BAB 24

18.2K 1.6K 234
                                    

Hi!
:)
HAPPY READING!!
.
.

"Mommy?!"

Albert, Ryan, dan Anita yang mendengar kekagetan Zira, refleks menatap ke arah pintu yang baru saja terbuka itu.

Albert membelalakkan matanya, dia mengenal wanita itu. Sarah, wanita itu Sarah. Ia masih mengingat wajah Sarah meskipun terakhir kali ia melihat Sarah tepat sebelum Zira lahir.

Wanita itu menatap ke arah Zira dengan tersenyum lembut, lalu ia segera masuk menghampiri Zira, mengabaikan tatapan heran dari keluarga Xanato.

"Gimana keadaan Zira?" tanya wanita itu pada Dion.

"Kondisinya mulai membaik, tinggal menunggu proses pemulihannya," jawab Dion.

Wanita itu duduk tepat di sebelah Christian, lalu menggenggam tangan Zira, tetap menunjukkan senyum lembutnya pada Zira.

"M-mommy?"

Wanita itu mengelus pelan pipi Zira, "Mungkin lebih tepatnya mama," ujar wanita itu.

"Huh?"

"Nama mama Sharen Azuira Bintara Anaira, saudara kandung Sarah, mommy Zira. Mungkin lebih tepatnya lagi, kembaran Sarah." Ujar wanita itu, Sharen.

"Kembaran? Mommy punya kembaran?" tanya Zira, ia masih tidak mengerti hingga sekarang.

"Iya, mama yang pertama lahir, lalu 27 menit kemudian, mommy Zira lahir."

"Maaf, Zira salah ya," ucap Zira merasa bersalah.

Awalnya, Zira pikir bahwa keinginannya untuk bertemu dengan mommynya dapat terwujudkan. Tapi ia salah, ia merasa sedikit kecewa sekarang, hanya sedikit. Rasa kecewanya itu tertutupi dengan rasa bahagia yang membuncah. Zira mengamati seluruh wajah Sharen tanpa terlewatkan sedikitpun. Sharen begitu mirip dengan Sarah. Zira masih mengenali wajah Sarah melalui foto masa kecilnya.

"Boleh Zira sentuh pipi mommy, em.., maksud Zira m-mama?" tanya Zira pada Sharen.

"Tentu boleh, boleh banget malah," ucap Sharen lalu mengarahkan tangan Zira yang berada di genggammannya ke wajahnya.

Zira memberanikan diri untuk mengelus pelan wajah Sharen dengan tangan gemetaran. Zira tersenyum haru, matanya mulai berkaca-kaca. Perlahan, air matanya jatuh.

Zira memejamkan matanya, membayangkan bahwa wajah yang ia sentuh sekarang merupakan mommynya. Membayangkan ia dan mommynya hidup bahagia selama ini. Mommynya yang selalu menemaninya, mlindunginya, mengantarnya ke sekolah dan menjemputnya pulang, bermain dengannya, membelanya ketika diperlakukan tidak adil, melakukan semua kegiatan yang seharusnya ia lakukan semasa kecilnya.

Zira tahu itu hanya khayalannya belaka dan tidak akan mungkin terjadi, tapi biarkan kali ini, sekali saja ia merasakannya meskipun hanya dalam imajinasinya.

Ia rindu dengan mommynya, mungkin ia tidak mengingat kenangan apapun ketika masih kecil, tapi tetap saja ia seorang anak yang masih membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya. Bunda panti selalu memberinya kasih sayang, tapi tetap saja terasa berbeda dengan kasih sayang yang diberikan orang tua pada anaknya.

Kehilangan satu-satunya orang yang ia sayangi dan hidup tanpa didampingi orang yang paling menyayanginya lebih dari apapun, merupakan cobaan terberat dalam hidupnya.

"Kenapa Zira nangis? Sekarang mama udah datang, jadi Zira gak usah nangis lagi." Ujar Sharen sambil mengusap air mata Zira.

Zira membuka matanya, menatap Sharen dengan matanya yang sudah memerah, "Zi-Zizi kangen mommy,"

Zira's Brothers & DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang