BAB 19

19.9K 1.5K 49
                                    

°Zira's Brothers & Daddy°

HAPPY READING!
.
.

Saat ini, Zira berada di depan gerbang sekolah menunggu Albert menjemputnya. Ya, sesuai perjanjian mereka kemarin, hari ini jadwal Albert yang menjemput Zira.

"Daddy bakal datang sedikit telat," ujar Lucio yang tiba-tiba berdiri di sebelah Zira, membuat Zira tersentak kaget.

"Oh? I-iya," jawab Zira kikuk.

"Zira tau? Kakak iri sama yang lainnya. Dari semuanya, cuman kakak yang belum sedekat itu sama Zira. Padahal, kita satu sekolah." ungkap Lucio memulai pembicaraan sambil menatap lekat mata Zira.

"Kakak mau, setelah ini Zira bisa lebih dekat sama kakak dan jangan ngerasa canggung lagi sama kakak. Zira.. bisa janji sama kakak, kan?" tanya Lucio penuh harap.

Ia iri dengan kedua kakaknya yang sudah sering bertemu dengan Zira. Padahal, selama ini ia satu sekolah dengan adiknya itu. Namun, ia merasa tidak bisa dekat dengan adiknya itu. Seolah ada jarak yang begitu lebar memisahkan mereka berdua.

Ia juga iri melihat Reza -sepupunya-  yang bahkan pada awalnya tidak menyambut kehadiran Zira dengan baik, malah Reza yang paling dekat dengan Zira diantara mereka semua sekarang. Padahal, sejak awal ia yang paling bahagia ketika daddynya menemukan adiknya itu.

Ia juga kecewa, saat pertama kali ia bertemu secara langsung dengan Zira, Zira malah ketakutan ketika melihatnya, seolah-olah ia adalah monster. Namun, ia tidak memperdulikan itu sekarang. Yang ia inginkan sekarang adalah membuat adiknya itu bahagia ketika bersamanya tanpa ada penghalang di antara mereka berdua.

Ia ingin menjadi kakak yang paling Zira sayangi, layaknya orang asing yang bernama Andro itu. Ia ingin adiknya  berlari masuk ke dalam dekapannya ketika merindukannya. Ia ingin melihat mata adiknya yang berbinar ketika melihat kehadirannya. Ia ingin semuanya, semua kasih sayang yang Zira berikan padanya, sebagai kakaknya.

"Kenapa kakak mau dekat sama Zira? Zira gak pantas jadi adik kakak. Zira itu cuman benalu buat keluarga kalian," lirihnya.

Zira sadar diri, kalau ia tidak pantas berada di keluarga itu. Kehadirannya yang tercipta karena kesalahan dan penolakan yang mereka berikan, sudah cukup baginya untuk membuktikan bahwa ia hanya parasit di keluarga itu.

"Siapa yang bilang begitu? Kakak gak pernah nganggap Zira itu benalu bahkan sejak awal pun. Zira harus tau, kehadiran Zira yang paling kakak nantikan selama ini. Semenjak pertama kali daddy bilang kalau kakak itu punya adik perempuan, kakak senang banget."

"Sampai akhirnya, pertama kali daddy bawa Zira pulang dalam keadaan sakit, kakak khawatir banget. Tapi saat pertama kali Zira sadar, Zira malah takut liat kakak. Kakak sedih banget."

"Jadi kali ini, kakak mau hilangkan rasa takut Zira sama kakak. Yang kakak mau, Zira selalu bergantung sama kakak. Sampai Zira gak bisa lepas dari kakak. Zira harus janji sama kakak, bantu kakak buat jadi kakak yang baik bagi Zira." imbuh Lucio dengan lembut. Tangannya terulur merapikan rambut Zira yang sedikit berantakan tertiup angin.

"Kenapa kakak baik banget sama Zira? Padahal kehadiran Zira menganggu kebahagiaan keluarga kakak." Ia semakin merasa bersalah ketika keluarga Albert begitu baik padanya. Yah, mungkin terkecuali Ryan yang secara terang-terangan menolak kehadirannya waktu itu.

"Sama sekali enggak. Kalaupun ada yang merasa terganggu dengan kehadiran Zira, Zira gak usah perdulikan mereka."

"Cukup liat kakak. Kakak, satu-satunya orang yang paling bahagia dengan kehadiran Zira di hidup kakak. Kakak bisa menciptakan kebahagian itu, tanpa mereka sekalipun. Kakak gak perduli sama mereka yang merasa terganggu dengan kebahagian kita. Asalkan kakak ngelakuin itu sama Zira, bukan yang lain." ungkap Lucio dengan tulus.

Zira's Brothers & DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang