinya!" Goda Susi sambil menyenggol lengan tangannya.
"Ya udah, balik yuk ke kelas!" Susi mengajak Vana masuk ke kelas karena sebentar lagi bel masuk berbunyi.
Vana hanya mengangguk sebagai jawabannya. Mereka berdua beranjak dari tempat duduknya, hendak pergi ke kelas.
Saat di Koridor, Vana dan Susi berpapasan lagi dengan Rival. Dan yah... Sama seperti tadi Rival hanya melewatinya tanpa menyapa dan tersenyum. Seperti orang yang tidak kenal.
Susi mengamati dalam-dalam ekspresi wajah Vana. Vana merubah ekspresinya menjadi datar tidak seperti tadi waktu di depan UKS.
"Sabar ya Van." Susi mengelus pundak Vana, seperti sedang menguatkan orang.
"Sabar kenapa?" Tanya Vana.
"Ya sabar, karena sikapnya Rival yang dua hari ini kaya ngehindarin lo." Terang Susi.
"Gue gak papa." Ucap Vana acuh.
"Iyain dah, Susi percaya." Susi mangut-mangut bertingkah seolah-olah dia percaya.
***
Gimana dengan part ini?
Nyambung gak sih?
Komen dong! 🙏Se youuu gaezzz👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Affection [Proses Revisi]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA]✓ "Sekarang gue tau perbuatan aja nggak cukup buat buktiin yang namanya cinta. Harus ada fakta yang mendukung buat buktiin kebenarannya." Vanasha Aurora Fauzi. "Nggak semua cinta bisa dibuktiin. Kadang seorang pujangga pun hanya...