BAB 3

29.6K 2.2K 34
                                    

°Zira's Brothers & Daddy°

Setelah dengan lancangnya Zira mencium Reihand, ia berlari dengan tergesa-gesa masuk ke dalam panti. Ia malu sekaligus gugup setelah melakukannya.

Tiana yang melihat Zira lari dengan tergesa-gesa, langsung memperingati Zira. "Zira! jangan lar--,"

Bugh.

Telat sudah.

"Ri...." Tiana melanjutkan ucapannya yang terpotong.

Ketika lari, Zira tidak sengaja melewatkan dua buah anak tangga. Ia terjatuh dengan posisi berlutut. Sebelah lutut kakinya terantuk sudut anak tangga. Kedua tangannya ia gunakan untuk menopang tubuhnya. Zira segera berdiri dan menepuk-nepuk, membersihkan tangan dan lututnya.

Zira melihat lututnya. Lututnya sedikit melebam, mulai berubah warna sedikit bewarna hijau keunguan.

Zira berbalik menghadap bunda dan tersenyum, " Zira gak apa-apa kok, bun. Zira masuk kamar dulu ya, malam bunda,"

Zira langsung berbalik dan segera masuk ke kamarnya dengan jalan yang sedikit dipercepat tanpa menunggu balasan dari Tiana. Zira menutup pintu kamarnya. Ia bersandar di balik pintu sambil memegang dadanya, merasakan detak jantungnya.

Deg Deg.

Deg Deg.

Zira tersenyum ketika mengingat kembali kejadian tadi. Zira benar-benar gugup.

Tumbuh tanpa kedua orangtua di sisinya sejak kecil, membuat keinginannya sangat besar untuk memiliki sesosok ayah. Disayang, dimanja, bermain bersama, bercanda bersama, kegiatan yang sangat Zira harapkan untuk dilakukan bersama seorang ayah.

Membayangkannya saja sudah membuat Zira merasa senang. Ia menjadi semakin tidak sabar.

"Bunda, Daddy Zizi kenapa nggak pulang-pulang?"

"Bunda bilang kalau Zizi udah besar, daddy bakalan datang."

"Zizi udah besar bunda, kenapa daddy belum datang?"

"Daddy lagi nyari uang yang banyak banget buat Zizi. Jadi Zizi harus nunggu lebih lama lagi sayang,"

Seketika, senyuman Zira memudar. Suara itu, suara itu kembali terdengar. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya untuk mengusir suara itu. Usaha yang dilakukannya sia-sia. Suara itu kembali didengarnya.

"Daddymu membencimu! karna itu dia nggak akan pernah datang mencarimu!"

"Kamu itu anak yang tidak diharapkan!"

"Orangtuanya mungkin terpaksa ngelahirin anak sial seperti dia,"

"Bahkan orangtuanya saja membuangnya."

"Dia gak pantas hidup,"

Zira meremas kuat piyama tidurnya. Nafasnya mulai tidak teratur, ia memejamkan matanya erat.

"Tidak, uncle tidak seperti dia. Uncle menyayangi ku." monolog Zira pada dirinya sendiri. "Nggak, mereka... mereka berbeda."

Zira berusaha meyakinkan dirinya bahwa itu tidak benar. Tetapi, semakin ia meyakinkan dirinya, semakin membuatnya kembali memikirkan kata-kata itu. "Nggak! enggak... me-mereka bohong,"

Nafasnya semakin tidak teratur, dadanya mulai terasa sesak. Ia tidak dapat menahannya lagi. Dengan tergesa-gesa ia berjalan ke arah meja belajarnya. Ia mengambil dua buah tempat kecil yang berisi obat-obatan dari laci meja itu.

Ia mengambil masing-masing satu butir pil di setiap tempatnya, lalu segera memakannya. Zira duduk di tepi kasur, memeluk lututnya, dan menenggelamkan kepalanya di antara lipatan tangannya.

Perlahan-lahan nafasnya mulai teratur. Tubuhnya mulai terbaring ke samping dan terlelap. Di kedua tempat kecil itu, terdapat label yang menuliskan obat penenang, dan obat tidur.

Tok tok

Tiana mengetuk pintu kamar Zira. "Zira? Bunda masuk ya, sayang?" Tiana meminta izin, lalu membuka pintu.

"Udah tidur?" monolog Tiana dengan suara yang pelan.

Tiana mengambil selimut yang terletak di kasur, dan segera menyelimuti Zira.

"Gimana bisa tidur? Bukannya harus ditemani dulu ya, biasanya?" gumam Tiana.

Setelah selesai menyelimuti Zira, Tiana mengecup kening Zira dan segera keluar.

***

Xano's Corp
12.37

"Ada apa?" tanya pria yang sedang mengurus berkas itu pada bawahannya.

"Sesuai dengan perintah tuan, kami sudah mencari putri tuan ke beberapa panti asuhan yang ada di daerah sekitar." jawab bawahan pria itu.

"Dari 97 panti yang ada, 83 panti asuhan sudah selesai kami selidiki. Kami menemukan beberapa anak bernama Zira, tapi semuanya memiliki nama belakang yang berbeda dari data yang diberikan tuan pada saya."

"Dari 14 panti yang tersisa, 9 panti telah ditutup. Dan semua anak dari panti yang telah ditutup, sudah diadopsi."

"Saat ini, saya sedang mencari data-data anak yang telah diadopsi itu."

"Dan 5 panti asuhan lagi telah berpindah lokasi. Karena itu saya juga sedang mencari informasi lokasi panti asuhan yang telah pindah itu tuan."

"Lakukan tugasmu secepatnya, ini udah terlalu lama!" bentak pria itu.

"Sudah berapa lama ini? Hampir tiga bulan aku menunggu informasi itu darimu, kenapa kinerjamu semakin buruk, hah?!"

"Maafkan saya tuan, saya akan berusaha menyelidikinya secepat mungkin." ucap bawahan itu sambil menunduk.

"Pergilah! lakukan secepatnya!" perintah pria itu.

Bawahan itu segera pergi dari ruangan itu. Pria itu menahan emosinya dan menghela nafas.

"Hah...."

"Kenapa begitu sulit hanya untuk menemukanmu?" Pria itu mengusap sebuah foto yang sudah sedikit kusam, menampilkan foto seorang bayi yang sedang tersenyum dan tangan mungilnya memegang jari telunjuk orang dewasa dari sebelah.

"Daddy akui, daddy udah ngelakuin kesalahan yang cukup besar sayang. Daddy benar-benar minta maaf," sesal pria itu dengan mata yang sedikit memerah menahan tangis.

"Maaf, daddy enggak bisa jadi ayah yang baik."

"I'm so sorry my little girl,"

Pria itu, pria yang bernama Albert Xanato, pemilik sekaligus pendiri dari perusahaan Xano's Corp.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.
.
TBC

Stefanie.

Zira's Brothers & DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang