BAB 6

29.1K 2.3K 133
                                    

°Zira's Brother & Daddy°
.
.

Semua orang yang berada di ruangan itu terdiam setelah mendengar perkataan pria itu. Pria itu, Peter Xanato, kepala keluarga di rumah itu.

"Yang dikatakan papa itu benar, tapi mama harap kamu segera menebus kesalahan kamu." ujar Ira Diana, istri Peter. "Mungkin sudah terlalu lambat kamu untuk memperbaikinya, tapi setidaknya kamu udah berusaha."

"Mama harap kamu cepat menemukan cucu mama. Dan mungkin... dia akan menolak atau bahkan membenci kehadiran kita. Kamu sebaiknya juga mempersiapkan diri," Lanjut Ira, lalu beranjak menghampiri suaminya yang telah meninggalkan ruangan.

Albert mengacak-ngacak rambutnya dengan kasar. Kesal, marah, frustasi, menyesal, sedih, semua ia rasakan sekarang. Dia juga tidak tahu harus melakukan apa lagi.

Peter, papa Albert mulai bersikap dingin dengannya semenjak kejadian itu. Meskipun tidak terlalu terlihat, tapi ia tau, bahwa papanya merasa kecewa dengan perbuatannya.

Albert merasa ada tangan yang menepuk-nepuk pelan punggungnya. Ia melihat ke arah pemilik tangan itu, istrinya. Istrinya tersenyum untuk menenangkan Albert.

"Aku minta maaf," sesal Albert pada istrinya.

"Gak pa-pa. Kita bakal terus cari dia, mas harus sabar." jawab istri Albert, Anita.

"Reza masuk kamar dulu, ada kerjaan yang harus Reza selesain sekarang." pamit pria yang bernama Reza itu. Ia pergi meninggalkan ruangan tanpa menunggu jawaban dari yang lain.

***

Tak terasa, Zira dan Andara telah menghabisakan waktu bersama cukup lama. Sekarang, tepat pukul tujuh malam Zira masih berada di mansion Reihand.

Reihand melihat jam tangannya, sudah larut malam. Ia harus mengantar Zira pulang ke panti.

"Zizi, ayo uncle antar pulang! Udah malam lho, besok Zizi juga harus sekolah," ajak Reihand pada Zira yang terlihat masih sibuk berbincang- bincang dengan Andara.

"Oh ok uncle," Zira yang baru saja beranjak dari sofa, menghentikan pergerakannya ketika merasa ada yang menahan tangannya.

"Zizi kenapa pulang? Kenapa gak tinggal di sini aja?" tanya Andara menatap Zira.

"Zizi harus pulang Sean. Zizi belum nerima tawaran papi, jadi Zizi harus balik ke panti asuhan." ungkap Reihand menjawab pertanyaan Andara.

"Kenapa Zizi belum nerima tawaran papi? Zizi masih ragu sama abang dan papi?" tanya Andara yang mulai kesal.

"Bukan gitu abang..  Zizi cuman...."

"Kasih waktu buat Zizi mikir dulu Sean. Jangan terlalu terburu-buru," ujar Reihand memotong ucapan Zira.

Andara melepaskan genggaman tangannya pada Zira begitu saja, lalu berlalu meninggalkan ruangan itu tanpa sepatah kata pun.

Satu hal yang ada dibenaknya, sebegitu susahkah Zira untuk menerimanya menjadi abangnya? Atau apakah Zira tidak menyukainya? Pemikiran buruk itu terus menghantuinya.

"Abang Aran marah sama Zizi ya, uncle?" tanya Zira dengan lesu.

"Enggak kok, bang Aran cuman gak rela pisah sama Zizi aja."

Zira's Brothers & DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang